Sabtu, 05 Desember 2009

Kasi PLS Disdik Tata Karwita : Tingkatkan Mutu Penyelenggaraan Program Keaksaraan

CIBINONG - Kepala Seksi Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Drs.Tata Karwita mengungkapkan, dalam upaya meningkatkan mutu penyelenggaraan Program Keaksaraan Fungsional (PKF) di Kabupaten Bogor, jajaran Seksi PLS Disdik melakukan berbagai tahapan starategis, antara lain perencanaan dan persiapan teknis dan administrasi secara cermat. Tahapan lainnya, ialah Pelaksanaan Pembelajaran, Pembinaan, Monitoring dan Pengawasan, serta Evaluasi dan Pelaporan.
Menurut Tata, untuk tahapan pelaksanaan pembelajaran, pihaknya mengacu pada pedoman yang ditentukan, yaitu jumlah jam pembelajaran harus mencapai 114 jam yang dilaksanakan selama 16 bulan. "Kemudian kompetensi dasar yang harus dicapai warga belajar, yaitu mampu membaca, menulis dan berhitung sederhana," papar Tata kepada JURNAL METRO, akhir pekan lalu.
Selain itu, dalam pelaksanaan pembelajaran, Tata mengatakan pihaknya menerapkan pola dan pendekatan pembelajaran yang mengutamakan konteks dan desain lokal. Ditambah dengan melakukan penilaian sebelum, selama dan sesudah program selesai dilaksanakan, dalam rangka menilai perkembangan kemampuan warga belajar.
Tata menjelaskan lebih lanjut, upaya lainnya untuk peningkatan penyelenggaraan PKF ialah Pembinaan, Monitoring dan Pengawasan (PMP) dalam rangka pengendalian program agar dapat berjalan dan berhasil dengan baik. "Hal yang tak kalah penting, PMP ini dilaksanakan secara intensif dan berjenjang oleh petugas fungsional di kecamatan (penilik) dan pengendali program di tingkat kabupaten. Dan pengawasan juga dilakukan oleh pejabat di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi dan pusat, sesuai kewenangannya," katanya.
Sementara dalam kaitan Evaluasi dan Pelaporan, jelas Tata lebih jauh, pihaknya melakukan evaluasi untuk mengukur keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Dalam hal ini, komptensi dasar yang ditetapkan, dan dalam evaluasi akhir dapat ditentukan warga belajar yang dianggap telah berhasil mencapai kompetensi dasar atau belum. 'Dan bagi yang memenuhi kompetensi itu, maka mereka berhak diberi Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA)," ujarnya.
Selanjutnya mengenai tahapan pelaporan, tambah Tata, pihaknya melakukan secara bertahap untuk memberikan berbagai gambaran kegiatan program mulai persiapan, pelaksanaan, hasil yang dicapai, hambatan dan kendala yang dihadapi selama masa pelaksanaan program berjalan. "Semua tahapan yang telah dan kami lakukan untuk program keaksaraan fungsional ini tak lain adalah untuk tercapainya target yang diharapkan dan ditetapkan oleh Pak Bupati," ujarnya. (Art)

DPRD Kab Bogor Dukung Program Kota Pendidikan di Wilayah Timur

TANJUNGSARI - Pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Bogor sangat mendukung rencana pembangunan kawasan pusat pendidikan tinggi di wilayah Kecamatan Tanjungsari. Hal itu ditunjukkan Komisi D DPRD dengan mengunjungi bakal lokasi Pusat Pendidikan yang akan dibangun tahun depan dan selesai pada 2015 mendatang, Selasa (24/11) lalu.
Sekretaris Komisi D DPRD Kabupaten Bogor, Hasan Abe, menyatakan secara prinsip Komisi D mendukung keinginan masyarakat Tanjungsari untuk mewujudkan kecamatannya menjadi Kota Pendidikan. Namun, kata dia, pihak Dewan masih membutuhkan masukan yang lebih konkret terkait persiapan sarana dan prasarana pendidikan di Tanjungsari.
“Selain sarana pendidikan, sebutan Kota Pendidikan dengan sendirinya akan terwujud bila di wilayah itu juga sudah mencerminkan nuansa pendidikan. Tapi, kami salut dengan keinginan masyarakat Tanjungsari yang sangat besar meskipun fasilitas pendidikan belum menunjang,” ungkap Hasan Abe yang juga anggota Fraksi Golkar DPRD.
Ia menambahkan, suatu kesalahan bila Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor tidak memberikan respons terhadap program Kota Pendidikan ini. “Meskipun fasilitas pendidikan di Tanjungsari belum menunjang, jadi wajar keinginan masyarakat sangat luar biasa, dan salah jika pemerintah tidak merespon aspirasi yang datang dari bawah itu,” tegasnya.
Dalam kunjungan itu, Kepala Desa Sirnarasa Kecamatan Tanjungsari Deden S. Nugraha mengharapkan Komisi D tidak setengah hati membantu masyarakat Tanjungsari untuk mewujudkan kecamatannya menjadi kota pendidikan di wilayah timur Kabupaten Bogor. “Kami tidak ingin masyarakat terus dalam kondisi tertinggal. Jadi kami sepakat dan berjuang semaksimal mungkin untuk membuat kecamatan kami memiliki ciri khas tersendiri,” kata Deden.
Sementara Camat Tanjungsari Beben Suhendar menegaskan perubahan budaya dan gaya hidup masyarakat Tanjungsari sangat penting untuk mewujudkan visi Tanjungsari menjadi Kota Pendidikan. “Bila masyarakat itu petani, mereka mereka harus menunjukan bahwa mereka petani yang terdidik, begitu juga dengan pedagang dan profesi lainnya," imbuh birokrat yang juga penggagas Jalur Puncak II di Sukamakmur itu. (Di'as)

SMPN I Tanjung Sari Diduga Memungli Siswa

TANJUNGSARI - Pendidikan Gratis yang dicanangkan oleh pemerintah, hanya omong kosong belaka. Seperti yang terjadi di SMPN I Tanjungsari, ditengarai masih banyak pungutan liar padahal sudah ada dana BOS, BOS BUKU, BSM. Ironisnya, sampai ada siswa yang ditelanjangi karena tidak mengenakan ikat pinggang dan seragam yang dijual oleh pihak sekolah.
Menurut nara sumber yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, SMPN I Tanjung Sari ini sejak lama tidak pernah gratis. warga juga bingung, katanya sekolah Gratis/wajib belajar 9 Tahun, tapi kenyataannya di sekolah ini banyak sekali pungutan, seperti iuran ATK sebesar Rp 2.500/ siswa setiap bulan, lalu siswa diwajibkan membeli ikat pinggang sebesar Rp. 10.000 dan setiap Renang di pungut Rp 12.000. Selain itu, siswa baru-baru lalu harus membayar Iuran qurban sebesar Rp. 10.000/siswa. Dan siswa setiap bulan harus membayar iuran Rp 17.500.
Dan yang lebih tragis, dua minggu yang lewat ada seorang siswa yang tidak memakai ikat pinggang dan seragam yang dijual pihak sekolah, oleh pihak sekolah ditelanjangi, sehingga pulang hanya mengenakan celana dalam dan kaos dalam. Akibat sejumlah orang tua siswa mengeluh dan merasa keberatan dengan kebijakan sepihak pengurus sekolah.
Ketika hal ini dikomfirmasi Ke SMPN I, kepala Sekolah Drs. Endin tidak ada di tempat. JURNAL METRO diterima oleh 2 orang Guru, yaitu Nia selaku Kordinator BP dan Yedi Wedyatama. Keduanya mengakui pungutan itu benar adanya. "Tapi semua itu hanya untuk mendidik agar ada keseragaman seluruh siswa. Dan Gesper itu juga benar kami menjual, karena biar seragam dan ada logo SMPN I. Tapi semua itu kita atas dasar musyawarah dengan komite juga mengacu pada Buku penghubung yang dibuat kepala sekolah yang lama," ujar Nia.
Keduanya malah balik bertanya, kenapa baru sekarang para orang tua murid mengajukan keberatan padahal sebelumnya tidak ada yang keberatan. "Untuk lebih jelasnya silahkan bapak (Wartawan) datang pada hari Sabtu, Kepsek, Komite, juga Wakepseknya nanti ada karena ada acara pemotongan qurban," tandasnya. Namun saat pemotongan Qurban pada Sabtu (28/11) lalu, ternyata Kepala sekolah tidak datang sehingga JURNAL METRO gagal mengkonfirmasinya. (Di'as/JU)

ESP USAID Bangun PLTA/Pikrohidro Untuk Masyarakat Desa Tangkil

CARINGIN - Peresmian sekaligus penyerahan dan sosialisasi pelatihan teknis pengelolaan pembangkit listrik tenaga air/Pikrohidro (PLTA) oleh Environmental Service Program (ESP) bertempat di Kampung Jogjogan RT.01/02, Desa Tangkil, Kec. Caringin-Kab. Bogor tanggal 19 November lalu disambut gembira oleh masyarakat. Lantaran sudah puluhan tahun, baru kini masyarakat bisa menikmati aliran listrik yang sangat dinanti-nantikan.
Kepala Desa tangkil, H Acep Awaludin, mengucapkan syukur dan terimakasih atas dibangunnya PLTA/Pikrohidro yang merupakan program USAID untuk program sarana hidup manusia (BHS/Basic Human Services program) bekerja sama dengan Yayasan Bina Usaha lingkungan (YBUL) serta Form Peduli Air (FORPELA) dan Balai Besar Taman Nasional Gunung Pangrango(BBTNGP). "Sebab selama 64 tahun, masyarakat Tangkil baru bisa menikmati aliran listrik pada hari ini setelah PLTA diresmikankan dan diserahkan oleh ESP USAID kepada Pemerintahan Desa Tangkil. Kami banyak mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga," imbuhnya.
Menurut Acep, dengan keberadaan PLTA ini menjadi motivasi, memicu semangat terutama untuk membuat masyarakat, seperti kelompok Tani Garuda Ngupuk, Saluyu, dan KSM Cinagara Mandiri, untuk membantu petugas-petugas Balai Besar Gunung Pangrango, dalam menjaga konservasi serta merawat lebih baik lagi terutama PLTA/Pikrohidro, yang utama pemanfaatan sumber air di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Pangrango," kata Acep.
Selanjutnya ESP USAID sebagai pelaku utama bisa terlaksananya PLTA/Pikrohidro, yang diwakili Ny. Monik, menyampaikan permohonan maaf karena pimpinan ESP USAID tidak bisa datang. "Namun yang terpenting program ini berjalan dengan baik, sebab kita ingin meninggalkan jejak yang tidak terlupakan, sesuatu yang bermanfaat bagi kita semua," ujarnya.
Pihak ESP USAID merasa bangga karena tanpa bergantung pada PLN untuk mewujudkan sarana penerangan listrik buat masyarakat. "Kami bisa sendiri, tanpa harus orang lain mematikan listrik, yaitu dengan tenaga air, namun implikasinya kita harus memproteksi dengan air, supaya air tetap dan listrik kita tetap menyala," katanya.
Sebenarnya, tambah Monik, target ESP untuk kapasitas PLTA adalah 10.000 watt, namun baru bisa direalisasikan 3000 watt. ESP disini hanya sebagai pemula, memberikan contoh, dan itu semua dikembalikan kepada stakeholder yang berada di sekitar Taman nasional Gunung Pangrango dan di Desa Tangkil.
"Untuk mengembangkan kapasitas PLTA ini, silahkan berkonsultasi dengan yang memiliki kapasitas, yaitu YBUL atau juga Balai Besar Gunung Pangrango, kami hanya membantu membukakan jalan saja," tambah Pimpinan YBUL, Agus Widianto, seraya mengutarakan tentang bagaimana mekenisme tentang pembangkit listrik tenaga air(PLTA/Pikrohdro) dan dalam menjaga konservasi, serta perawatan dan pemanfaatan yang baik, (Hep/Yan)

