Jumat, 18 Desember 2009

Profil Pengusaha: Daday Mencoba Peruntungan Dengan Membuka Rumah Makan

CILEUNGSI - Setelah sekian lama menjadi karyawan di sebuah pabrik swasta di wilayah Cileungsi, Daday merasa jenuh dan berkeinginan untuk mengembangkan diri dengan membuka usaha sendiri. Terlebih, ia terlahir dari orang tua yang memiliki jiwa wiraswasta. Maka di tahun 2009 ia pun mulai membuka usaha Rumah Makan Sate "Bang Daday" di sebuah Ruko Plaza Taman Metropolitan, Cileungsi, Kabupaten Bogor. Daday sengaja membuka usaha rumah makan sebab melihat keberhasilan kakak kandungnya yang membuka rumah makan sejenis di bilangan Pondok Ungu Permai Bekasi. "Saya melihat wilayah Cileungsi ini sangat bagus prospeknya, apalagi ini daerah strategis di wilayah Industri yang jumlah buruh atau pekerja mencapai ratusan ribu orang. Karena itu, saya berani membuka rumah makan di Cileungsi," ujarnya saat ditemui JURNAL METRO di warungnya baru-baru ini. Daday mengaku berani spekulasi, walaupun banyak saingan yang menjajakan beraneka macam makanan. "Itu membuat saya berpacu untuk maju dan saya yakin dengan keputusan ini bisa lebih baik," katanya. Untuk menarik selera calon konsumen, Rumah Makan Bang Daday menyediakan beragam menu seperti Sate dan Sop Kambing, Sate Ayam, Sop Iga Sapi serta aneka minuman Jus. Dalam menjalankan usahanya, Daday dibantu karyawan berjumlah 5 Orang yang digaji dengan upah minimum kabupaten (UMK). "Mudah mudahan kedepan bisa lebih baik dan banyak pelanggan. Kami juga siap melayani pesanan antar ke tempat untuk berbagai acara," ujar Daday. Seorang konsumen yang tengah menikmati makanan di R.M Bang Daday, saat ditanya JURNAL METRO mengaku masakan di tempat tersebut sangat enak. Sate dan sopnya rasanyapun lezat. Saya sering datang ke sini karena ketagihan bumbu sate dan kuah sopnya, enak banget deh," kata konsumen tersebut seraya tersenyum. (Ju)

Pemkab Bogor Serahkan Sarana Air Bersih di Cibatu Tiga

CILEUNGSI - Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman (DTBP) Kab.Bogor menyerahkan proyek pembangunan sarana air bersih yang telah selesai pengerjaannya kepada Pemerintah Desa Cibatu Tiga di kantor Aula Desa, Kamis (10/12) lalu. Dalam acara itu hadir pejabat yang mewakili Kepala DTBP Isman Kadar, Romli, perwakilan dari Departemen Pekerjaan Umum, yaitu Kasubdit PP, Dit.Pam, Setio D. juwono didampingi Togap Hutagalung, Dian Diah, serta Kepala Desa Cibatu Tiga Narja Hermawan dan tokoh masyarakat Cibatu Tiga. Dalam sambutannya, Kepala Desa Cibatu Tiga Narja Hermawan mengatakan, dengan selesainya dan diserahkannya sarana air bersih tersebut diharapkan kedepan pengelolaan dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Desa dan masyarakat. "Dan dalam hal ini, perlu masyarakat ketahui, kita harus menjaga bersama sama, karena sekarang siapa yang memakai air tersebut harus membayar sesuai tarif yang ditentukan. Sebab ini demi kepentingan kita bersama, khususnya Warga Masyarakat Cibatu Tiga. Uang yang masuk nantinya, selain untuk perbaikan juga untuk penambahan penampung yang belum ada di wilayah lain," ujarnya. Menurutnya lagi, apa bila sewaktu-waktu ada pembangunan di lingkungan Desa yang tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah, maka dana pembayaran penggunaan ari itu bisa dimanfaatkan. "Karena itu, marilah kita jaga bersama sama sarana air bersih ini, jangan sampai ada yang membuka keran lantas ditinggal semalaman," katanya. Sementara Romli selaku perwakilan dari DTBP mengatakan, program pembanguan air bersih ini diserahkan Kepada Desa Cibatu Tiga demi kepentingan Desa dan masyarakat. "Karena Dinas hanya membangun sarana prasarana, kedepannya masyarakat yang menjaga, mengelola, dan harus ada Operator Khusus untuk menjaganya. Saya berharap kepada masyarakat proyek ini dijaga dengan baik dan lestarikan lingkungan di wilayah proyek, agar bisa menambah daya kubikasi air," tandasnya. (Ju)

