Rabu, 25 November 2009

Masyarakat Lengkong Menagih Janji Bupati Sukabumi

SUKABUMI - MAsyarakat Desa Bojong Kaur, Kecamatan Lengkong dan Desa Bantarsari, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Sukabumi, merasa kecewa dan geram terhadap Bupati Sukmawijaya dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum yang pernah berjanji akan memberi bantuan dan memperbaiki pembangunan prasarana jalan desa sepanjang 8 Km yang menghubungkan kedua desa tersebut.
Janji itu disampaikan Bupati ketika menghadiri acara buka puasa bersama di desa tersebut pada tanggal 2 September 2009 lalu. Sayangnya, janji Bupati itu ternyata hanya retorika belaka yang pada akhirnya menimbulkan kekecewaan masyarakat. "Seorang pemimpin itu harusnya menjadi teladan, bukannya janji belaka dan mengkhianati rakyatnya," ujar seorang tokoh masyarakat kepada JURNAL METRO belum lama ini.
Dari pantauan di lapangan, kondisi jalan tersebut sangat memperhatinkan, disamping jalan yang rusak parah juga ada lubang-lubang yang besar sehingga ketika hujan turun jalan ini persis kubangan kerbau. Disamping itu, jalan itu juga kerap memakan korban. Terkait hal itu, Kepala Desa Bantarsari Rachmat, menuntut janji bupati dan kepala dinas PU tentang janji yang pernah diucapkan langsung di depan masyarakat.
Sementara menurut anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dari PDI Perjuangan H.Tata Subrata, perbaikan infrastruktur jalan, merupakan suatu pelayanan masyarakat. Bupati dan Dewan harus melaksanakan agenda pembenahan Infrastruktur yang notabene yang sangat dibutuhkan masyarakat. "Dan kalau Bupati sudah berjanji, ya beliau harus konsisten pada ucapannya, jangan mengkhianati rakyat," tegasnya. (Raju)

Masyarakat Desak DPRD Teliti Rancangan APBD Kabupaten Bogor

BOGOR - Kalangan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan elemen masyarakat Kabupaten Bogor mengimbau Fraksi-Fraksi dan Badan Anggaran DPRD Kabupaten Bogor agar berhati-hati dan menyimak secara teliti terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2010 yang diajukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. Setidaknya, dewan harus bersikap kritis dan bisa menolak pengalokasian anggaran yang nilainya spektakuler, seperti proyek-proyek di lingkungan Pemkab.
"Ada indikasi nilai proyek-proyek digelembungkan hingga mencapai angka spektakuler, semisal untuk pengadaan lahan dan pembangunan sekolah yang mencapai diatas Rp 6 miliar. Kemudian perhatikan juga anggaran untuk proyek infrastruktur jalan dan sarana publik, sebab bisa jadi itu sudah diplot oleh dinas terkait untuk kepentingan pengusaha tertentu yang dekat dengan kekuasaan. Kami menganalisa seperti itu, mudah-mudahan anggota dewan pun bisa menyikapi rancangan APBD 2010 dengan teliti dan kritis," kata Direktur Eksekutif LSM Komisi Pemantau Aset dan Keuangan (KOMPASKN) Bogor Raya Muh Rico Pasaribu kepada sejumlah wartawan, Senin (9/11).
Rico mensinyalir penyusunan APBD 2010 berbau kepentingan pihak tertentu, terlebih pada tahun 2009, muncul selentingan yang menyebutkan hampir seluruh proyek besar "dikuasai" oleh pengusaha tertentu yang memiliki 'link' ke pejabat penting karena adanya hutang budi atau balas jasa. "Ini namanya kolusi yang akhirnya bermuara pada korupsi. Mekanismenya memfloting anggaran untuk proyek-proyek yang akan dikuasai melalui APBD. Jadi dewan harus berhati-hati, jangan sampai tergoda untuk mengesahkan anggaran yang tidak realistis," imbuhnya.
Saat ini, tambah Rico, para pelaku korupsi pandai memanfaatkan celah untuk menjalankan aksinya, dan penyusunan APBD adalah salah satu pintu koruptor dan kroninya. Oleh karena itu, jika tidak cermat dan tegas menyikapi usulan pengalokasian anggaran, bukan tidak mungkin "kepentingan" yang disusupkan para koruptor akan mulus dan disetujui DPRD. "Saatnya kini DPRD Kabupaten Bogor menunjukan bukti bahwa mereka adalah wakil rakyat yang berpihak pada kepentingan masyarakat, bukan kepentingan penguasa dan pengusaha," tegasnya.
Hal senada disampaikan oleh aktivis LSM Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK), M Sinwan. Dia meminta Dewan bekerja lebih teliti, dan juga menegaskan sikap menolak penyusupan kepentingan pihak tertentu dalam proses penyusunan dan penetapan APBD. "Kita tak ingin dewan menjadi lembaga stempel, mengiyakan saja pengajuan anggaran dari eksekutif. Cermati dan dalami usulan-usulan pengalokasian anggaran, kalau berbau kepentingan dan tidak realistis, coret saja!" ujarnya.
Pernyataan serupa juga disampaikan Mawardi Karim, aktivis LSM Pemantau Kinerja Birokrat dan Legislatif. Ia menilai adanya pengusaha besar yang mendominasi proyek-proyek di Pemkab Bogor dikarenakan terbukanya peluang menyusupkan proyek titipannya melalui penyusunan APBD. Contohnya, tegas Mawardi, dia mendengar bahwa pengajuan anggaran untuk pengadaan sarana-prasaran penanggulangan bencana alam dicoret oleh Ketua Bapeda M Zairin. Sementara alokasi anggaran proyek infrastruktur bernilai fantastis diluluskan begitu saja.
"Pengadaan anggaran sarana penanggulangan bencana alam itu sangat penting, apalagi di Kabupaten Bogor akhir-akhir sering terjadi bencana alam. Tapi usulan itu dicoret tanpa penjelasan yang masuk akal. Sementara anggaran proyek infrastruktur bernilai spektakuler digolkan. Ini pertimbangannya apa? Apa jangan-jangan disini ada titipan kepentingan dari pihak tertentu? Dewan harus tegas lah, jangan mau jadi yes man dan membiarkan ketidakadilan dalam pengusulan anggaran terjadi begitu saja," imbuhnya. (Cok/Art)