Sekda : Tahun 2010, Pemkab Bogor Genjot Investasi

CIBINONG - Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor Hj. Nurhayanti, SH.MSi, mengatakan bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) tahun 2010 akan berupaya keras menggenjot investasi dari luar daerah untuk mendorong laju roda perekonomian daerah dan sekaligus meningkatkan kapasitas lapangan kerja yang memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Kab.Bogor.
Untuk itu, tambah Nurhayanti, Bupati telah meminta kepada Badan Perijinan Terpadu (BPT) untuk membuka peluang bagi investor menanamkan modalnya di Kabupaten Bogor. “BPT harus membuka peluang seluas-luasnya bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di sini. Tentunya, harus sesuai aturan yang ada di Kabupaten Bogor," kata Yanti, sapaan akrab mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah ini kepada wartawan, akhir pekan lalu.
Dengan masuknya investor baik asing maupun daerah, lanjut Yanti, dipastikan bakal mendongkrak pendapatan daerah yang memang sangat dibutuhkan untuk menutup defisit anggaran. "Di sinilah peran BPT diperlukan. Mereka (BPT) harus dapat berinovasi dan kreatif dalam menarik minat pemodal. Mengenai aturan kan sudah jelas dan jika ada yang dianggap kurang tinggal disesuaikan atau diusulkan,” imbuhnya.
Menurutnya lagi, selain letak geografis yang cukup strategis, daya dukung Sumber Daya Alam yang dimiliki Kabupaten Bogor sangatlah memungkinkan para investor untuk datang menanamkan modalnya. Sekarang, kata Yanti, tinggal bagaimana dinas-dinas terkait memanfaatkannya. “Butuh kejelian SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) untuk mendatangkan investor,” ujarnya.
Sekda Yanti juga menambahkan Pemkab juga akan berupaya meminimalisir resistensi yang muncul pada saat investor datang dan sudah menentukan lokasi untuk kegiatan usahanya. Sebab bagaimanapun juga, pasca kegagalan pembangunan TPST Bojong, cukup banyak investor yang merasa kuatir karena iklim investasi di Kabupaten Bogor dianggap kurang kondusif.
"Kini, Pemkab benar-benar harus bekerja ekstra keras guna meyakinkan kembali para calon penanam modal bahwa Kabupaten Bogor sangat aman dan kondusif. Karenanya, setiap rencana investasi harus dikaji lebih dulu, baik itu aspek lokasi, perijinan dan kultur masyarakat di wilayah tujuan investasi. Lalu dilakukan sosialisasi dan pendekatan kultural kepada masyarakat di sekitar bakal lokasi investasi, ini menjadi PR kita bersama," pungkasnya. (Arthur)

Ketua DPRD dan Kalangan LSM Apresiasi Kinerja Badan Anggaran

CIBINONG - Ketua DPRD Kabupaten Bogor H.M Adjat Sudradjat, memuji kinerja pimpinan dan anggota Badan Anggaran (Banang) DPRD karena tepat waktu dalam membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Kab.Bogor Tahun 2010, walau masa pembahasan sangat sempit dan terbatas. Pujian dari pimpinan DPRD kepada Banang yang dikomandoi Iyus Djuher itu juga disebabkan Banang berhasil mengkatrol APBD 2010 hingga tidak terjadi defisit anggaran sebagaimana yang diperkirakan oleh Panitia Anggaran Pemkab Bogor sebelumnya.
"Yang baik harus dipuji karena itu memang semestinya, saya sangat mengapresiasi kinerja Badan Anggaran dalam membahas dan menyusun APBD 2010 bersama panitia anggaran eksekutif (Pemkab). Hasilnya kan sudah kita ketahui, tepat waktu dan bisa mendorong APBD 2010 lebih efisien dan efektif, artinya pemangkasan anggaran dititikberatkan pada program dan kegiatan yang lebih prioritas dan dibutuhkan masyarakat luas," kata Adjat kepada JURNAL METRO, Senin (1/12).
Adjat sendiri secara khusus mengapresiasi Ketua Banang Iyus Djuher yang telah menunjukan kapasitasnya sebagai sosok yang menguasai bidang anggaran. "Beliau itu harus diakui sebagai sosok yang mumpuni di bidang keuangan (anggaran, Red). Buktinya, beliau bisa mendorong Banang untuk memangkas pos-pos anggaran yang dianggap tidak efisien dan kurang efektif. Dan hasil ini pun menunjukan bahwa beliau tidak seperti anggapan orang, bahwa beliau akan lebih mengedepankan kepentingan pribadinya dalam pembahasan APBD. Jadi saya kira pantaslah kinerja Pak Iyus kita apresiasi," tambah wakil Ketua DPC Demokrat Kab.Bogor ini.
Pujian senada juga disampaikan sejumlah aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang turut memantau proses pembahasan dan penyusunan APBD 2010. Menurut Direktur Eksekutif LSM P-Sigma Aminuddin dan Direktur Eksekutif LSM KOMPASKN, Rico Pasaribu, kinerja Badan Anggaran ditengah waktu yang sempit atau hanya memiliki masa tugas satu bulan, sudah cukup baik. Indikatornya, selain tepat waktu dan meniadakan defisit anggaran, Banang DPRD juga cukup jeli menangkap aspirasi masyarakat sebagaimana yang disampaikan kalangan LSM dalam hearing dengan pimpinan DPRD dua pekan lalu.
"Kita puji karena hampir semua usulan dari Musrenbang Kecamatan dan Kabupaten terakomodir dalam APBD 2010. Saya kira ini bisa terjadi karena kuatnya komitmen politik Ketua, Wakil Ketua DPRD dan anggota Badan Anggaran terhadap kepentingan rakyat. Namun demikian, saya berharap di tahun 2010 nanti Dewan mampu konsisten mengawal pelaksanaan APBD, jangan hanya berhenti pada budgetingnya (penyusunan anggaran) saja," kata Aminuddin dan Rico yang didampingi sejumlah aktivis dari LSM KOMPAK, Harmoni, GNPK, LEKAS dan OKP Gerakan Pemuda Ka'bah.
Aminuddin yang juga Koordinator Koalisi LSM Bogor Raya (KOLBAR) menegaskan, sejumlah LSM yang tergabung dalam KOLBAR akan terus mengawal pelaksanaan APBD oleh Bupati Rachmat Yasin dan jajarannya. "Tujuan kita adalah agar realisasi APBD itu benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat, dan jangan sampai ada oknum-oknum yang menyimpangkan program-program yang menyentuh kepentingan masyarakat. Kami bertekad untuk terus-menerus memantau pelaksanaan program-program eksekutif," tegasnya. (Arthur/David)

Penegakan Hukum dan Pers Jadi Pilar Perdamaian

PONTIANAK - Perdamaian dalam masyarakat yang plural tidak hanya mensyaratkan toleransi. Dibutuhkan pula penegakan hukum yang tegas dan konsisten serta peranan pers melalui jurnalisme profesional yang bisa mendorong terwujudnya suasana damai di tengah masyarakat.
Demikian mengemuka dalam Seminar Kebangsaan bertajuk 'Bhinneka Tunggal Ika: Kesatuan Dalam Keberagaman dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia', Sabtu (28/11) lalu di Pontianak. Seminar diselengggarakan Center for Research & Inter-religius Dialogue (CRID) yang bekerja sama dengan Putut Prabantoro Associates dan Clara Niken Fashion Spot.
Hadir sebagai pembicara Untung Sidupa Ketua World Vision Indonesia (WVI) Regio Kalimantan, mantan Wakil Kepala Staf TNI AD yang kini menjabat Komisaris Kelompok Usaha Artha Graha Grup, Letjend Purn Kiki Syahnakrie, Wali Kota Singkawang Hasan Karman, Asisten Jenderal Ordo Dominikan Bidang Komunikasi Pastor Scott Steirkerchner.
Menurut Hasan, pada dasarnya semua agama mengajarkan pluralisme dan perdamaian. Konflik bernuansa agama muncul karena ada pihak-pihak yang mempolitisasi agama untuk mencapai kepentinganny a sendiri. Senada dengan Hasan, Kiki menyatakan, pluralisme merupakan fitrah atau pemberian dari Yang Mahakuasa. Oleh karena itu, kebhinekaan Indonesia harus disyukuri dan bahkan dijadikan kekuatan untuk membangun bangsa.
Dari pengalaman Hasan sebagai warga etnis Tionghoa yang maju dalam pemilihan kepala daerah, konflik bisa dicegah manakala ia memilih tidak meladeni pihak yang mengajak berkonflik. Pada saat bersamaan, ia membiarkan hukum bertindak menyelesaikan konflik tersebut.
Di sisi lain, Hasan menyatakan, pers juga memiliki tanggung jawab moral untuk menciptakan perdamaian. "Pers yang bebas dan bertanggung jawab tidak sepatutnya memunculkan isu yang berpotensi memunculkan konflik antar kelompok dan golongan," katanya.
Pada kesempatan itu, WVI sebagai lembaga kemanusiaan umat Kristiani yang berfokus pada anak, membagikan pengalamannya yang 'dicurigai melakukan kristenisasi' saat memfasilitasi program untuk anak. "Butuh waktu dan konsistensi sehingga kami bisa diterima masyarakat. Mereka pada akhirnya yakin bahwa pelayanan kami benar-benar berorientasi pada anak, tanpa mempersoalkan agama," kata Untung. (Art)

Menkes Promosikan Pejabat yang Terlibat Kasus Dugaan Korupsi

JAKARTA - Kasubdit P2TB Ditjen PP dan PL Departemen Kesehatan (Depkes), Dr. Jane Soepardi yang diduga terlibat dalam kasus pemalsuan tandatangan Sesditjen (ketika itu dijabat oleh Dr. T. Marwan Nusri, MPH), kini malah diangkat menjadi salah satu pejabat eselon dua sebagai kepala pusat data dan survailans di lingkungan Depkes RI .
Kasus pemalsuan tersebut bermula dari adanya rencana kedatangan OAT Kat 1 (bantuan obat dari GF) dipelabuhan Tanjung Priuk Jakarta. Maka untuk itu Dr. Jane Soepardi (Kasubdit P2TB) selaku program manager GF – ATM komponen TB pada tanggal 21 Nopember 2009 mengajukan perhitungan harga sendiri (HPS) untuk jasa inklaring kepada Sesditjen PP dan PL sebesar Rp. 397.073.040,-.
Biaya HPS tersebut dimaksudkan untuk mendapat persetujuan dari Sesditjen sebagai pedoman untuk jasa pengurusan pengeluaran obat dari pelabuhan tanjung Priuk hingga ke gudang Depkes di jalan Percetakan Negara No. 23 Jakarta. Menurut Dr. Jane Soepardi dalam surat tersebut didasarkan kepada harga penawaran pemenang tender inkliring No. 022/BMJ/VIII/2008 tanggal 15 Agustus 2008 atas nama PT. Bandar Metropolitan Jakarta.
Pada tanggal 24 Nopember 2008 turunlah surat dari Sesditjen (ternyata surat dan tanda tangan dipalsukan) yang menetapkan estimasi HPS. Hal ini dapat dipastikan bahwa pemalsuan oleh Dr. Jane Soepardi telah terjadi, sebab Drs. T. Marwan sendiri sudah membuat keterangan tertulis bahwa dirinya tidak pernah membuat surat pengantar atau menandatangani addendum pertama dengan pihak lain terkait jasa inklaring dimaksud.
Untuk diketahui bahwa, ada beberapa surat dan tandatangan Sesditjen yang dipalsukan antara lain surat penetapan estimasi HPS, addendum pertama perjanjian kontrak antara Authorized Primcipal – Recipient GF Aid, TB dan Malaria (GF - ATM / Komponen TB) dengan PATH mengenai pengeluaran obat tanggal 5 Januari 2009.
Selain itu dalam perjanjian kontrak pada tanggal 11 Desember 2008 yang lalu ternyata tandatangan Sesditjen pun dipalsukan. Maka dengan demikian seluruh dokumen dalam proses dan perjanjian kontrak dalam kasus ini dapat dipastikan fiktif. Anehnya, Dr. Jane Soepardi yang sudah diperiksa di POLDA METRO JAYA, justru mendapat kenaikan pangkat (jabatan) menjadi Kepala Pusat (Kapus) data Survailans Depkes dan pada hari Rabu (18/11) lalu dilantik.
Kasus ini sudah ramai di bicarakan di lingkungan Ditjen PP & PL, bahkan Dirjen PP & PL ,Prof.Chandra Yoga telah mengetahuinya,, namun tidak berbuat tindakan apa-apa. Ketika hal ini ditanyakan kepada Kabag HOH, Barlian SH, tidak bersedia memberikan jawaban, bahkan terkesan mengelak.
Diharapkan menteri yang baru Dr. Sri Endang Sedyaningsih tidak tutup mata dalam masalah ini. Sebab publik dan kalangan LSM mengharapkan agar Dr.Jane Soepardi sebagai pejabat baru Kapus Data Survailans diganti karna dikhawatirkan akan melakukan perbuatan yang menyimpang di masa yang akan datang. (Johnner)