Berubah Menjadi BLUD, RSUD Cibinong Tingkatkan Pelayanan

CIBINONG - Direktur Utama RSUD Cibinong Kabupaten Bogor Dr Juli Julianti JS. Mars mengungkapkan bahwa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong berdasarkan keputusan Bupati Bogor Rachmat Yasin No.445/388/Kpt.s/Huk/2009 telah ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) berstatus penuh. Tujuan dari penetapan status BLUD ini tidak lain adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan masyarakat secara maksimal. "Selain itu, maksudnya agar dalam pelaksanaannya bisa berjalan sesuai dengan fungsi efesiensi, efektivitas dan produktivitas. BLUD ini ditetapkan, juga karena alasan untuk memberikan pelayanan masyarakat yang lebih baik, karena dalam hal ini ditunjang juga dengan fleksibelitas dalam pengelolaan keuangan," jelas Julianti kepada wartawan usai acara seremoni perubahan status RSUD di Cibinong, Kamis (10/12) lalu. Dalam hal fleksibelitas, RSUD Cibinong kini mempunyai wewenang penuh untuk mengatur keuangannya tanpa harus menunggu proses lelang yang berlangsung lama, hal ini penting mengingat kebutuhan pasien dalam hal obat dan makanan yang tidak bisa menunggu atau urgent (darurat). Kemandirian status BLUD penuh yang disandangnya, membuat RSUD Cibinong harus lebih pandai mengatur keuangannya, khususnya dalam hal mengelola pendapatan RS yang nantinya untuk biaya kebutuhan operasional, walaupun untuk gaji pegawai dan investasi modal masih ditanggung Pemkab Bogor. RSUD Cibinong dalam status BLUD yang masih baru ini, lanjutnya, juga masih ditanggung oleh Pemda apabila terjadi kolaps (bangkrut) dalam perjalanannya menuju badan yang mandiri dan akan terus dibantu sampai pada akhirnya bisa menjadi badan yang berdikari. "BLUD ini ditetapkan juga sebagai langkah meringankan beban pemerintah, khususnya dalam pengalokasian subsidi dana," ucap Julianti. Selama kurun waktu bulan Agustus sampai dengan Desember saat ini dalam menyongsong status BLUD penuh, RSUD Cibinong telah melakukan banyak persiapan dan perubahan untuk beradaptasi, antara lain dengan sosialisasi perubahan mind set seluruh pegawai menyangkut servis pelayanan (customer service), orientasi ke pelanggan, kenyamanan pasien (pasien safety) serta meningkatkan fungsi kontrol. Namun diakuinya, hal terpenting saat ini dalam tahun-tahun pertama kemandirian badan kesehatan yang dikelolanya, yaitu pengelolaan keuangan atau pendapatan RS yang benar-benar harus diatur se-efisien mungkin, dalam hal ini pihaknya memerlukan SDM yang super dalam menanganinya. Yang perlu ditingkatkan pada saat ini yaitu sistem keuangan, karena sistemnya berbeda dengan yang dulu dari Daftar Plafon Anggaran (DPA) kini menjadi Rencana Belanja Anggaran (RBA) atau rencana bisnis. Menyinggung tentang kekhawatiran melonjaknya harga obat dan rawat inap bagi masyarakat kalangan menengah kebawah atau bagi warga Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Julianti menjelaskan untuk rawat inap kelas III biayanya masih diatur oleh Perda dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) pun masih diterima, serta pemberian obat yang sesuai dengan instruksi pemerintah yakni obat generik. "Sebagai gambaran, rawat inap kelas II seharga Rp50.000 dan secara keseluruhan persentase pasien rawat inap di RSUD Cibinong, kurang lebih kelas III sebesar 49 persen, kelas II sebesar 30 persen, dan kelas I sebesar 20 persen," ujar pejabat eselon II yang dikenal akrab dengan wartawan ini. (Arthur)

Kepsek di Caringin Bogor Sesalkan Pemotongan Bantuan

CARINGIN - Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) di wilayah Caringin dan Cigombong menyesalkan adanya pemotongan bantuan Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan di Kabupaten Bogor sebesar Rp.10 juta oleh oknum pejabat Dinas Pendidikan (Disdik) setempat. Penyesalan ini muncul lantaran beban moral yang diemban oleh kepala sekolah begitu besar. Apalagi jumlah pemotongan bantuan DAK itu jika ditotal mencapai Rp 1,2 miliar lebih. Selain itu, anggaran tersebut pun harus dipertanggungjawabkan dengan bangunan yang harus dikerjakan disesuaikan dengan juklak juknisnya. Jika terjadi kekurangan pekerjaan atau ketidakberesan dalam pelaksanaannya akibat pemangkasan anggaran itu, maka yang disalahkan adalah sang Kepala Sekolah. Hal ini diungkapkan oleh salah satu kepala sekolah penerima DAK, pertengahan pekan lalu di Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Ia mempertanyakan kenapa sebelumnya tidak ada penjelasan terlebih dahulu atau dirapatkan dengan para kepala sekolah, sehingga tidak terjadi persoalan yang berimbas pada munculnya sangkaan korupsi. "Uang 10 juta gede amat ya pak, katanya sih buat biaya gambar dan macam-macam. Jadi saya tak tahu persis untuk apa saja dana itu digunakan,” ujar si kepala sekolah yang menolak disebutkan namanya itu. Menurutnya, seluruh penerima DAK di Kabupaten Bogor sebanyak 123 SDN. Jika semua sekolah dipotong Rp 10 juta, maka uang yang terkumpul sangat banyak, yaitu Rp 1,2 miliar. Jumlah sebesar itu, tambahnya, tentunya harus dapat dijelaskan secara rinci penggunaannya sekaligus dipertanggungjawabkan kepada publik. Sebab jika tak ada transparansi, maka rentan sekali dengan penyimpangan. "Seharusnya ada pejelasan sebelumnya soal biaya gambar dan segala macam, serta onak-anik. Ini mah sudah ada disini baru ada perubahan. Coba bapak lihat sedangkan kita harus mengerjakan beberapa lokasi ruangan yang sudah jauh hari direncanakan," imbuhnya sambil menghitung lokal ruangan dan memperlihatkan dokumen rencana pembangunan dari bantuan DAK. (Hep/Yan)