Diduga Tanpa Ijin Lingkungan : Pengolahan Kayu di Lampung Barat Menjadi Sorotan

LEMONG - Masyarakat Pekon Way Batang-Kecamatan Lemong, Kabupaten Lampung Barat, mempertanyakan keberadaan PT.Indo Mitra Alam Lestari yang bergerak dibidang Pengolahan kayu dan limbah kayu menjadi bahan jadi (triplek). Hal ini mengingat keberadaan PT Indo Mitra Alam Lestari yang bergerak di bidang pengolahan kayu tersebut diduga belum memiliki kelengkapan dokumen perijinan, salah satunya ijin gangguan lingkungan.
Hal tersebut dilontarkan oleh Sarip (45), tokoh masyarakat setempat yang juga Ketua LSM MI (lembaga swadaya masarakat Masjid Indonesia). Sarip mengatakan bahwa seyogyanya pemilik PT tersebut terlebih dahulu meminta persetujuan dari masyarakat setempat tentang izin lingkungannya. "Sebelum perizinan yang lain diurus dan dilengkapi, perusahaan itu harus memiliki izin lingkungan terlebih dahulu," terang Sarip kepada JURNAL METRO baru-baru ini.
Dia sangat menyayangkan bila ada dibalik semua itu oknum-oknum yang bermain sehingga tanpa persetujuan dari warga tiba tiba kelengkapan izin dan perizinannya diberikan begitu saja. "Mengingat kami masyarakat yang ada di sekitar lokasi PT inilah yang akan menjadi korbannya bila perusahaan PT.Indo Mitra Alam Lestari itu bermasalah nantinya. Jadi tolong libatkan masyarakat dalam hal ini," tegas Sarip.
Ketika hal ini dikonfirmasikan dengan pihak PT.Indo Mitra Alam Lestari, Johanes selaku pemilik perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan kayu tersebut mengatakan perusahaannya nantinya memanfaatkan limbah kayu yang ada mengingat kayu-kayu yang berdiameter 15-17 cm banyak yang terbuang. "Sehingga kami datang mencoba memanfaatkan limbah limbah tersebut, tidak dibuang begitu saja," terang Johanes.
Lebih jauh Johanes mengatakan kehadirannya di Lampung Barat, terutama di Kecamatan Lemong, tentunya akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar kecamatan ini dan nantinya akan dibuatkan pembibitan kayu. "Keinginan masyarakat disini cukup bagus terhadap kayu khususnya, jadi akan dibuatkan pembibitan kayu. Selain dari itu juga keberadaan kami disini mendapat dukungan dari tokoh masarakat di pekon Way Batang ataupun Pekon Merambai ini," ujar Johanes di ruang kerjanya.
Ketika hal ini dikonfirmasikan dengan Badan Penanggulangan Lingkungan Hidup dan Pasar (BPLHP) Lampung Barat, Imam Habibudin selaku Kabid BPLH, menjelaskan memang belum ada permohonan dari pihak PT untuk mengajukan ataupun membuat permohonan untuk izin kelayakan lingkungan. "Kalaupun mereka telah melakukan aktivitas ataupun kegiatan pengolahan kayu berarti mereka belum miliki izin kelayakan lingkungannya," kata Imam Habibudin. (Dri)