Oknum Pemungli Dana PUAP di Pandeglang Akan Diseret ke Polisi

PANDEGLANG — Menyusul pemberitaan di sebuah Surat Kabar terkait adanya beberapa oknum mengaku sebagai Kordinator LSM dan Wartawan Pandeglang yang ditengarai telah melakukan pungli kepada sejumlah Ketua Gapoktan (gabungan kelompok tani) penerima Dana PUAP di tiga Kecamatan, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab.Pandeglang H.Drh.Cahyan Sopyandi M.Si merasa geram dan berjanji akan melaporkannya kepada pihak berwajib.
Seperti diberitakan JURNAL METRO sebelumnya (edisi 38/Tahun II), pegawai PPL (petugas penyuluh lapangan) Kecamatan Cadasari, Bay alias Beben dan PPL Kecamatan Keroncong, Asep, menyebutkan bahwa ada oknum yang mengaku kordinator LSM atau wartawan berinisial Awg dan Us meminta sejumlah uang kepada 4 Ketua Gapoktan di Kecamatan Cadasari dan 2 Ketua Gapoktan di Kecamatan Keroncong, masing-masing dari setiap Ketua Gapoktan sebesar Rp.5 Juta.
Begitu pula sesuai yang dilaporkan Ketua OKP Pemuda Pancasila, Aap Aptadi melalui pesan singkat kepada wartawan JURNAL METRO, bahwa di Kecamatan Sumur, ada 3 desa yaitu Kerta Mukti, Tamanjaya, dan Desa Ujung Jaya, masing-masing Ketua Gapoktannya dipinta oleh oknum sebesar Rp.20 Juta. “Dengan telah keluarnya dana PUAP, di Kecamatan Sumur ada 3 desa, Kerta Mukti, Taman Jaya, Ujung Jaya, masing-masing Gapoktan hanya menerima Rp.80 Juta” demikian bunyi SMS yang dikirimkan Aap.
Sementara Kepala Distanbun Cahyan menyatakan tak pernah menginstruksikan kepada bawahannya untuk melakukan hal tersebut (meminta jatah kepada para Ketua Gapoktan-red). "Dan kalau ada oknum yang melakukan hal itu, maka sebaiknya Ketua Gapoktan segera melaporkannya kepada aparat penegak hukum, dan kami pun sama akan melaporkannya ke Polres Pandeglang, agar kasus tersebut segera diusut," ujar Cahyan saat dikonfirmasi di ruang kerjanya belum lama ini.
Masih kata lelaki yang berpenampilan kalem itu, PUAP adalah program usaha agrobisnis pertanian yang dicanangkan pemerintah pusat dengan dialokasikan dana sebesar Rp.100 Juta untuk setiap masing-masing kelompok tani yang tersebar di 32 kecamatan atau terdiri 116 Gapoktan di wilayah Kabupaten Pandeglang, dengan demikian anggaran seluruhnya dari APBN yang digelontorkan ke Pandeglang sebesar Rp.1,6 Milyar.
Tujuannya kata Cahyan, adalah untuk mencetak agar para petani bisa mandiri serta tidak lagi terjerat para tengkulak. Selain itu, para petani juga dididik tentang bagaimana cara memanage keuangan sendiri, sehingga dana dari pemerintah itu bisa terus bergulir dan memperkuat basis ekonomi kerakyatan, bahkan bisa saja mereka mengarah untuk membentuk koperasi demi kemajuan dan kesejahteraan para petani itu sendiri.
“Setelah ketahanan ekonomi di tingkat para petani nantinya dapat dirasakan, selanjutnya mereka harus bisa mempertahankannya, kemudian mereka akan terus mengembangkan hasil pertaniannya tentang berbagai komditi pertanian, baik kwalitas mau pun kwantitasnya, sehingga di negara kita ini, pata petaninya semakin sejahtera seperti yang terjadi di negara-negara maju contohnya di Jepang," pungkasnya. (Sep)

Siap Serahkan Data ke DPR, Kepala PPATK Minta Perlindungan

JAKARTA — Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein menegaskan bahwa ia siap menyerahkan data aliran dana dari Bank Century ke pihak lain kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Namun, ia meminta ada perlindungan dan penyerahan data itu memiliki dasar hukum. ”Saya kurang tahu aturan (dasar hukum dan perlindungan) di DPR,” kata Yunus di Jakarta, Jumat (27/11) lalu.
Pernyataan itu terkait dengan ditunggu-tunggunya data aliran dana Bank Century yang dipegang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan laporan hasil audit investigasinya kepada DPR pada 23 November lalu.
Yunus menyatakan, PPATK tidak dapat mengumumkan aliran dana itu ke publik. Itu karena ada ketentuan dalam Pasal 10A dan 17A UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang intinya menyebutkan, PPATK dan siapa pun yang memperoleh dokumen itu wajib merahasiakannya.
Setelah hasil audit BPK, kalangan DPR menunggu data dari PPATK tersebut. Maruarar Sirait, anggota DPR yang juga inisiator hak angket kasus Bank Century, mengatakan, Panitia Khusus Hak Angket DPR yang kelak terbentuk kemungkinan besar akan memanggil PPATK untuk meminta data aliran dana dari Bank Century ke pihak lain. ”PPATK tidak perlu takut memberikan data tersebut,” kata Maruarar yang merupakan anggota Fraksi PDI-P.
Di lain pihak, Ketua Mahkamah Konstitusi Moh Mahfud MD berpendapat, apabila Panitia Khusus Hak Angket DPR sudah memanggil PPATK, lembaga itu harus mau membuka datanya. ”Siapa saja yang dipanggil DPR, termasuk Panitia Khusus Hak Angket, harus datang. Diminta data, harus beri,” ujar Mahfud.
Yunus lebih lanjut menjelaskan, PPATK tak pernah menolak permintaan informasi dari BPK. Bahkan, PPATK telah memberi BPK informasi tentang aliran dana keluar, masuk, dan tujuan penggunaan dana dari Bank Century. Untuk mendapatkan informasi itu, PPATK telah meminta data aliran dana kepada 16 penyedia jasa keuangan (PJK).
”Sampai 23 November 2009 telah diterima informasi sekitar 50 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) dari 10 PJK. Dari analisis kami, setidaknya ada 17 penerima, berupa perusahaan dan individu,” tutur Yunus. Dia menambahkan, proses analisis LTKM lainnya masih berjalan.
Karena terbatasnya waktu audit, Yunus mengatakan, BPK hanya minta dua sampai tiga lapis aliran dana dari Bank Century. ”Pada perpindahan kedua dan selanjutnya, bisa jadi bercabang. Padahal, untuk mendapatkan data satu lapis aliran dana dari PJK, bisa butuh waktu beberapa minggu,” paparnya. (Johnner/Cok)

MUSCAB PD KAB BOGOR: Kader SBY di Kabupaten Bogor Kecewa pada Elit Demokrat

BOGOR - Konflik di internal DPC Partai Demokrat (PD) Kabupaten Bogor pasca deadlock Musyawarah Cabang (Muscab) ke-1 partai yang didirikan Presiden Yudhoyono itu di Wisma Bahtera, Puncak, pada tanggal 22-23 November lalu, menyisakan kekecewaan mendalam mayoritas kader partai. Mayoritas kader menuding ada oknum pengurus DPP, DPc dan PAC yang bermain api dengan menggunakan cara-cara kotor sehingga Muscab deadlock dan ditunda selama 16 hari oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
Karenanya, kader Demokrat Kabupaten Bogor mengharapkan Presiden SBY ikut peduli dan turun tangan menengahi konflik yang terjadi. Sebab bagaimanapun juga, penundaan pelaksanaan Muscab dilakukan oleh pengurus pusat yang secara sepihak menghentikan Muscab hanya karena adanya sejumlah pengurus enam PAC yang mengklaim sebagai pengurus sah. Padahal dalam verifikasi sebelum pelaksanaan Muscab, masalah administrasi PAC sudah selesai dan tak ada masalah.
Bahkan, Kubu Calon Ketua, Tubagus Nasrul Ibnu HR, yang didukung 23 PAC serta jajaran pengurus DPC PD Kab. Bogor mensinyalir ada oknum-oknum politisi di DPC dan Fraksi Demokrat di DPRD pendukung calon ketua Panji Sukmana yang terkesan banci dan tidak gentlemen karena telah berupaya menggagalkan pelaksanaan Muscab ke-1 dengan menghadirkan pengurus enam PAC tandingan yang membawa surat mandat kembar. Sehingga pelaksanaan pemilihan menjadi kacau dan ditunda secara sepihak atas perintah Ketua Umum DPP Hadi Utomo.
"Kami sangat kecewa karena pelaksanaan Muscab Demokrat kembali gagal setelah pada Muscab tahun 2007 juga gagal akibat konflik. Seharusnya seluruh kader mengutamakan persatuan dan kesatuan partai, bukannya ambisi kekuasaan dan kepentingan pribadi. Saya sendiri sebagai kader struktural partai merasa sangat malu, karena masyarakat menilai partai yang dipimpin Pak SBY ini adalah partai yang bersih dan mengedepankan etika dalam berpolitik," ujar Moch Yusuf, fungsionaris DPC Demokrat Kab.Bogor kepada JURNAL METRO, akhir pekan lalu.
Sejumlah kader lainnya menengarai buntunya pelaksanaan Muscab lebih disebabkan oleh permainan kotor yang dilakukan beberapa oknum elit partai di DPC dan Fraksi Demokrat di DPRD, tujuannya untuk menggolkan salah satu calon yang 'konon' didukung oleh Ketua Umum DPP Partai Demokrat Hadi Utomo. "Calon yang kabarnya direstui ketua umum itu kurang diterima oleh pengurus PAC lantaran tidak jelas konstribusinya, tapi ia memaksakan diri dengan berbagai cara sehingga Muscab jadi deadlock," ujar seorang pengurus DPC yang menolak disebutkan identitasnya.
Sementara itu, Menurut Ketua DPC Demokrat Kab.Bogor, Max Sopacua, sebenarnya tidak ada masalah di enam PAC yang dikabarkan memiliki kepengurusan ganda. Karena dasarnya mereka telah melakukan Musancam dan Berita Acaranya juga ada. Max juga membantah keras pernyataan Wakil Ketua DPC Demokrat Junaedi Sirait yang mengatakan adanya SK kembar. "Tidak ada SK kembar, itu tanggung jawab saya dan Sekretaris DPC PD," ujarnya.
"Kalau memang Junaedi Sirait itu kader dan politisi Demokrat, maka ia juga harus hadir sampai tuntas mengikui jalannya Muscab hingga kalau terjadi argumen-argumen yang menyangkut soal organisasi, ia juga harus ikut bertanggung jawab dan jangan lari begitu saja. Politisi macam apa seperti itu. Apalagi, ia juga tercatat seorang pengurus DPC," tambah Max yang juga pengurus DPP.
Max mengendus penundaan Muscab ke-1 sampai tanggal 16 Desember 2009 tersebut sudah direkayasa oleh oknum DPD dan DPP yang terkesan mendukung kubu Panji Sukmana. Namun demikian, Max menyatakan, Muscab lanjutan PD Kabupaten Bogor harus benar-benar dilaksanakan dan tidak boleh ada istilah carataker lagi seperti yang terjadi pada Muscab 2007 lalu. "Tidak boleh ada caretaker lagi. Kalau terjadi lagi akan sangat memalukan dan mencoreng nama baik Partai Demokrat. Harus diingat Demokrat Kabupaten Bogor berhasil menempatkan 14 anggota DPRD periode 2009-2014, karenanya Kabupaten Bogor menjadi salah satu barometer kemajuan partai," katanya. (Cok)