Ortu Siswa Keluhkan Banyaknya Pungutan di SMPN 1 Tanjungsari

TANJUNGSARI - Wajib Belajar 9 Tahun dan Pendidikan Gratis ternyata tidak berlaku lagi di setiap sekolah, demikian yang terjadi di SMPN I Tanjungsari banyak sekali pungutan terhadap siswa yang harus dibayar atas dasar buku penghubung yang sudah disepakati orang tua siswa dan Ketua Komite Sekolah. Namun dari hasil investigasi JURNAL METRO ternyata banyak kejanggalan, berdasarkan pengakuan orang tua murid banyak yang tidak pernah diajak bermusyawarah soal pungutan-pungutan sekolah. Menurut salah satu warga Dusun IV Desa Antajaya yang anaknya duduk di kelas 7, sejak anaknya masuk masuk sekolah hingga kini belum pernah diundang rapat dengan Komite untuk membahas masalah biaya-biaya yang harus dibayar siswa. Dijelaskannya, kewajiban yang harus dibayar awal masuk diantaranya biaya Komputer sebesar Rp 90.000, seragam Rp 130.000, dan gesper Rp, 10.000. "Ada juga kegiatan lain yang mesti dibayar, terakhir sebelum Idul Adha, siswa diminta iuran Qurban sebesar Rp 10.000, itu tanpa ada musyawarah dulu, seharusnya tidak seperti itu," ujarnya. Lain lagi cerita warga RW.04 Desa Antajaya yang anaknya duduk di kelas 9, belum lama ini anaknya pulang dari sekolah sebelum waktunya pulang dan tidak mengenakan baju. Saya kaget dan tanya, anak saya jawab bajunya disita sekolah karena terlalu kecil dan gesper juga disita karena tidak sesuai dengan yang dijual sekolah. Saya sedih dan bingung, ini SMP kok banyak sekali bayaran, yang tak pernah dimusyawarahkan lebih dulu. Parahnya lagi, bila uang komputer juga belum bayar siswa tidak akan mendapatkan kartu ulangan," paparnya. Maraknya pungutan di SMPN I Tanjungsari tak pelak menimbulkan sorotan dan keluhan warga Antajaya yang rata-rata berprofesi sebagai petani. "Katanya sekolah gratis tapi mana buktinya? Apa pihak sekolah tidak kasihan pada warga Antajaya yang kebanyakan penghasilannya pas-pasan dengan membebani banyak pungutan. Kami berharap pak Bupati dan pemerintah daerah segera bertindak, jangan hanya gembar-gembor sekolah gratis. Turunlah ke lapangan untuk membuktikan semuanya," imbuhnya. Ketika hal ini dikonfirmasi pada Kepala Sekolah Drs. Endin, membantah semua informasi tersebut dan dia juga membantah pemberitaan tentang dugaan pungutan liar di SMPN I Tanjungsari yang dimuat di JURNAL METRO edisi 40, pekan lalu. Endin yang didampingi wakil Kepala Sekolah Ujang Rohmid dan Ketua Komite Amung, menjelaskan bahwa tidak ada pungutan ATK setiap bulan RP 17.500 dan biaya Renang Rp 12.000. Juga soal ikat pinggang, jelasnya, tidak setiap bulan, melainkan hanya pertama masuk ajaran baru. "Dan masalah gesper sengaja kami jual agar seragam karena bila gesper besar itu bisa terkadang digunakan untuk tawuran, dan gesper ini ada logo SMN I Tanjung Sari. Tentang penyitaan memang benar, tapi kami menunggu biar orang tua yang datang ke sekolah untuk diberikan peringatan dan pemberitahuan. Soal yang belum bisa melunasi pembayaran Komputer, tidak seperti itu, silahkan orang tua datang ke sekolah untuk berbicara dengan kami," ujarnya. Sedangkan mengenai masalah iuran wajib Rp 2000 / minggu, tambah Endin, itu tabungan siswa untuk perpisahan nanti, dan untuk kelas 7 - 8 juga persiapan mereka nanti kelas 9 dan sisanya pasti dikembalikan. "Soal Buku Penghubung memang itu dibeli oleh siswa sebesar Rp 10.000, tapi mengambil dari tabungan itu jadi tidak meminta," katanya. (Ju)

Pembangunan Pasar Tanjungsari Bogor Tidak Sesuai RAB

TANJUNGSARI - Pembangunan gedung pasar tradisional Pasir Tanjung Kec.Tanjungsari-Kab Bogor diduga bermasalah. Pasalnya, pelaksanaan pembangunan tidak sesuai bestek dan rencana anggaran belanja (RAB), padahal segala bentuk pembangunan gedung sudah diatur melalui Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang pembangunan gedung sarana umum dan fasilitas umum. Proyek pembangunan Pasar Tanjung Sari diketahui menyerap dana Rp.906.250.000 yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan pengerjaannya dilaksanakan oleh CV. Gitas Karya. Kejanggalan dalam pembangunannya sudah terlihat pada jadwal pembangunan yang dimulai tanggal 9 September 2009 dan seharusnya selesai tanggal 7 Desember 2009, namun sampai berita ini diturunkan pengerjaan pembangunan pasar masih belum selesai. Penyebab dari keterlambatan itu, menurut Ade selaku penanggungjawab pelaksana lapangan, akibat adanya perubahan pekerjaan dari rencana yang tadinya tidak ada, yaitu Cut & Field areal pasar dari hasil permohonan masyarakat serta musyawarah yang dilaksanakan. "Akhirnya kami melaksanakan Cut & field yang sampai memakan waktu pengerjaan hingga 14 hari," jelasnya kepada JURNAL METRO, Jumat (11/12) lalu. Masih menurut Ade, dari hitungan pengerjaan yang diluar rencana akhirnya pihak pemborong mengorbankan pengerjaan pemasangan conblok. "Pemasangan conblok dengan luas kurang lebih 300 m2 akhirnya kami tiadakan, dengan hitungan anggaran besarnya sekitar 51 juta. Itu karena adanya perubahan pekerjaan, yakni cut & field yang menelan biaya sekitar 30 juta," imbuhnya. Ade mengakui adanya kesalahan kesalahan dalam penghitungan, sebab berdasarkan RAB ternyata tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan seperti pemasangan spandek atap yang hitungan menurut RAB 761 meter ternyata kenyataannya 993 meter, paket pemasangan instalasi listrik di RAB tercatat Rp. 750.000/ paket ternyata di PLN harganya sekitar 3 juta dan pemasangannya pun hanya 1.300 Watt menggunakan satu meteran. Sementara untuk sarana air bersih, Ade menambahkan, pihaknya menggali sumur dan memasang pompa sanyo 350 Watt. "Tapi kami melakukan perubahan berdasarkan hasil musyawarah dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan UKM, Konsultan serta diikuti Kepala Desa Pasir Tanjung, Tokoh Masyarakat dan perwakilan pedagang," ujarnya. Ketika ditanya kenapa konsultan sampai salah menghitung spandek, Ade menjawab tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Padahal jelas sekali konsultan yang menangani proyek, PT Modira, ini melakukan kesalahan. Namun Ade menegaskan tak ada yang perlu disalahkan dalam hal ini. Melihat hal ini, jelas dugaan kesalahan tadi karena adanya kesalahan dalam perhitungan dan perencanaan awal sehingga jadwal molor akibat adanya perubahan-perubahan. Sayangnya, pihak Dinas Perindagkop tidak segera meluruskan kesalahan yang ada agar pasar ini segera dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. (DD/AD)