Kasi PLS Disdik Tata Karwita : Pelaksanaan Belajar, PMP dan Evaluasi Tahapan Terpenting

CIBINONG - Dalam upaya meningkatkan mutu penyelenggaraan Program Keaksaraan Fungsional (PKF) di Kabupaten Bogor, jajaran Seksi Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Dinas Pendidikan (Disdik) Kab.Bogor telah melakukan berbagai tahapan, antara lain perencanaan dan persiapan teknis dan administrasi secara cermat. Tahapan lainnya, ialah Pelaksanaan Pembelajaran, Pembinaan, Monitoring dan Pengawasan, serta Evaluasi dan Pelaporan.
Menurut Kepala Seksi PLS Disdik Drs.Tata Karwita, untuk tahapan pelaksanaan pembelajaran, pihaknya mengacu pada pedoman yang ditentukan, yaitu jumlah jam pembelajaran harus mencapai 114 jam yang dilaksanakan selama 16 bulan. "Kemudian kompetensi dasar yang harus dicapai warga belajar, yaitu mampu membaca, menulis dan berhitung sederhana," jelas Tata kepada JURNAL METRO, Jumat (6/11) lalu.
Selain itu, dalam pelaksanaan pembelajaran, Tata mengatakan pihaknya menerapkan pola dan pendekatan pembelajaran yang mengutamakan kontek dan desain lokal. Ditambah dengan melakukan penilaian sebelum, selama dan sesudah program selesai dilaksanakan, dalam rangka menilai perkembangan kemampuan warga belajar.
Tata menjelaskan lebih lanjut, upaya lainnya untuk peningkatan penyelenggaraan PKF ialah Pembinaan, Monitoring dan Pengawasan (PMP) dalam rangka pengendalian program agar dapat berjalan dan berhasil dengan baik. "Hal yang tak kalah penting, PMP ini dilaksanakan secara intensif dan berjenjang oleh petugas fungsional di kecamatan (penilik) dan pengendali program di tingkat kabupaten. Dan pengawasan juga dilakukan oleh pejabat di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi dan pusat, sesuai kewenangannya," katanya.
Sementara dalam kaitan Evaluasi dan Pelaporan, jelas Tata lebih jauh, pihaknya melakukan evaluasi untuk mengukur keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Dalam hal ini, komptensi dasar yang ditetapkan, dan dalam evaluasi akhir dapat ditentukan warga belajar yang dianggap telah berhasil mencapai kompetensi dasar atau belum. 'Dan bagi yang memenuhi kompetensi itu, maka mereka berhak diberi Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA)," ujarnya.
Selanjutnya mengenai tahapan pelaporan, tambah Tata, pihaknya melakukan secara bertahap untuk memberikan berbagai gambaran kegiatan program mulai persiapan, pelaksanaan, hasil yang dicapai, hambatan dan kendala yang dihadapi selama masa pelaksanaan program berjalan. "Semua tahapan yang telah dan kami lakukan untuk program keaksaraan fungsional ini tak lain adalah untuk tercapainya target yang diharapkan dan ditetapkan oleh Pak Bupati," ujarnya. (Art)