Jalur Puncak II, Kapan Diwujudkan?

SUKAMAKMUR - Pernyataan Bupati Bogor Rachmat Yasin yang menyebutkan akses menuju Jalur Puncak II masih menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, membuat lega sebagian kalangan masyarakat di wilayah timur Kabupaten Bogor. Pasalnya, pembangunan Jalur Puncak II yang menghubungkan Sukamakmur dengan daerah Cianjur diprediksi dapat mempercepat pembangunan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kecamatan Sukamakmur dan sekitarnya.
"Walau Pemprov Jawa Barat tidak mengakomodir Jalur Puncak di APBD Provinsi 2010, namun pernyataan Bupati Rachmat Yasin merupakan jaminan bahwa jalur strategis itu tetap berjalan sesuai dengan rencana. Kita berharap tindakan konkrit dari Pemkab Bogor, jangan sampai pernyataan Bupati itu hanya sekedar retorika," tegas Rico Pasaribu, Sekretaris KOaliasi LSM Bogor Raya (KOBAR) kepada JURNAL METRO, baru-baru ini.
Menurut Rico, pembangunan Jalur Puncak II adalah harapan masyarakat luas untuk meninggalkan keterisolasian dan ketertinggalan di berbagai bidang. Hal ini mengingat potensi alam di wilayah tersebut sangat bagus dan potensial untuk dikembangkan. "Saya berharap Pak Bupati bisa mendorong agar tahun 2010 pembangunannya berjalan dan bisa selesai di tahun berikutnya," tegas Rico yang juga Direktur Eksekutif LSM KOMPASKN Bogor Raya.
Sebelumnya kepada wartawan awal pekan lalu, Bupati Rachmat menegaskan Pemkab Bogor bertanggungjawab membuka akses untuk pembangunan Jalur pUncak II. Sehingga, kata Bupati, pihaknya berencana membuka akses jalan yang menghubungkan Sirkuit Sentul Babakan Madang dengan Kecamatan Bogor.
“Untuk tahap pertama, Pemkab bekerja sama dengan Mega Kuningan untuk membebaskan tanah seluas 120 hektar untuk membuat akses Sirkuit Sentul-Sukamakmur sepanjang 43 kilometer dan lebar 30 meter. Jalan itu yang nantinya akan menjadi kawasan Puncak II” tutur Rachmat Yasin.
Pembukaan jalan itu, kata dia, sekaligus menyakinkan kepada Pemprov Jawa Barat jika Jalur Puncak II memang benar-benar menjadi harapan masyarakat. Selain itu, Rachmat Yasin mengatakan kawasan Jalur Puncak II juga paling tidak harus diputuskan melalui Peraturan Bupati (Perbup). “Kami harus meyakinkan Pemprov Jawa Barat dengan pembukaan akses jalan Jalur Puncak II. Tapi, tidak dianggarkan untuk tahun 2010,” tandasnya. (Di'as/Arthur)

Hak Angket Century: Pansus DPR Cerminkan Sikap Partai Politik

JAKARTA - Sikap sesungguhnya partai politik dalam usulan hak angket kasus Bank Century dapat dilihat dari siapa yang mereka pilih untuk menjadi anggota panitia khusus (Pansus) hak angket DPR RI tersebut. Kesungguhan partai patut dipertanyakan jika mereka mengirimkan anggotanya yang bermasalah.
Demikian pernyataan mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, seperti disampaikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, seusai bersama sejumlah inisiator hak angket kasus Bank Century yang menamakan dirinya Tim Sembilan Pencari Kebenaran bertandang ke kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Jakarta, Sabtu (28/11) lalu.
"Gus Dur menegaskan, semua elemen bangsa harus mengawal usulan hak angket ini. Partai yang ingin bermain akan terlihat dari siapa yang akan mereka kirim untuk duduk di pansus," kata Bambang.
Selain Bambang, anggota Tim Sembilan adalah Maruarar Sirait dari PDI-P, Chandra Tirta Wijaya (PAN), Lili Chodidjah Wahid (PKB), Ahmad Kurdi Moekri (PPP), Akbar Faizal (Hanura), Ahmad Muzani (Gerindra), serta Andi Rahmat dan Misbakhun dari PKS. Partai Demokrat menjadi satu-satunya partai di DPR yang tidak mengirimkan wakilnya di Tim Sembilan. Meski demikian, Akbar Faizal, Andi Rahmat, dan Misbakhun kemarin tidak ikut bertemu Gus Dur.

Safari Tim 9

Selain menemui Gus Dur, Tim Sembilan juga bersafari menemui tokoh lain, seperti mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Adapun Syafii Maarif, Din Syamsuddin, dan Amien Rais ditemui pada hari Senin (1/12), bersama Megawati Soekarnoputri dan Sultan Hamengku Buwono X.
"Harapan kami, safari ini akan memperbesar dukungan terhadap pansus hak angket kasus Bank Century. Itu akan menjadi modal penting untuk mengusut kasus ini, dari hulu hingga hilir, yaitu ke mana uang negara Rp 6,7 triliun yang diterima Bank Century tersebut akhirnya mengalir?" ucap Bambang.
Jika usulan hak angket kasus Bank Century disetujui di Sidang Paripurna DPR, 1 Desember 2009, lanjut Bambang, susunan keanggotaan pansus diharapkan sudah terbentuk sebelum DPR memasuki reses pada 5 Desember. Jika belum terbentuk hingga tanggal itu, keanggotaan pansus akan terbentuk Januari 2010 dan itu akan memperbesar peluang penggembosan.

Ketua pansus

Yudi Latif dari Reform Institute setuju bahwa keseriusan partai terhadap hak angket kasus Bank Century akan terlihat dari mereka yang dikirim ke pansus dan kepemimpinan pansus.
Dia berpendapat bahwa Ketua pansus sebaiknya dari parpol yang tidak memiliki konflik kepentingan. Pansus akan sulit bekerja serius dan dipercaya jika dipimpin kader Partai Demokrat sebab kasus Bank Century terkait dengan kebijakan pemerintah masa lalu, di mana Partai Demokrat menjadi penyokong utamanya.
"Secara akal sehat saja, sikap Partai Demokrat yang awalnya menolak, tetapi tiba-tiba berbalik setuju dan apalagi berniat memimpin pansus sudah menimbulkan banyak pertanyaan," papar Yudi seraya menambahkan agar partai lain sebaiknya juga tidak mengirim anggotanya yang memiliki catatan hukum, seperti dugaan terkait korupsi, untuk duduk di pansus.
"Sejumlah anggota DPR yang disebut-sebut dalam sejumlah kasus seperti dugaan suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada Juni 2004 tidak pantas menjadi anggota pansus. Jika mereka menjadi anggota pansus, hak angket dikhawatirkan hanya akan menjadi tempat tawar-menawar politik," tutur Yudi. (Cok/John/Art)

CATATAN KHUSUS ED 39 : Mengapresiasi Sikap Presiden SBY

Walau Presiden Yudhoyono tidak mengutarakan secara tegas soal sikapnya atas rekomendasi tim 8 atau tim pencari fakta kasus pimpinan KPK, Bibid-Chandra, namun kita patut memberikan apresiasi. Setidaknya, pidato Presiden yang mengecewakan sejumlah kalangan masyarakat itu kini telah membuahkan hasil, antara lain dilakukan pencopotan jabatan Kepala Bareskrim Polri dari Susno Duaji kepada Irjen Ito Sumardi.
Selain itu, Kejaksaan Agung dan Polri telah bersedia menghentikan kasus Bibid-Chandra dan tidak akan dibawa ke Pengadilan, sesuai dengan apa yang diinginkan Presiden. Selanjutnya, Polri juga telah melimpahkan kepada pihak KPK penanganan kasus upaya percobaan suap oleh Anggodo Wijoyo kepada pimpinan KPK.
Ini bisa jadi tindakan dan langkah yang cukup bagus walau tidak sepenuhnya mengakomodir aspirasi elemen masyarakat yang mendesak dilakukannya pergantian Kapolri dan Jaksa Agung. Tapi setidaknya, beberapa petinggi Polri dan Kejaksaan Agung telah diganti, atau bisa dikatakan Polri dan Kejaksaan telah melakukan reposisi dan perbaikan sebagaimana yang diamanatkan Presiden SBY.
Dari rangkaian kejadian tersebut, kita pun dapat menyimpulkan bahwa Presiden SBY telah berusaha mengakomodir keinginan masyarakat luas, walaupun mungkin tidak maksimal. Memang harus ada cara halus dan tidak terlalu kasar dalam melakukan perbaikan dan pembenahan di institusi Polri dan Kejaksaan, hal ini agar tidak terlalu tampak bahwa kedua lembaga hukum tersebut sedang ditampar atau digebuki oleh atasannya sendiri.
Presiden SBY tentunya sangat santun dalam merealisasikan harapan masyarakat, tidak dengan tindakan keras atau konfrontatif dengan anak buahnya yang dipercaya memimpin Polri dan kejaksaan. Sebagai politisi, ia pun harus memperhitungkan resistensi atau amarah yang muncul akibat tindakannya mengakomodir tuntutan elemen masyarakat terkait kasus pimpinan KPK. Ini semestinya pun patut kita hargai dan apresiasi.
Di hari-hari kedepan, kita pasti akan melihat peristiwa lain yang mungkin lebih menarik lagi terkait kasus dugaan rekayasa kriminalisasi pimpinan KPK, yaitu dikembalikannya Bibid dan Chandra ke posisinya semula seiring dengan keputusan Mahkamah konstitusi yang menyatakan bahwa pimpinan KPK tidak bisa diberhentikan karena menjadi tersangka atau terdakwa dalam kasus pidana.
Selain itu, kita tunggu langkah dan tindakan Presiden SBY selanjutnya, khususnya dalam melakukan perbaikan atau reformasi di bidang hukum. Sebagaimana yang telah menjadi harapan masyarakat luas, perbaikan menyeluruh di bidang hukum adalah suatu keharusan, yaitu bersihkan hukum dari mafia atau makelar kasus agar keadilan hukum bisa dirasakan oleh masyarakat luas. Dan hukum bukan untuk alat kepentingan penguasa. (Coky Pasaribu)