Kejaksaan Cibinong "Kalah Berani" dari Kejari Bogor

Cibinong- Menyusul tindakan berani Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor menahan 21 mantan anggota DPRD Kota Bogor periode 1999-2004 guna menuntaskan penanganan kasus korupsi dana APBD, kalangan aktivis LSM anti korupsi dan pemantau pembangunan daerah se-Kabupaten Bogor mengkritik kinerja aparat Kejari Cibinong yang sepanjang tahun 2009 ini tidak mampu menuntaskan berbagai kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Bogor. Menurut juru bicara Koalisi LSM Bogor Raya (KLBR), Coky LDP, penahanan para anggota DPRD Kota Bogor periode 1999-2004 tersebut merupakan wujud dari komitmen serius korps Adhyaksa di Kota Bogor untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi sebagaimana harapan masyarakat luas. Sayangnya, komitmen yang sama belum juga diwujudkan oleh aparat Kejari Cibinong. Malahan sepanjang 2009, tak satupun kasus dugaan korupsi yang berhasil dituntaskan Kejari Cibinong yang saat ini dipimpin oleh Sendjun Manullang. "Padahal, berdasarkan informasi yang kami terima, banyak sekali kasus dugaan korupsi yang mengemuka dan bahkan telah ditangani oleh pihak Kejari Cibinong. Anehnya, dari sekian banyak kasus dugaan korupsi yang mencuat, tak ada satupun yang jelas penyelesaiannya. Kita melihat 'ada sesuatu' di sini, kenapa aparat Kejari Cibinong tidak transparan dalam penanganan berbagai kasus dugaan korupsi, setidaknya hasil penanganan kasus dikemukakan kepada publik," kata Coky saat dimintai tanggapannya oleh JURNAL METRO, Senin (14/12). KLBR, menurut Coky, menyatakan sangat prihatin atas kinerja Kejari Cibinong yang terkesan melempem alias tak mampu berbuat apa-apa dalam meminimalisir ruang gerak koruptor di lingkungan Pemkab. "Kita menerima banyak pengaduan tentang dugaan penyimpangan dalam berbagai proyek pembangunan/rehab jalan, sarana irigasi, infrastruktur pendidikan dan bahkan dalam pengelolaan keuangan daerah. Kami kira pihak Kejari juga pasti telah mengetahui informasi itu, namun mengapa tak pernah ada tindak lanjutnya?" imbuhnya. Coky menyebutkan ada beberapa kasus dugaa korupsi yang ditangani Kejaksaan namun sampai kini tak jelas penyelesaiannya. Misalnya, kasus penggelembungan harga tanah untuk SMA I Ciomas yang melibatkan Kepala Dinas Pendidikan-ML, mantan Camat Ciomas-RG dan seorang pengusaha yang juga anggota tim sukses salah satu calon bupati di Pilkada 2008, ES. Menurutnya, kasus ini sudah diusut sejak Juni 2008 silam dan para tersangkanya sudah ditetapkan sejak awal pemeriksaan. Namun hingga kini kasusnya tak pernah sampai ke Pengadilan. Kasus lainnya yang mandek di Kejari Cibinong, papar Coky, ialah penanganan kasus dugaan korupsi dalam pembangunan jembatan Cidokom yang melibatkan seorang pengusaha besar sekaligus bendahara salah satu parpol besar di Kabupaten Bogor, dugaan korupsi pada proyek pembuatan website Kabupaten Bogor, dugaan korupsi dalam proyek Sensus Daerah senilai Rp 8 miliar dan dugaan korupsi dalam penyimpanan dana Pemkab senilai Rp 10 miliar dalam bentuk deposito di salah satu bank swasta. "Selain itu, dari temuan audit yang dilaporkan BPK, sangat banyak indikasi penyimpangan yang dapat menjadi bukti awal Kejaksaan untuk menyelidiki. Lihat pada pengerjaan puluhan proyek infrastruktur jalan dan infrastruktur pendidikan yang terindikasi merugikan keuangan negara, namun Kejari bungkam walau sebenarnya ada tindakan pemeriksaan. Kejari seharusnya lebih aktif dan giat menesuluri dugaan korupsi itu, jangan pasif menunggu laporan dari elemen masyarakat, kan mereka tugasnya mencegah dan memberantas korupsi, bukan penerima pengaduan," tegas Coky. Terkait dengan melempemnya kinerja Kejari Cibinong, Coky mengungkapkan bahwa KLBR kini tengah berencana untuk membuat surat khusus kepada Jaksa Agung dan Kepala Kejaksaan Tinggi agar dapat meningkatkan performance jajaran Jaksa di Kabupaten Bogor. "Sebab kita melihat memang perlu adanya support dari petinggi di pusat dan provinsi terhadap anak buahnya di Bogor, agar lebih giat dan serius melaksanakan aksi pemberantasan korupsi," pungkasnya. (Arthur/Lisman)

Penambangan Emas di Cikajang-Garut Diduga Ilegal

GARUT - Aktivitas penambangan emas di Gunung Masigit, Kampung Cihideung, Desa Cipangramatan, Kecamatan Cikajang - Kabupaten Garut, diduga ilegal alias beroperasi tanpa ijin. Dari 27 lubang galian tanah yang diolah oleh puluhan pekerja, hanya satu lubang galian yang sudah mengajukan proses perizinan pertambangan emas. Dari pantauan di lapangan, lubang-lubang galian ditutupi plastik terpal dengan lokasi cukup berdekatan satu sama lain. Kedalamannya bervariasi, dari mulai 30 m-80 m dengan bentuk lubang galian vertikal maupun horizontal ke dalam perut bumi. Menurut salah seorang pekerja, Budi (35), kegiatan penambangan emas dimulai sejak sekitar setahun lalu. ”Ada yang sudah bisa produksi emas, ada juga yang belum. Tergantung lokasi dan urat di lapisan tanah,” ujarnya ketika ditemui wartawan baru-baru ini. Setiap lubang digali 7-10 orang. Para pekerja yang dapat dari daerah sekitar sampai Sukabumi tidak mendapat upah harian, tetapi hanya diberi makanan dan rokok. “Kalau usaha emas, harus nekat. Selama emas belum bisa diproduksi, ya kami tidak akan dapat duit. Itu sudah risiko,” katanya. Pengawas salah satu lubang galian emas, Otang (49), mengaku, pada lubang yang sudah ditemukan emasnya, dari satu karung lumpur bercampur tanah ukuran 20 kg dapat dihasilkan 4-10 gram emas. Setelah proses eksplorasi selama setahun, lubang galian yang dijaga Otang baru dapat memproduksi emas sejak dua bulan terakhir. “Kalau lokasinya bagus, satu karung bisa dapat 4-5 gram, bahkan 10 gram emas, tetapi itu jarang terjadi. Kalau lokasi kurang hoki, paling hanya dapat 1 gram dari sekarung tanah,” katanya. Tanah bercampur lumpur itu digali dan diolah dalam mesin gurundul dengan tambahan cairan raksa. Setelah diproses selama 12-18 jam, lapisan emas akan terpisah dengan lumpur dan dapat diambil. Sisa air olahan ditampung dalam kolam buatan di setiap bangunan mesin gurundul. Emas yang dihasilkan dijual ke wilayah Tasikmalaya. Menurut pengakuan warga, kadar emas yang dihasilkan di kawasan tersebut mencapai 75%-80%. Ketika ditanya mengenai izin pertambangan emas di lokasi tersebut, Otang tidak dapat menjelaskan dengan terperinci. “Ieu oge ilegal meureun, tapi kumaha da rakyat butuh,” ujar Otang. Kepala Desa Cipangramatan Agus Dedi mengakui, pertambangan rakyat galian emas di Kp. Cihideung tidak berizin. ”Satu lubang yang memiliki izin pun hingga saat ini belum memenuhi kewajibannya menyalurkan 5 persen dari pendapatannya ke kas desa,” katanya. Menurut Agus, kawasan tersebut termasuk daerah pemetaan PT Aneka Tambang (Antam). ”Antam pernah menyurvei lokasi tersebut dan hendak melakukan eksplorasi. Namun, tidak diberi izin oleh warga setempat karena khawatir ada bencana longsor kalau dilakukan penggalian skala besar. Pada akhirnya, pertambangan malah dikerjakan sendiri oleh warga,” ungkapnya seraya menambahkan kawasan yang berpotensi mengandung emas mencapai sekitar 2.000 hektare, tetapi wilayah penggalian rakyat baru mencapai 20-30 hektare saja. (Agus/Denny)

Kasus Pemotongan Bantuan Dilimpahkan ke PN Ciamis

CIAMIS - Setelah melakukan pemeriksaan intensif dan pengumpulan barang bukti, Kejaksaaan Negeri (Kejari) Ciamis akhirnya melimpahkan kasus dugaan pemotongan bantuan perumahan dari Kementerian perumahan Rakyat di KUD Minasari, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, ke Pengadilan Negeri (PN) Ciamis. Dalam kasus tersebut ada dua tersangka yakni NAP (31) anggota KPU Ciamis dan AHH (31). Kasi Pidsus Kejari Ciamis Juwari didampingi Kasi Intel Pitoyo, Kamis (10/12) lalu, mengungkapkan bahwa berkas perkara tersebut telah dilimpahkan ke PN Ciamis. Penyerahan berkas perkara berikut barang bukti berupa mobil Nissan Grand Livina Nopol B 2878 AH yang disita dari AHH, serta uang tunai sebanyak Rp 100 juta dari tersangka NAP. "Begitu menerima hasil pemeriksaan BPKP tentang adanya kerugian negara, kami segera melimpahkan kasus tersebut ke pengadilan. Sekarang kami sedang menunggu tanggal penetapan sidang. Berkasnya sendiri kami serahkan ke pengadilan tanggal 9 Desember lalu," tuturnya. Disebutkan bahwa peran NAP juga bertindak sebagai broker, selain itu juga mengkondisikan koperasi sebelum menerima bantuan. Dalam arti mempersiapkan koperasi tersebut sebelum bantuan dicairkan. KUD Minasari Pangandaran sendiri mendapatkan bantuan dari Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) sebesar Rp 3,1 miliar lebih. KUD Minasari mendapatkan sebanyak 350 paket bantuan, setiap paket Rp 9 juta. Hanya saja dalam pelaksanaannya ada pemotongan bantuan berkisar Rp 2 juta-Rp 3 juta. Selain dalam kasus di KUD Minasari, kedua tersangka juga terlibat kasus serupa di KUD Minapari Kecamatan Parigi serta Koperasi Hemat Pangkal Bahagia Pangandaran yang modusnya sama.
Jaksa Periksa Pejabat Depok Sementara itu, sejumlah pejabat di jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Depok bakal dimintai keterangan oleh Kejaksaan Negeri (kejari) Kota Depok terkait kasus bantuan sosial (bansos) senilai Rp. 87 miliar. Sebelumnya, Kejari Depok memanggil mantan Kepala Dinas Kesehatan Depok, Mien Hartati dan sejumlah nama lainnya. "Kita akan memanggil sejumlah nama lagi pada pekan depan. Mereka diantaranya adalah Mantan Bendahara Pemkot Depok, Budianto Karyo ," kata Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) kejari Depok, Rohim, Rabu (9/12) lalu. Dari pemeriksaan sejumlah saksi, kata Rohim, pihaknya mencium aroma korupsi dalam pengadaan alat kesehatan pada proyek tersebut. Untuk memerkuat dugaan tersebut, kini kejaksaan akan memanggil saksi ahli. "Rencananya kita akan memanggil saksi ahli dari Depdagri. Sembari menunggu hasil pemeriksaan dari BPKP," bebernya. Selain memeriksa sejumlah pejabat, Kejaksaan Negeri Depok juga telah memeriksa tiga orang distributor alat kesehatan (alkes). Dua buah alkes berupa alat pemeriksa Telinga, Hidung dan Telinga (THT) dan alat scan mata yang diberikan ke Rumah Sakit Hasanah Graha Afiah (HGA) dan Rumah Sakit Simpangan Depok. ketiga distributor tersebut, kata Rohim dipanggil lantaran mengetahui harga dua alat scan mata yang dipasok ke dua rumah sakit penerima bantuan. "Kita akn panggil pihak swasta, pemilik barang, masing-masing Yusuf Effendi dan Mansyur. Untuk cek harga barang sebenarnya," tegasnya. Rohim menargetkan, pemeriksaan kasus ini akan selesai sebelum pergantian tahun. Pasalnya, hingga saat ini kurang dari 10 saksi yang belum diperiksa. Setelah semua saksi diperiksa, lanjut Rohim, proses pemeriksaan ini tinggal menunggu hasil BPKP. "Pemeriksaan ini masih terhambat pemeriksaan lembaga lain, karena kita tidak memiliki auditor, jadi kita minta bantuan BPKP. Kita juga tidak bisa memaksa mereka kapan harus selesai," jelas Rohim. (AS/Ros/Arthur)