BPK Harus Lapor Temuan Century ke Polisi

JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan mendapat banyak temuan saat melakukan audit investigasi Bank Century. Di antaranya rekayasa dan pelanggaran aturan. Untuk itu, BPK didesak menindaklanjuti temuan itu lewat proses hukum dengan melaporkannya ke pihak Kepolisian.
Ekonom Sustainable Development Indonesia Dradjad Wibowo mengatakan temuan BPK yang mengarah ke tindak pidana saat ini bukan hanya menjadi masalah DPR dan KPK selaku institusi yang meminta audit tersebut. BPK wajib melaporkan ke polisi karena temuan itu menjadi bebannya.
"Ini sesuai dengan yang diatur dalam UU BPK, di situ disebutkan kalau anggota BPK tidak melapor mereka malah diancam pidana," kata politisi Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga kandidat Ketua Umum PAN tersebut dalam diskusi misteri Bank Century di Warung Daun, Sabtu (28/11) lalu. "Jadi BPK wajib melaporkan ke aparat pengak hukum, ini diatur di UU BPK," imbuhnya.
Dradjad mengatakan dari auidit itu, BPK sudah cukup tajam untuk pengawasan bank dan pengambilan keputusan. Indikasi tindak pidana sudah kuat, contohnya penyaluran Penyertaan Modal Sementara dari LPS senilai Rp 2,8 triliun setelah 18 Desember 2008 yang tidak ada dasar hukumnya.
"Kalau pejabat negara menyalurkan tanpa dasar hukum, ini patut diduga-duga, apalagi dalam temuan lainnya BPK juga menggunakan kata rekayasa, ini bisa pidana tipikor dan non tipikor," katanya. Untuk itulah BPK sebagai institusi, harus melaporkan perihal temuan tersebut ke institusi penegak hukum.

Pengambilan Tunai

Dradjad yang juga mantan Anggota DPR RI menyebut ada pihak-pihak tertentu yang merupakan individu yang berkepentingan soal kucuran dana tunai hasil penyelamatan Bank Century oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Namun siapa pihak itu, Dradjad tidak bersedia menyebutkannya. Ia hanya menjelaskan bahwa memang ada proses transfer usai LPS mengucurkan ada. "Ada yang pribadi ada yang tidak. Saya tidak mau menyebut, tapi ada pengambilan tunai di sini," katanya.
Pengambilan tunai itu dilakukan, pada akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009. Menurut Dradjad pihak yang tanda tanngan itu berinisial "dua bravo tiga romeo". "Saya tidak tahu yang diberikan PPATK bagaimana, saya agak sangsi apakah PPATK bisa ungkap semuanya, apalagi yang diperoleh BPK masih selektif," katanya.
Menurut Dradjad kalau PPATK menyampaikan data transfer antar bank lapis pertama, maka sebenarnya mudah dideteksi dan yang disampaikan hasilnya masih terlihat positif. "Itu akan bersih-bersih saja, tidak banyak yang unik. Tapi kalau fokus pada 'dua bravo tiga rome' itu, nanti ada pintu kecil," kata Dradjad. Karenanya ia berharap PPATK menelusuri lagi lapisan demi lapisan aliran dana bank yang kini berganti baju menjadi Bank Mutiara itu. (Cok/John)

Pemekaran Lampung Barat Terancam Gagal: Penggunaan Dana APBD Oleh Panitia Persiapan Pemekaran Dipertanyakan

LAMPUNG BARAT - Tokoh Masyarakat Lampung Barat (Lambar) yang peduli dan konsisten terhadap agenda pemekaran Kabupaten Pesisir Barat Lampung, Azwin Ali, mepertanyakan hasil kinerja dari Panitia Persiapan Pemekaran Kabupaten Lampung Barat (P3KPB) mengingat hingga kini hasil dari kerja Panitia tersebut nihil. Selain itu, dipertanyakan juga soal penggunaan serta pertanggungjawaban anggaran Rp 3 milyar lebih oleh panitia pemekaran.
Azwin mengatakan selaku warga Lampung Barat yang peduli akan kemajuan dan pembangunan di Lampung barat mengharapkan, panitia pemekaran untuk dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya, sehubungan dana yang dikucurkan dari APBD Lampung Barat selama beberapa tahun untuk memperjuangkan pemekaran telah mencapai Rp 3 miliar lebih, namun hasil kerjanya nihil.
"Tadinya saya sangat optimis dengan kinerja panitia, baik yang di kabupaten sendiri maupun panitia yang berada di Propinsi Lampung dan di Jakarta. Tapi belakangan ini setelah melihat kondisinya hingga akhir tahun 2009 ini, Kabupaten Pesisir Barat Lampung belum juga terwujud, apalagi saya pernah melihat statemen Menteri Dalam Negeri belum lama ini yang intinya mengatakan pemekaran kabupaten/kota dan propinsi ditunda sampai lima tahun kedepan," ungkapnya kepada JURNAL METRO baru-baru ini.
Melihat dan mendengar hal itu, Azwin mengaku merasa kecewa dengan pihak panitia P3KPB /rencana Pemekaran Kabupaten Pesisir Barat Lampung yang merupakan rencana pemekaran dari Kabupaten Lampung Barat. Karena itu, Azwin berharap pihak terkait, termasuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan aparat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan audit kinerja dari pihak panitia tersebut.
"Ini perlu dilakukan mengingat mereka menggunakan dana bantuan dari Pemda Lampung Barat yang jumlahmya miliaran rupiah," tutur Azwin berharap supaya kedua lembaga pemeriksa tersebut untuk dapat mengaudit laporan penggunaan anggaran oleh panitia. "Dan masyarakat pun perlu minta pertanggungjawaban panitia atas dana yang mereka gunakan," tambahnya.
Terkait hal itu, ketua LSM LPPK (Lembaga Pemantau dan Pemberantasan Korupsi) Lampung Barat, Wustho.AM juga ikut bicara. Ia mengharapkan pihak KPK ataupun BPK untuk dapat memeriksa jajaran panitia pemekaran Kabupaten Pesisir Barat Lampung, mengingat para panita telah menggunakan dana yang jumlahnya 3 milyar lebih, apalagi dana tersebut bersumber dari APBD Lampung Barat selama beberapa tahun.
Untuk tahun ini saja, Pemkab Lambar menganggarkan dana Rp 250 juta untuk mendukung kinerja panitia pemekaran. Tapi nyatanya dana yang dicairkan oleh pengurus dan anggota P3KPB malah mencapai Rp 600 juta. "Artinya dana tersebut telah mengalami perubahan serta kenaikan dari RASK semula," kata Wustho.
Ketikah hal ini dikonfiramsikan pada Kepala BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah) Drs. Adi Utama, membenarkan bahwa awalnya pihak Pemkab melalui Panitia Anggaran eksekutif hanya dapat membantu panitia pemekaran sekitar 250 juta. Tapi ketika dibahas dengan DPRD lampung Barat jadi berubah.
"Ketika itu ada telepon dari salah satu pejabat dan dana itu akhirnya berubah menjadi 600 juta," terang Adi utama. "Tapi saya mempunyai catatan catan lengkap tentang dana dana yang ada untuk P3KPB tersebut," tambah Adi yang ditemui JURNAL METRO di ruang kerjanya. (Hendri)

Kepala Dusun Mampir Barat Dipilih Masyarakat

CILEUNGSI - Pemilihan Kepala Dusun sebenarnya Hak preogratif Kepala Desa. Namun untuk di Desa Mampir Kecamatan Cileungsi, lain dari pada yang lain, Kepala Dusun ingin dipilih langsung oleh masyarakat, agar tidak ada kecemburuan sosial dalam melaksanakan tugas, juga kedepanya nanti bila masyarakat sudah tidak percaya lagi bisa mengusulkan pergantian kepada Kepala Desa.
Pada Minggu (15/11) lalu, pemilihan Kepala Dusun I Mampir Barat, di Desa Mampir dilaksanakan, dengan tiga kandidat terdiri dari nomor 1 RD Muhi yang mendapatkan suara 70 suara, nomor 2 Samsudin dengan hasil 586 suara dan urutan ke 3 Kasim J yang memperoleh 618 suara.
"Mampir Barat terdiri dari 3 RW / 9 RT, dengan jumlah Hak pilih satu Kadus sebanyak 1.457, namun dalam pemilihan ini ada juga yang tidak datang ke TPS," ungkap Entap, Ketua Panitia Pilkadus (panitia pemilihan kepala Dususn).
Lanjutnya, Panitia Pilkadus berjumlah 15 orang dan semuanya dari Dusun I tidak dari luar, kecuali dibantu dari aparatur Desa Mampir. Dan persiapan pemilihan ini hanya seminggu menjelang pelaksanaan. Mudah-mudahan kedepan bisa lebih maju setelah ada yang terpilih, dan lebih giat lagi membangun Desa mampir.
"Dan saya atas nama Panitia Pemilihan Kepala Dusun, mengucapkan banyak terima kasih kepada elmen masyarakat juga intansi terkait yang sudah membantu jalannya pemilihan ini, sehingga bisa terselenggara secara aman dan kondusif," tandas Entap. (Ju)

PGRI Jonggol Targetkan Peningkatan Mutu Guru

JONGGOL - Pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kecamatan Jonggol periode 2007-2011 dipimpin oleh Ate Ahmad SG, S.Pd.MM, melakukan pembenahan-pembenahan diberbagai bidang, terutama yang berhubungan dengan profesi guru.
"Kami ingin mengedepankan adanya peningkatan kualitas profesionalisme guru sebagai tenaga pendidik dan juga bisa sebagai pembimbing baik disekolah maupun di tengah masyarakat," tandas Ate Ahmad kepada JURNAL METRO disela-sela kegiatan olahraga dalam rangka peringatan HUT PGRI Tahun 2009 baru-baru ini.
Ate Ahmad yang juga menjabat Kasubag Tata Usaha di kantor Kecamatan Klapanunggal, menegaskan komitmen terhadap peningkatan mutu guru merupakan target utama dalam program PGRI Kecamatan Jonggol. "Walaupun saya tugas di Klapanunggal tetapi berbagi tugas dengan pengurus lain agar PGRI Jonggol eksis," imbuhnya.
Ate Ahmad sejak diangkat menjadi guru di Kec.Jonggol, lalu menjadi Kepala SD dan jabatan sekarang Kasubag TU di Kecamatan Kalapanunggal mengaku selalu mensyukuri setiap jabatan yang diembannya. "Dalam memimpin dan mengelola utamakan hal yang prinsip dan kerjasama yang harmonis pasti akan mencapai keberhasilan," tandasnya seraya menyatakan kesiapannya jika kelak dipercaya pimpinan menjabat di posisi lain. (Di’As)

Kadus I Mampir Barat Kasim. J : Lupakan Kekalahan, Mari Bersatu Kembali

CILEUNGSI - Berawal dari dorongan masyarakat serta niat untuk turut membangun desanya, Kasim. J, akhirnya memberanikan diri mencalonkan sebagai Kepala Dusun (Kadus) I Desa Mampir Kecamatan Cileungsi. Kasim yang didampingi sang istri tercinta, Yanti Sumiati, ikut bersaing merebut suara masyarakat untuk menjadi Kadus di panggung pemilihan yang digelar pada Minggu (15/11) lalu.
"Syukur alhamdulillah, dari tiga calon kadus, saya mendapat kepercayaan dari masyarakat sehingga unggul dalam pemilihan dengan perolehan 618 suara. Namun kemenangan ini membuat beban di pundak saya, karena setidaknya saya harus bekerja keras memperjuangkan harapan warga dusun ini," ujar Kasim kepada JURNAL METRO tak lama setelah pemilih Kadus.
Kasim menyatakan, dalam memimpin Dusun I Mampir Barat dirinya akan melaksanakan program bersama-sama para tokoh dan elemen masyarakat. "sesuai dengan Moto saya 'Bersama Untuk Maju' yang artinya apalah seorang Kadus tanpa bantuan warga? Marilah bersama sama untuk memajukan Dusun I ini dengan segala kemampuan kita," imbuhnya.
Dengan amanah dari masyarakat ini, Kasim menyebutkan tiga hal yang harus dilaksanakan, yaitu sektor kemasyarakatan, sektor pembangunan dan sektor keagamaan. Dan dari tiga sektor ini, harus dilakukan bersama-sama dengan para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, Khususnya Mampir Barat.
"Dengan kemenangan ini tidak ada yang merasa menang. Karena itu suatu titipan dari masyarakat. Dan kepada pesaing yang belum diberi kesempatan jangan merasa kalah, tetapi sesuatu kemenangan yang tertunda. Maka itu, mari kita bersatu membangun dusun Mampir Barat," kata Kasim seraya mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat Mampir Barat juga aparatur desa dan intansi lainya yang membantu dalam pemilihan Kadus lalu. (Ju)

Masyarakat Desa Cibatu Tiga Swadaya Bangun Jembatan

CARIU - Sarana infrastruktur jalan dan jembatan di wilayah pelosok Kabupaten Bogor kondisinya sangat memprihatinkan, sehingga masyarakat kesulitan untuk bisa melintas dengan baik menuju ke wilayah lain. Seperti halnya di Desa Cibatu Tiga, Kecamatan Cariu, masih banyak Jalan yang belum tersentuh pengerasan atau pun pengaspalan.
Ironisnya ada beberapa jembatan yang melintasi derasnya air hanya memakai jembatan kayu seperti pada jaman dahulu, (jembatan gantung). Demikian pula kondisi jalannya dikala musim hujan kondisinya kian memprihatinkan, sudah becek juga tergenang air. Akibatnya, tak sedikit warga yang melintas menjadi korban kecelakaan karena jalan yang rusak berlubang dan jembatan yang licin.
Namun kondisi seperti itu kini mulai membaik setelah dilakukannya rehab jalan dan pembangunan jembatan. Menurut Narja selaku Kepala Desa Cibatu Tiga, saat ini ada dua jembatan yang dibangun. Yang pertama dibangun dengan dana PNPM Mandiri dan kini sudah selesai. Sedang yang kedua Jembatan Cibojong II yang menghubungkan antara Desa Cibatu Tiga dengan Bantar Kuning juga Desa Kuta Mekar. Jembatan dibangun dari hasil Swadaya masyarakat, yang kini baru 60% dengan anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 90.000.000.
Dikatakan oleh Kades Narja, anggaran itu hasil dari para donatur, juga dari masyarakat dengan cara membagi bagi kupon kepada Warga Cibatu Tiga dengan memakai Kelas. Seperti untuk masyarakat dengan kriteria berkecukupan menyumbang Rp 100.000, Kelas II atau kelas menengah memberikan Rp 75.000 dan kelas III menyumbang Rp 50.000, serta kelas IV atau kriteria menengah kebawah memberikan Rp 30.000.
"Mudah-mudahan pembangunan Jembatan ini bisa cepat selesai agar bisa digunakan oleh masyarakat. Dan bila di luar Wilayah Cibatu Tiga ingin memberikan sumbangan, kami mengucapkan banyak terima kasih. Dan ke depan saya berharap kepada pemerintah Kabupaten Bogor, agar meninjau Desa Cibatu Tiga dan mengharapkan bantuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat," pungkas Narja. (JU)

Kegiatan Keaksaraan Fungsional di Cariu Berjalan Optimal

CARIU - Penyelenggaraan program keaksaraan fungsional (PPKF) merupakan upaya peningkatan kualitas masyarakat buta aksara menjadi melek huruf. Khusus di Kecamatan Cariu, penyelenggaraan kegiatan itu diadakan di 5 Desa di Kecamatan Cariu, diantaranya Desa Kuta Mekar, Cikutamahi, Bantar Kuning, Cibatutiga dan Mekarwangi.
Dari 45 kelompok yang tersebar di 5 Desa sebagai pengelola adalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Merkar dan PKBM Al-Ikhlas, PKBM Mekar yang dikelola oleh Asep Sutisna, S.Pd dan PKBM Al Ikhlas Endin Darwin, S.Pd. Kegiatan secara rutin dilaksanakan dalam 1 minggu 3 kali pertemuan, hari Minggu, Senin dan Kamis.
Menurut Acim Sadikin, S.Pd, selaku Penilik PNF Kec. Cariu, kegiatan penyelenggaraan keaksaraan fungsional di Cariu pada prinsipnya berjalan sesuai dengan program dan sasaran. "Mudah–mudahan tidak ada kendala berjalan sesuai target dan harapan, bahkan setiap kegiatan, para penilik selalu memonitor kegiatan di lapangan," ujarnya.
Sementara Wasli Nuirhamid, S.Pd yang juga penilik PNF di Kec. Cariu, berharap hal ini jadi hikmah dan bermanfaat sekali untuk masyarakat. Tetapi juga kegiatan ini perlu adanya daya dukung dari semua pihak agar program ini berjalan sesuai dengan target dan sasaran untuk mencapai keberhasilan adanya perubahan dan peningkatan kualitas masyarakat di pedesaan, yaitu terwujudnya masyarakat melek huruf. (Di’As).

Desa Suka Rasa Siap Mendukung Program Kota Pendidikan

TANJUNGSARI - Kecamatan Tanjung Sari Kini menjadi sorotan karena adanya rencana menjadi Kota Pendidikan yang modern. Dan sudah tentu hal ini sangat mengembirakan masyarakat di Tanjung Sari, Khususnya para Kepala Desa. Sebab hal ini, dinilai sebagai salah satu jalan untuk dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat, sekaligus meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Tanjung Sari yang selama ini memang tertinggal dari Kecamatan lain.
"Kecamatan lain ada sebutan khusus, seperti Cileungsi, Gunung Putri, Klapa Nunggal yang disebut sebagai Daerah Industri. Lalu Sukamakmur yang sekarang dikenal dengan sebutan Puncak II, dan kedepan Cariu juga akan menjadi Daerah Industri. Sedang Tanjung Sari selama ini apa sebutannya? Tidak ada, jadi sangat bagus sekali jika di sini berdiri pusat pendidikan terpadu yang akan dibangun oleh Universitas Mpu Tantular," kata Kepala Desa Suka Rasa, Yayan Suryana, kepada JURNAL METRO, baru-baru ini.
Yayan menyatakan, untuk mewujudkan program Kota Pendidikan di Kecamatan Tanjung Sari, dirinya bersama seluruh kepala desa se-Tanjungsari sangat mendukung. "Kami siap membantu dengan segala kemampuan masing-masing. Karena setidaknya akan meningkatkan taraf hidup masyarakat, juga meningkatkan mutu pendidikan di Bogor Timur. Setidaknya masyarakat Bogor Timur yang hendak menuntut Ilmu tidak harus ke Jakarta atau Bandung," imbuhnya.
Namun agar program tersebut bisa berjalan dan terlaksana, harus juga dibantu dan didukung semua pihak. Khususnya Kepada Presiden SBY yang juga warga di wilayah Bogor Timur, tidak ada salahnya membantu Program ini agar bisa terlaksana. karena beliau berdomisili di wilayah Bogor Timur. Dan bila ini semua dukungan berjalan saya yakin Kota Pendidikan ini bisa terwujud. Ibarat pepatah yang penting ada “KAHAYANG dan KADAEK“, untuk itu marilah kita semua membantu program ini," ujarnya.
Dan untuk Desa Suka Rasa, Yayan berjanji akan membuktikan kerjasama yang baik. Diantaranya dengan mempromosikan Tanjungsari melalui perayaan Hari Jadi Kecamatan Tanjung Sari Yang Ke 5, pada tanggal 24 Desember. "Kita akan serentak mengadakan syukuran di semua desa. Dan di Desa Suka Rasa yang terdiri dari 16 RT dan 8 RW akan membuat tumpeng di masing masing RT. Lalu ber adakan Doa dan makan bersama, dan setelah itu diadakan arak-arakan Musik Tradisiional dari Desa ke Kantor Kecamatan," ujarnya. (Ju)

Sekretaris Daerah, Hj.Nurhayanti.SH.MM : Birokrasi Berperan Mengarahkan dan Memberdayakan

CIBINONG - Usai dilantik Bupati Bogor Rachmat Yasin menjadi Sekretaris Daerah (Sekda), Nurhayanti, langsung menyatakan janji akan segera merevitalisasi kapasitas Sekda sebagai staf utama yang membantu kelancaran tugas Bupati dan Wakil Bupati sebagai Kepala Daerah. Langkah ini untuk mendukung visi pemkab, yakni terwujudnya masyarakat Kabupaten Bogor yang bertakwa, berdaya dan berbudaya menuju sejahtera.
Nurhayanti mengatakan, revitalisasi manajemen pemerintahan akan membutuhkan apreasiasi visi dan misi untuk mengidentifikasikan fenomena global yang sekarang terjadi. “Terutama dengan munculnya perubahan paradigma dari government menjadi governance,” kata mantan Inspektorat Daerah ini saat jumpa pers di ruang rapat Sekda, Jumat (20/11) lalu.
Untuk mengubah itu semua, beberapa hal harus dilakukan. Di antaranya, birokrasi pemerintahan harus membangun partisipasi masyarakat dan birokrasi pemerintah tidak berorientasi kepada yang kuat. Selain itu, peran birokrasi harus bergeser dari mengendalikan menjadi mengarahkan, dari memberi menjadi memberdayakan. “Ini merupakan konsep yang amat mendasar. Hubungan birokrasi pemerintah dengan masyarakat saat ini bersifat paternal. Untuk itu diperlukan penyesuaian budaya birokrasi,” bebernya.
Untuk menyusun visi dan misi sekda Kabupaten Bogor, Nurhayanti menilai perlu melihat dan mempertimbangkan visi-misi Pemkab Bogor, rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) dan rencana strategis sekda. “Intinya, saya tetap akan mengawal semua visi dan misi Pemkab Bogor dan ini sudah tugas saya,” ujarnya seraya menegaskan akan memfungsikan seluruh unit kerja di lingkup Sekretariat Daerah. "Termasuk staf ahli Bupati, mereka akan bekerja optimal untuk membantu tugas Sekda," tambahnya.
Sebelumnya, Nurhayanti dilantik dan diambil sumpahnya menjadi Sekda di hadapan Bupati, Wakil Bupati Karyawan Faturrahman, Ketua DPRD Adjat Sudradjat, pimpinan Muspida, anggota DPRD dan seluruh kepala dinas dan badan serta para Camat. Pengangkatan dan pelantikan Nurhayanti sebagai sekda berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat Nomor 133/kep.1645-BKD/2009 yang terbit Jumat (13/11) lalu.
Penunjukan Nurhayanti menjadi Sekda ini sebelumnya mendapatkan sorotan dari sejumlah kalangan, terutama para aktivis LSM yang menilai proses penjaringan Sekda cenderung diarahkan untuk memuluskan langkah Nurhayanti. Indikasinya, Bupati bukan menyertakan sejumlah nama pejabat senior yang setara dengan pengalaman Nurhayanti, malahan menyertakan nama Sutrisno (Kadis Peternakan) dan Udin Syamsuddin (Kadisperindagkop) sebagai pendamping. Padahal, dibanding keduanya masih ada pejabat lain yang lebih senior dan berpengalaman. (Arthur)

CATATAN KHUSUS ED.38: Ada Apa di Tubuh Polri?