Penerima Bantuan DAK di Sukabumi Dipungli Pejabat Disdik

SUKABUMI - Sungguh ironis, Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan tahun 2009 di Kabupaten Sukabumi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kab.Sukabumi disinyalir telah diselewengkan oleh oknum pejabat Dinas Pendidikan (Disdik) di wilayah yang dipimpin Bupati Sukmawijaya tersebut. Dugaan penyimpangan bantuan DAK itu, sudah semestinya disikapi secara serius dan diproses oleh yang berwenang, bila perlu dilakukan penyelidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dari hasil informasi yang dihimpun di lapangan, di beberapa UPTD Kecamatan, diantaranya UPTD Kec. Pelabuhanratu, Simpenan, Cikakak, telah terjadi dugaan pungutan liar oleh oknum Dinas Pendidikan. Seperti diungkapkan seorang narasumber yang layak dipercaya, diketahui bahwa pungutan liar terjadi diakibatkan adanya intervensi/arahan dari pihak yang mengaku dirinya pejabat dari Dinas Pendidikan. Narasumber tersebut mengungkapkan bahwa sekolah yang mendapatkan bantuan DAK dipungut Rp 1juta/lokal dengan alasan dana tersebut digunakan untuk jasa konsultan meliputi jasa perencanaan dan gambar yang dibuat oleh konsultan. Kemudian untuk biaya transportasi tim monitoring dari Dinas Kabupaten dan untuk biaya-biaya lain. Selain adanya kutipan Rp 1 juta tersebut, juga ada uang yang harus disetor kepada koordinator DAK. Seperti yang terjadi di Kecamatan Palabuhanratu, uang sebesar Rp 1,5 juta disetor ke seorang koordinator berinisial ASH, alasannya untuk biaya administrasi pencairan DAK. Selain itu juga adanya intervensi atau arahan terhadap pembangunan swakelola yang seharusnya swakelola tersebut, mulai perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan juga pertanggungjawabannya dilakukan oleh penerima DAK itu sendiri, tetapi kenyataannya sekolah-sekolah yang menerima DAK di Kecamatan Palabuanratu, justru diduga kuat diintervensi/diarahkan oleh oknum koordinator tersebut. Kejanggalan lainnya, lanjut sumber tersebut, ialah pengkondisian pengadaan mebeler sekolah bagi penerima bantuan DAK. Diduga telah diambil oleh pihak perusahaan, disinyalir mereka diarahkan kepada salah satu atau beberapa perusahaan ditengarai telah memiliki komitmen dengan para pejabat Dinas Pendidikan. Adanya intervensi/arahan ini, dikeluhkan oleh para pelaksana panitia pembangunan, juga oleh unsur Komite sekolah penerima DAK. Tak cuma sampai disitu, Sekolah yang menerima DAK diwajibkan untuk memakai rangkabaja ringan yang dikerjakan oleh Perusahaan RCU dan GBP berdomisili di Cibinong-Bogor, dengan iming-iming ada potongan harga atau rabat Rp 15,000 / meter untuk kepala sekolah. "Bisa dibayangkan berapa dana harus dikeluarkan oleh sekolah penerima DAK, dan keuntungan yang diraup oleh para oknum yang tidak bertanggungjwab itu," ujarnya seraya berharap aksi mafia bantuan DAK Thn 2009 dibongkar tuntas karena merugikan keuangan negara/rakyat. (Yan/Hep/Raj)

Proyek di BBWS Cimanuk-Cisanggarung, Cirebon Diduga Bermasalah

CIREBON - Besarnya dana yang digelontorkan pemerintah pusat untuk perbaikan sarana irigasi di daerah aliran Sungai Cimanuk-Cisanggarung Jawa Barat, tampaknya menjadi 'berkah tersendiri' bagi oknum-oknum pejabat bermental korup di Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung. Bagaimana tidak, kebanyakan proyek-proyek yang dilaksanakan sebagian besar tidak mencantumkan Nilai Pagu Anggaran, sehingga terkesan proyek tersebut ditutup-tutupi. Salah satu proyek yang diduga bermasalah adalah Rehabilitasi Jaringan Irigasi yang berlokasi di Sindropraja pada TA. 2009 sebesar Rp. 1,5 m dengan sumber dana dari APBN dan dikerjakan oleh PT. KARYA KITA PUTRA PERTIWI. Dari pemantauan tim JURNAL METRO di lapangan, diketahui bahwa pengerukan yang dilaksanakan diduga tidak sesuai spek Juklak-Juknis, sebab pengerukan tersebut dilakukan hanya mengeruk bagian yang agak dangkal, namun hasil kerukannya dibuang kembali ke areal yang lebih dalam. Dengan pengerjaan seperti itu, ditakutkan hasil kerukan tersebut akan menjadi masalah baru apabila musim hujan, sebab lumpur-lumpur hasil kerukan tersebut akan menyumbat bagian hilir sungai ini. Akibatnya, bukan tak mungkin terjadi sendimentasi dan permasalahan baru, sebab hasil kerukan lumpur tersebut semestinya diangkat kedarat agar aliran irigasi tersebut lebih lancar dan proyek-proyek seperti ini diduga mengarah kepada terjadinya KKN. Menurut narasumber yang tidak mau disebutkan namanya, praktek-praktek seperti ini sudah sering terjadi di wilayah BBWS Cimanuk-Cisanggarung, mereka jarang sekali mencantumkan nilai proyek di papan pengumuman, sehingga masyarakat tidak pernah mengetahui nilai dari pekerjaan tersebut. Hal ini diduga karena biasanya para rekanan atau pelaksna proyek ada main mata dengan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) yang bersangkutan, sehingga tingkat pengawasan juga tidak diterapkan secara tegas. Dan biasanya para rekanan dan oknum pejabat di BBWS Cimanuk-Cisanggarung ada komitmen yaitu fee atau bonus ke oknum pejabat yang nilainya antara 10 % - 20 % dari setiap rekanan yang mendapatkan proyek. "Jadi apabila fee tersebut tidak ada, jangan harap rekanan bisa menang tender. Namun yang menjadi permasalahan untuk pembuktian fee tersebut kita tidak bisa, sebab biasanya mereka lakukan sangat tersembunyi dan rapi," ujar sumber tersebut. Ketika hal tersebut hendak dikonfirmasikan kepada pejabat terkait, selalu tidak ada tempat. Tetapi menurut salah seorang stafnya, yaitu sukar, rehabilitasi jaringan irigasi Di Rentang Si Sindopraja sah dilaksanakan, jika ada hal-hal yang diduga bermasalah kami sudah selesaikan. Sembari menceritakan beberapa oknum wartawan dan LSM yang sudah konfirmasi hal tersebut sudah diselesaikan. Entah apa artinya kata sudah diselesaikan dengan oknum wartawan dan LSM. Untuk hal tersebut diharapkan para penegak hukum agar segera melakukan penyelidikan sehingga kedepan para pelaku atau oknum pejabat bermental korup tidak selalu menggerogoti uang negara. (sahala)
Proyek di BBWS Cimanuk-Cisanggarung

Cirebon Diduga Bermasalah CIREBON - Besarnya dana yang digelontorkan pemerintah pusat untuk perbaikan sarana irigasi di daerah aliran Sungai Cimanuk-Cisanggarung Jawa Barat, tampaknya menjadi 'berkah tersendiri' bagi oknum-oknum pejabat bermental korup di Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung. Bagaimana tidak, kebanyakan proyek-proyek yang dilaksanakan sebagian besar tidak mencantumkan Nilai Pagu Anggaran, sehingga terkesan proyek tersebut ditutup-tutupi. Salah satu proyek yang diduga bermasalah adalah Rehabilitasi Jaringan Irigasi yang berlokasi di Sindropraja pada TA. 2009 sebesar Rp. 1,5 m dengan sumber dana dari APBN dan dikerjakan oleh PT. KARYA KITA PUTRA PERTIWI. Dari pemantauan tim JURNAL METRO di lapangan, diketahui bahwa pengerukan yang dilaksanakan diduga tidak sesuai spek Juklak-Juknis, sebab pengerukan tersebut dilakukan hanya mengeruk bagian yang agak dangkal, namun hasil kerukannya dibuang kembali ke areal yang lebih dalam. Dengan pengerjaan seperti itu, ditakutkan hasil kerukan tersebut akan menjadi masalah baru apabila musim hujan, sebab lumpur-lumpur hasil kerukan tersebut akan menyumbat bagian hilir sungai ini. Akibatnya, bukan tak mungkin terjadi sendimentasi dan permasalahan baru, sebab hasil kerukan lumpur tersebut semestinya diangkat kedarat agar aliran irigasi tersebut lebih lancar dan proyek-proyek seperti ini diduga mengarah kepada terjadinya KKN. Menurut narasumber yang tidak mau disebutkan namanya, praktek-praktek seperti ini sudah sering terjadi di wilayah BBWS Cimanuk-Cisanggarung, mereka jarang sekali mencantumkan nilai proyek di papan pengumuman, sehingga masyarakat tidak pernah mengetahui nilai dari pekerjaan tersebut. Hal ini diduga karena biasanya para rekanan atau pelaksna proyek ada main mata dengan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) yang bersangkutan, sehingga tingkat pengawasan juga tidak diterapkan secara tegas. Dan biasanya para rekanan dan oknum pejabat di BBWS Cimanuk-Cisanggarung ada komitmen yaitu fee atau bonus ke oknum pejabat yang nilainya antara 10 % - 20 % dari setiap rekanan yang mendapatkan proyek. "Jadi apabila fee tersebut tidak ada, jangan harap rekanan bisa menang tender. Namun yang menjadi permasalahan untuk pembuktian fee tersebut kita tidak bisa, sebab biasanya mereka lakukan sangat tersembunyi dan rapi," ujar sumber tersebut. Ketika hal tersebut hendak dikonfirmasikan kepada pejabat terkait, selalu tidak ada tempat. Tetapi menurut salah seorang stafnya, yaitu sukar, rehabilitasi jaringan irigasi Di Rentang Si Sindopraja sah dilaksanakan, jika ada hal-hal yang diduga bermasalah kami sudah selesaikan. Sembari menceritakan beberapa oknum wartawan dan LSM yang sudah konfirmasi hal tersebut sudah diselesaikan. Entah apa artinya kata sudah diselesaikan dengan oknum wartawan dan LSM. Untuk hal tersebut diharapkan para penegak hukum agar segera melakukan penyelidikan sehingga kedepan para pelaku atau oknum pejabat bermental korup tidak selalu menggerogoti uang negara. (sahala)

Pemda Diminta Memotong Masa Pengurusan Ijin Usaha

JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi meminta agar setiap pemerintah daerah (Pemda) mengurangi masa pengurusan ijin memulai usaha, yang biasanya 60 hari menjadi 30 hari. Selain akan mempermudah proses perijinan bagi mereka yang akan memulai usaha, memperpendek urusan birokrasi itu dipercayainya akan meningkatkan skala indeks prestasi korupsi di Indonesia. "Saya minta lama waktu perijinan dikurangi. Ijin memulai usaha saja perlu 60 hari, belum lagi ijin-ijin yang lain. Kalau di negara lain urusan ijin ini bisa dilakukan dalam waktu yang lebih pendek," katanya di acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional di Jakarta, akhir pekan lalu. Mantan Gubernur Sumatera Barat yang menjadi pembaca naskah deklarasi pencalonan Susilo B Yudhoyono-Boediono sebagai capres-cawapres dalam Pilpres lalu itu menambahkan, proses birokrasi yang lebih cepat akan membantu menciptakan iklim usaha yang kondusif. Dia juga meminta agar proses perijinan usaha dimasukkan sebagai indikator untuk menilai kualitas pemerintahan. Gamawan juga mendorong pemerintah daerah, kabupaten dan kota untuk menerapkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. "Kalau sudah satu pintu nanti mengajukan dari pintu itu, ngambilnya juga di situ. Persyaratannya sudah ditetapkan dan biayanya pun sesuai dengan yang sudah ditetapkan," ujarnya. Melalui cara ini maka tidak akan ada lagi pungutan liar atau biaya tidak semestinya yang harus dikeluarkan ketika mengurus ijin usaha maupun ijin-ijin lainnya. Gamawan menargetkan pada 2010 setiap daerah di Indonesia sudah menerapkan sistem tersebut. "Seharusnya tahun ini sudah semua tetapi ternyata belum semua mengajukan. Yang menjadi persoalan, tidak semua daerah secara psikologis siap menerapkan birokrasi bersih karena otomatis tidak bisa lagi mendapatkan pungutan dengan seenaknya," imbuhnya. Salah satu proyek yang dicontohkan Gamawan adalah daerah Batam, Kepulauan Riau, yang sudah menerapkan pelayanan satu pintu, dan tahun depan akan menerapkan pengurusan perijinan secara elektronik. "Di Batam ada 70 jenis yang sudah begitu. Infrastrukturnya saat ini sedang dikerjakan," terangnya. Sampai saat ini 314 daerah sudah menerapkan PTSP dan beberapa sedang dalam proses pengajuan. Menteri bahkan menjanjikan akan memberi insentif bagi pemerintah daerah yang menerapkan birokrasi yang bersih. Dan akan memberi sanksi kepada mereka yang menunda-nunda dengan mencabut insentif-insentif lainnya. Gamawan mengaku sudah menyiapkan sekitar Rp 25 miliar untuk pemberian insentif bagi daerah dengan sistem birokrasi satu pintu. Selain anggaran tambahan yang diminta kementrian dalam negeri ke menteri keuangan, Gamawan mengatakan departemen dalam negeri juga menyisihkan anggaran khusus untuk mendorong percepatan proyek ini. (Cok)