Entah karena panik atau salah perhitungan, Mabes Polri tiba-tiba memanggil pimpinan dua media massa nasional, Kompas dan Seputar Indonesia, terkait dengan laporan Anggodo Wijoyo dalam kasus dugaan pencemaran nama baik dan penyalahgunaan wewenang penyadapan. Kabar pemanggilan pimpinan dua media cetak ini sontak mengejutkan publik dan bahkan menimbulkan reaksi keras dari kalangan pers juga kalangan lainnya. Pasalnya, selain dianggap sebagai upaya pengkriminalisasian pers, pemanggilan itu juga dinilai tindakan bodoh karena penyidik Bareskrim Polri hendak meminta keterangan terkait dengan laporan Anggodo.
Kecaman bertubi-tubi pun datang menghantam Polri, hingga Mabes Polri merasa perlu mengklarifikasi melalui Kadiv Humas Irjen Nanan Soekarna yang menegaskan pemanggilan itu tidak terkait dengan laporan Anggodo, yang saat ini menjadi sasaran caci maki sebagian besar rakyat lantaran ulahnya yang mengatur rekayasa kriminalisasi pimpinan KPK. Nanan mengatakan pemanggilan itu tak lain adalah untuk memperkuat upaya Polri dalam menjerat Anggodo sebagai tersangka terkait rekaman sadapan KPK yang berisi skenario kasus Bibid-Chandra.
Keterangan ini jelas berbeda dengan surat pemanggilan dari penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri yang ditujukan kepada pimpinan Seputar Indonesia yang menyebutkan mereka dipanggil terkait dengan laporan Anggodo. Ini sangat aneh, Mabes Polri terlihat kebingungan, seperti ada rencana mereka yang gagal. Keanehan pun kian terlihat ketika penasehat khusus Kapolri Prof Bachtiar Aly menyatakan Kapolri tidak mengetahui sama sekali pemanggilan media, yang ada Kapolri ingin mendengar informasi dari media untuk menjerat Anggota menjadi tersangka.
Yang lebih lucu lagi, hasil pemeriksaan (atau lebih tepat tanya jawab) antara penyidik dengan pimpinan dua media yang dipanggil ke Bareskrim dituangkan ke Berita Acara Interview (BAI). Kontan saja hal ini menjadi bahan tertawaan banyak pihak, pasalnya dalam aturan hukum yang berlaku Polisi seharusnya membuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), bukannya BAI. Sejak kapan Polisi menuangkan hasil pemeriksaan ke dalam BAI. Lagi-lagi ini sebuah keanehan yang telak-telak membuat malu wajah Polri.
Pernyataan para petinggi Polri yang berbeda dengan fakta yang ada, jelas menunjukan adanya sesuatu di tubuh Mabes Polri. Mengapa Bareskrim bisa melakukan langkah "berani" yang diluar sepengetahuan Kapolri di tengah derasnya kecaman pedas masyarakat kepada korps Polri? Mengapa pula pernyataan Kadiv Humas Polri Irjen Nanan Soekarna berbeda dengan isi surat pemanggilan penyidik kepada pimpinan media cetak? Lalu mengapa pula penyidik Polri nekat membuat BAI, bukannya BAP. Ada apa semua ini?
Menyaksikan adegan demi adegan yang dipertontonkan jajaran Polri dalam menyikapi kasus pimpinan KPK, Bibid-Chandra serta rekaman sadapan KPK yang memuat percakapan antara Anggodo Wijoyo dengan beberapa pejabat Kejaksaan Agung dan Polri, sungguh menggelitik kita semua. Sebenarnya apa yang sedang terjadi, dan apa yang mau dilakukan Kapolri beserta jajaran petinggi Mabes Polri terkait dengan kasus pimpinan KPK dan Anggodo?
Hal tersebut seharusnya menjadi catatan tersendiri bagi Presiden Yudhoyono, selaku atasan Kapolri. Mungkin memang benar kata para tokoh di negeri ini, sudah saatnya dilakukan perbaikan secara menyeluruh di tubuh Polri dan Kejaksaan Agung, bahkan kalau perlu juga di KPK dan Mahkamah Agung. Kita tentunya berharap, kedepan tak ada lagi adegan-adegan yang mengundang reaksi keras atau kecaman publik terhadap institusi Polri dan Kejaksaan. Jadi sudah saatnya Presiden mengambil keputusan.... (Coky Pasaribu)

Dinkes Kota Sukabumi Antisipasi Penyebaran HIV/AIDS

SUKABUMI - Waspadalah, adanya penyakit tidak hanya karena ada kelalaian tapi juga karena ada niat untuk mencari penyakit. Prevalensi penyakit yang sangat menyayat hati kini makin merebak dan mengkahawatirkan. Betapa tidak, pada rentang waktu tahun 2009 ini di Kota Sukabumi tercatat sebanyak 24 orang bayi dibawah umur lima tahun (Balita) dinyatakan suspect atau diduga menderita penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang bakal menular menjadi penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).
Juga masih di Kota Sukabumi, temuan baru tahun 2009 berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Sukabumi terdapat sebanyak 40 kasus indikasi HIV/AIDS dari 357 jumlah total penderita penyakit HIV/AIDS. Bahkan sepanjang tahun 2009 ini, satu dari puluhan bayi tersebut telah meninggal dunia karena penyakit HIV/AIDS. “Sampai sekarang puluhan bayi tersebut mendapatkan perhatian serius kita dari tim medis, bayi-bayi itu akan kami pantau terus hingga dewasanya nanti” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Sukabumi Boyke Priyono, Selasa (17/11) lalu.
Langkah yang diambil Dinas Kesehatan ini, kata Boyke, diharapkan mampu memperlambat penyebaran virus HIV. Pasalnya, kata Boyke, puluhan bayi tersebut masih dinyatakan suspect sehingga belum dipastikan terkena HIV/AIDS, sedangkan ibu dari puluhan bayi yang suspect tersebut telah lebih dahulu dinyatakan positif terkena HIV/AIDS. “karena penularan virus lebih cepat terutama dari ibu kepada anak kandungnya” terang Kepala Dinkes Boyke Priyono.
Lebih jauh, Boyke mengatakan, yang dikhawatirkan terhadap balita yang suspect HIV/AIDS tersebut jika mengalami penurunan kondisi kesehatanya. Hal ini, menurutnya, dapat menjadi salah satu indikasi balita tersebut menderita penyakit HIV/AIDS. “Bahkan tidak menutup kemungkinan akan terjadi kasus kematian” imbuhnya.
Sementara itu menurut Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kota Sukabumi, Rita Fitrianingsih, terkuaknya fakta terhadap Balita yang dinyatakan suspect atau terindikasi menderita penyakit HIV?AIDS tersebut berawal dari hasil survei dan informasi yang dilakukan Komunitas Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). “Survei biasanya dilakukan kepada orang yang beresiko tinggi terkena penyakit HIV/AIDS seperti wanita tuna susila (WTS), narapidana, pengkonsumsi narkoba dan ibu hamil” tegas Rita.
Rata-rata balita yang diduga menderita HIV/AIDS di Kota Sukabumi baru berusia diantara 1 hingga 5 tahun. Jika seseorang tertular virus saat dewasa, lanjut Kabid P2PL, maka penyakit tersebut akan berkembang menjadi AIDS dalam jangka waktu lima hingga sepuluh tahun, sedangkan untuk anak-anak dengan daya tahan tubuh belum sempurna maka biasanya dalam setahun saja HIV sudah berubah menjadi AIDS. Dinkes Kota Sukabumi, kata Rita, sudah memberikan penanganan yang maksimal terhadap puluhan bayi tersebut yakni diantaranya dengan memberikan Anti Retro Viral (ARV) pada puluhan bayi itu. "Selain itu, untuk menekan penyebaran virus HIV/AIDS di Kota Sukabumi pihaknya akan menggencarkan upaya sosialisasi dan seminar tentang penyakit HIV/AIDS," tegasnya. (Hakim)

Penerima Dana PUAP di Pandeglang Diduga Dipungli

PANDEGLANG — Dari 35 kecamatan di Kabupaten Pandeglang-Banten, hanya 3 Kecamatan saja, yaitu Cibitung, Pandeglang dan Cisata, yang tidak mendapatkan bantuan dana program usaha agrobisnis pertanian (PUAP) dari pemerintah pusat. Sementara 32 kecamatan yang terdiri dari 116 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) masing-masing menerima Rp.100 Juta. Sayangnya, bantuan tersebut ditengarai bermasalah lantaran ada oknum yang diduga mengutip jatah preman (japrem) sebesar Rp.20 Juta dari setiap kelompok.
Sebagaimana yang terjadi di Kecamatan Sumur, Ketua OKP Pemuda Pancasila (PP) Pandeglang, Drs.Aap Aptadi, mengungkapkan dirinya mendapatkan laporan dari kader PP soal adanya praktek pungli dana PUAP. "Tiga Desa di Kecamatan Sumur, yaitu Kerta Mukti, Taman Jaya, Ujung Jaya, masing-masing Gapoktan hanya menerima Rp.80 juta," demikian bunyi pesan singkat (SMS) yang dikirimkan Aap kepada JURNAL METRO beberapa hari lalu saat bertandang di Kantor Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Pandeglang.
“Namun SMS dari anak buah saya itu tidak menyebutkan siapa oknum yang meminta jatah preman tersebut, yang jelas kalau masing-masing menerima hanya Rp.80 Juta, maka si oknum itu telah menerima uang Rp.20 Juta. Coba dikalikan sekian banyak Gapoktan di wilayah itu, ratusan juta sudah dipungli? Untuk memastikan adanya dugaan pungli tersebut, sebaiknya aparat penegak hukum segera turun tangan," ujarnya.
Ditempat terpisah seorang nara sumber yang minta tidak dikorankan namanya mengutarakan bahwa dirinya pun mendapat SMS dari salah satu Ketua Gapoktan yang mengaku dirinya dan 3 rekan Ketua Gapoktan lainya dipinta oleh oknum yang mengatasnamakan wartawan dan LSM. Namun ditelusuri, ternyata wartawan atau LSM yang ada di Pandeglang tak satu pun yang menyuruh oknum tersebut untuk meminta jatah sebesar Rp.5 Juta perkelompok. Dengan demikian, si oknum tesebut diduga telah mengantongi sebesar Rp.20 Juta dari ke 4 Ketua Gapoktan tersebut.
Sementara Kepala Bidang Usaha Pertanian, Sumarna, saat dikonfirmasi mengenai hal ini diruang kerjanya, mengaku tidak tahu menahu masalah itu. Sebab dirinya tidak pernah memerintahkan kepada anak buahnya untuk meminta jatah kepada para Ketua Gapoktan. Bahkan yang lebih aneh lagi ia juga tidak mengetahui berapa seluruhnya saat ini jumlah Gapoktan yang sudah menerima realisasi dana PUAP.
"Saya belum tahu berapa jumlah gapoktan yang telah menerima dana PUAP, dan mengenai oknum yang dikabarkan meminta jatah kepada Para Gapoktan baik yang Rp.20 Juta atau yang Rp.5 Juta, sama sekali saya nggak tahu. Dan saya tidak pernah memerintahkan baik secara pribadi atau pun pada anak buah saya untuk meminta jatah kepada para Ketua Gapoktan," kilahnya.
Dilain tempat, Kepala Desa Citalahab, Hambali, mengatakan pihaknya beserta para Gapoktan akan melaporkan kepada yang berwajib jika di wilayahnya bergentayangan preman atau apa pun namanya yang mencoba memalak para ketua Gapoktan penerima dana PUAP. "Jika diwilayah saya ada preman seperti itu, akan kita gebuk, lalu diserahkan ke aparat penegak hukum," tegasnya. (Sep)