KPK Didesak Melanjutkan Penyelidikan Kasus Bank Century

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi agar melanjutkan penyelidikan kasus Bank Century. ICW menyesalkan jika KPK terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa tidak terjadi kejahatan korupsi yang harus ditanganinya. KPK diminta untuk juga memanggil semua pihak dan melakukan penyelidikan, kemudian mengeluarkan kesimpulan yang jelas. "Kami harap KPK jalan terus, tidak perlu terikat dengan ada atau tidaknya Pansus Century, karena kalau KPK masuk ranah politik maka akan bias alias tak jelas," kata Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho di Jakarta, Sabtu (12/12) lalu. ICW menilai, KPK adalah satu-satunya institusi yang berkompeten mengungkap skandal ini, bukan kepolisian dan kejaksaan, karena mengaca pada penyelesaian kasus Bank Bali dan BLBI. "Kalau dipegang kejaksaan dan kepolisian, kasus ini akan macet dan akan menjadi BLBI jilid II," kata Emerson. Kasus Bank Bali, dia menyebut hanya menjerat sebagian aktor pelaku dan sisanya yang lain berhasil kabur. Sedangkan dalam kasus BLBI, hanya 20 persen pemilik bank bermasalah yang sampai ke pengadilan, sisanya mengambang dan bahkan ada yang dihentikan penyelidikan (SP3). Emerson menilai, pada 2009, merupakan tahun di mana Indonesia menerima rapor merah pemberantasan korupsi, merahnya pun merah pekat. "Setelah saya hitung sejak 2004-2009, sudah ada 56 pidato Presiden soal pemberantasan korupsi. Presiden sebaiknya stop pidato tapi langsung aksi nyata, dukung KPK, bersihkan kejaksaan dan kepolisian, dan mendukung reformasi birokrasi," ujarnya. Menanggapi desakan KPK mengambil penyelidikan kasus Century, Wakil Ketua Pansus Century sekaligus anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Gayus Lumbuun menilai, DPR lah satu-satunya lembaga yang bertanggung jawab atas sosiologis masyarakat, termasuk hak politik rakyat. "KPK tidak pernah boleh menangani kasus yang tidak terkait keuangan negara. Kalau di kasus Century misalnya ada BUMN yang terlibat, boleh KPK masuk ke sana," ujar Gayus seraya meminta semua pihak percaya atas kinerja Pansus Century, meski sempat diragukan, yang terlihat dari penentuan ketuanya.
KPK-BPK Bertemu Dua lembaga, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah bertemu untuk membahas kasus Bank Century. Dari sembilan temuan hasil ekspose terkait soal kasus Bank Century, kesimpulan sementara KPK dan BPK, diduga terjadi tiga penyimpangan. "KPK bersama BPK telah menindaklanjuti hasil telaah kita mau pun bahan," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan HR Rasuna Said, Jumat (11/12) lalu. "Tapi masih perlu dielaborasi. Pertama, terjadi tindak pidana perbankan, kedua, money laundering, kemudian dugaan terjadi tindak pidana korupsi dan administrasi," kata Johan. KPK, tambah dia, hanya berwenang menangani kasus dugaan korupsi yang melibatkan penyelenggara negara atau penegak hukum. Ditambahkan Johan, BPK akan mengundang sejumlah lembaga termasuk KPK. "Nanti kita akan diundang oleh BPK untuk kordinasi dengan Polri, Kejaksaan. (Johnner)

CATATAN KHUSUS ED.41: Fokus dalam Penuntasan Kasus Bank Century

Kasus Bank Century terus bergulir bak bola salju. Setelah DPR membentuk Panitia Khusus Angket Cank Century, muncul pernyataan mengejutkan dari salah satu anggota Pansus Bambang Soesatyo yang menuding Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (saat itu menjabat Ketua KSSK) sempat bertemu dan berbicara dengan salah satu pemilik PT Bank Century, Robert Tantular, sebelum memutuskan pengucuran dana talangan yang menyedot uang negara sebesar Rp 6,7 triliun. Sontak pernyataan Bambang itu mengejutkan banyak pihak, bahkan membuat panas kuping Presiden Yudhoyono yang tak lama kemudian menyikapi tudingan tersebut dengan menyatakan agar jangan sampai ada pihak yang memfitnah dan juga mengganggu kinerja kabinetnya. Pembicaraan Sri Mulyani dengan Robert sekalipun belum pasti kebenarannya, telah menjadi "bumbu sedap" dalam polemik kasus Bank Century. Paling tidak, ikut memanaskan suhu politik nasional. Berselang setelah munculnya tudingan Bambang, muncul pernyataan mengejutkan Menkeu Sri Mulyani dalam wawancaranya yang dimuat The Wall Street Journal. Sri Mulyani mengatakan kasus Bank Century muncul karena ada orang yang tak senang terhadap dirinya, orang itu disebutkan adalah Aburizal Bakrie, konglomerat yang mantan Menko Kesra di kabinet SBY-JK dan kini menjabat Ketua Umum DPP Partai Golkar. Drama Bank Century pun tak hanya mencuatkan adanya perseteruan antara Sri Mulyani dengan Aburizal, beberapa hari lalu Direktorat Pajak Departemen Keuangan merilis pengumuman bahwa tiga perusahaan besar dibawah kendali kelompok usaha Bakrie milik Aburizal telah melakukan penggelapan pajak. Inilah cerita terbaru yang mewarnai polemik kasus Bank Century, mengungkapkan adanya perseteruan antar tokoh yang mengakibatkan suasana politik makin tidak kondusif. Publik pun menjadi bingung, sebenarnya ada apa dibalik semua ini? Namun demikian, sepatutnya kita berharap kasus ini tak menjadi bias atau diarahkan oleh pihak tertentu menjadi serangan balik pelaku penggelontoran dana talangan Bank Century. Penanganan kasus Bank Century haruslah diselesaikan secara hukum, bukanlah dengan kompromi atau atas dasar kepentingan politik. Sebab seperti yang ditegaskan oleh BPK, bahwa ada pelanggaran dalam penggelontoran dana triliunan rupiah ke Bank Century. Kita berharap, episode konflik Aburizal dengan Sri Mulyani ini tidak membuat perhatian publik beralih, karena memang muncul indikasi tersebut. Semestinya Pansus Angket melanjutkan tugasnya membongkar kasus ini melalui kewenangan politiknya. Sedangkan untuk penanganan kasus dugaan mengalirnya dana Bank Century ke sejumlah pihak, harus dilakukan oleh aparat hukum seperti KPK, Polri dan Kejaksaan dengan melibatkan PPATK dan BPK. Semoga, upaya penyelesaian kasus ini berada dalam jalur yang benar dan hasilnya adalah yang sebenar-benarnya. (Arthur Herman S)