Bupati Bogor Harus Sikat Oknum Pemotong Anggaran DAK

BOGOR - Sebuah negara akan selalu disegani apabila berlimpah sumberdaya manusia (SDM) yang cerdas dan terampil, Salah satu upaya menelurkan SDM berkualitas itu, ialah melalui pendidikan yang ditunjang penyediaan sarana dan prasarana secara memadai. Tak heran, pemerintah, baik di tingkat pusat dan daerah, memberikan perhatian penuh terhadap pengadaan dan pembangunan sarana pendidikan hingga ke pelosok daerah, termasuk di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Sayangnya, program rehabilitasi gedung sekolah yang dialokasikan melalui DAK (dana alokasi khusus ) ditengarai sangat bermasalah. Pasalnya, anggaran DAK dari pemerintah pusat sebesar Rp 27.156 miliar yang ditambah dari APBD setempat sebesar 30% hingga totalnya sebesar Rp 54.312 miliar tidak tepat sasaran, dan bahkan kuat dugaan dana yang dikucurkan ke 123 Sekolah Dasar dipotong oleh oknum di Bagian Sarana dan Prasarana pada Dinas Pendidikan Kab.Bogor.
Berdasarkan keputusan Bupati Bogor, setiap sekolah menerima dana sebesar Rp 252.500.000 dari anggaran DAK yang diperuntukan untuk kegiatan Rehabilitasi dan Pengadaan prasarana untuk sekolah dasar berupa fisik dan meubeler itu. Namun belakangan muncul keluhan dari sejumlah Kepala Sekolah penerima uang DAK, yaitu tentang adanya potongan sebesar Rp 10 juta dan pengenaan Pajak Belanja sebanyak 14 persen atau sekitar Rp 30 juta.
"Kami jelas bingung kenapa potongan dana DAK bisa sampai sebesar itu," ungkap seorang kepala sekolah yang tak mau disebutkan identitasnya. Sejumlah kepala sekolah penerima DAK juga mengutarakan hal senada. Mereka hendak mempertanyakan, tetapi takut dimarahi oleh atasannya. Tak ayal, aksi pemotongan DAK tersebut pun berjalan lancar tanpa ada hambatan. Selain itu, tak sedikit kepala sekolah yang mengeluhkan ulah rekanan pemborong Dinas Pendidikan yang mencicil pengiriman bahan material.
Ketika hal ini hendak dikonfirmasi kepada Kabid Sarana dan Prasarana pada Dinas Pendidikan Kab.Bogor, Atis Tardiana, pejabat bersangkutan sulit untuk ditemui. Namun setelah berulangkali dihubungi melalui telepon selulernya, akhirnya Atis menjawab pesan singkat (SMS) berisi konfirmasi mengenai pemotongan dana DAK tersebut. "Tidak ada pemotongan dana DAK" ujarnya dalam SMS yang dikirim ke JURNAL METRO belum lama ini.
Akan tetapi, anak buah Atis Tardiana, Kasi Sarpras H.Cecep, saat dikonfirmasi langsung oleh JURNAL METRO baru-baru lalu mengatakan sebaliknya. Dia mengakui adanya pemotongan dana DAK sebesar Rp 10 juta. Cecep mengatakan uang hasil pemotongan itu digunakan untuk konsultan, penelitian dan biaya perjalanan dinas.
"Semuanya itu merupakan hasil musyawarah seluruh Kepala Sekolah yang menerima dana DAK tersebut. Namun sangat disayangkan ada beberapa Kepala Sekolah yang sama sekali tidak mengerti tentang potongan uang Rp 10 juta tersebut, sehingga banyak Kepala Sekolah yang sampai saat ini hanya tersenyum dan terkesan menertawakan Dinas Pendidikan," ujarnya.
Terkait dengan hal itu, Direktur Eksekutif LSM Komisi Pemantau Aset dan Keuangan Negara (KOMPASKN) Bogor Raya Rico Pasaribu, mengimbau kepada Bupati Bogor Rachmat Yasin agar menindak tegas oknum di Dinas Pendidikan yang terbukti melakukan pemotongan dana DAK tanpa melalui prosedur dan aturan yang berlaku. Rico juga mendesak aparat hukum untuk melakukan penyelidikan, apakah memang dibenarkan pemotongan uang untuk biaya konsultan, penelitian dan perjalanan dinas.
"Pak Bupati katanya berkomitmen hendak mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, jadi Bupati harus bertindak tegas terhadap kasus pemotongan dana DAK ini. Apalagi saya dengar, ada pejabat utama di Bidang Sarana dan Prasarana yang mengaku-aku sebagai saudara dari Bupati, sehingga dia sesumbar tak akan dicopot walau bermasalah sekalipun. Dan kepada aparat hukum, sebaiknya pro aktif mengusut dugaan korupsi ini," tegas Rico.
Senada dikatakan Ketua LSM KOMPAK, Sunandar. Dia mengatakan bagaimana pendidikan di Kabupaten Bogor bisa menjadi baik dan terarah apabila setiap anggaran selalu ada pemotongan dengan modus dan berbagai cara sehingga masuk ke kantong oknum pejabat. Dia menegaskan, selayaknya oknum tersebut harus diperiksa dan diberi sanksi yang tegas karena telah mencederai dunia pendidikan. "Sikat oknum kotor itu, jangan sampai masyarakat yang beraksi mendemo Dinas Pendidikan dan kantor Bupati," pungkasnya. (Arthur)

Aktivis 98 Desak Presiden Bongkar Skandal Century

JAKARTA — Kisruh KPK dan Polri yang diduga berakar dari kasus Bank Century rupanya membuat gusar para mantan aktivis reformasi era 1998. Di Gedung KPK, Minggu (22/11) siang, para aktivis yang kini tergabung dalam Indonesia Crisis Center (ICC) menggelar deklarasi bertajuk "Pengkhianatan Reformasi" untuk menuntut keseriusan pemerintah agar segera membongkar skandal Bank Century.
Mereka menilai tidak tegasnya sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemberantasan korupsi, terutama skandal Bank Century, jelas-jelas merupakan sebuah pengkhianatan terhadap reformasi.
"Kami menyayangkan sikap SBY yang mengadu domba rakyat dengan tidak mengambil sikap tegas terhadap kasus Century. Presiden bilang bahwa jangan pernah memaksa. Namun, hari ini, mohon maaf, kami memaksa Presiden untuk segera mengusut tuntas aliran dana Bank Century," kata salah satu mantan aktivis 98 Miksil Mina Munir.
Sikap serupa juga dinyatakan oleh Haris Rusly, mantan aktivis 98 dari Universitas Gajah Mada. Ia bahkan mensinyalisasi bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah melakukan penyalahgunaan wewenang secara sistematis dengan mengangkat Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Kedua orang ini, kata Haris, merupakan tokoh-tokoh yang paling bertanggung jawab terhadap skandal Bank Century. "Mereka ini bilang kasus Century itu akibat dampak krisis global. Padahal, Amerika Serikat yang terkena dampak lebih besar tidak begini. Obama serius berkonsultasi dengan parlemen untuk membenahi perbankan. Saya tidak melihat ada political will dari Presiden," ungkapnya.
Para mantan aktivis ini juga mengingatkan, revolusi besar-besaran bisa kembali terjadi seperti pada 1998 jika Presiden SBY tidak mengikuti apa yang menjadi kehendak rakyat. "Kelihatannya Presiden tengah menguji kesabaran rakyatnya. Padahal, itu berarti akan menggerus kepercayaan rakyat kepada pemerintahan sekarang ini," kata Miksil. (Cok)

Jendral Susno Aktif Kembali, Tampar Wibawa Presiden

JAKARTA - Setelah Tim Pencari Fakta kasus pimpinan KPK selesai bekerja, Komisaris Jendral Pol susno Duaji kembali aktif menjabat Kepala Bareskrim (Badan Reserse Kriminal) Polri atau tetap menjadi orang nomor tiga di lingkungan Polri. Tapi, aktifnya kembali Susno Duadji sebagai Kabareskrim dinilai Transparancy Internasional Indonesia sebagai tamparan bagi Presiden Yudhoyono.
"Aktifnya kembali Susno (sebagai Kabareskrim) bisa menghilangkan dan menjatuhkan wibawa presiden," kata Teten Masduki pada wartawan di Padang, Minggu (2211). Sebab terungkapnya Susno dalam rekaman pembicaraan yang diduga Anggodo menurut Teten merupakan signal keterkaitannya dengan pengusaha tersebut.
Menurut Teten, kasus ini harus diusut tuntas keterlibatan Susno dan sejumlah orang yang terungkap dalam pembicaraan yang diputar di Mahkamah Konstitusi. Karena belum ada kejelasan dari kasus tersebut, Teten meminta, agar Susno dan sejumlah nama yang terlibat dalam pembicaraan itu mesti dinonaktifkan.
Dugaan keterlibatan sejumlah petinggi Polri, Teten menegaskan, tidak objektif jika kasus ini ditangani Kepolisian. "Kalau kasus ini ditangani Polri, akan terjadi konflik kepentingan karena petinggi lembaga tersebut terlibat dalam percakapan dengan Anggodo," katanya.
Didengarkannya rekaman percakapan sejumlah orang yang diduga Anggodo dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejaksaan dinilai Teten sudah cukup bukti bagi KPK mengambil alih kasus tersebut. Lambannya penanganan kasus Anggodo dinilai Teten menjadi persoalan sendiri bagi kredibilitas SBY. Bagaimanapun, ujarnya, nama RI 1 disebut-sebut dalam percakapan orang yang diduga Anggodo dengan salah seorang perempuan yang terakhir diduga Ong Yuliana Gunawan.

Kapolri Minta Maaf

Sementara itu, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri telah meminta maaf kepada keluarga Nurcholish Madjid terkait pernyataan yang menyinggung nama baik Nurcholis dengan mengaitkannya pada kasus pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Chandra Hamzah. Permintaan Kapolri disampaikan langsung dengan berkunjung ke kediaman keluarga Nurcholis, Jumat (20/11) malam lalu.
Keluarga Nurcholis Madjid pun kemudian menerima minta maaf Kapolri. Pihak keluarga menyambut baik perkataan Kapolri kalau dia tidak bermaksud menyinggung martabat dan kehormatan Cak Nur dan seluruh keluarga besarnya.
"Dengan demikian masalah yang timbul akibat pernyataan Kapolri yang menyangkut keluarga Nurcholis Madjid telah diselesaikan secara langsung oleh Kapolri dengan keluarga Nurcholis Madjid. Masalah dianggap telah selesai," kata Yudi Latief dari Nurcholis Madjid Society saat jumpa pers di Yayasan Paramadina, Pondok Indah, Jakarta, Minggu (22/11).
Yudi juga mengatakan, yang menganggap masalah ini selesai bukan hanya keluarga biologis Cak Nur. "Tapi juga keluarga ideologis Nurcholis, yaitu dari Nurcholis Madjid Society," ujar Yudi.
Dalam pertemuan dengan keluarga Nurcholis, Kapolri ditemani Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Nanan Soekarna dan Penasehat Ahli Kapolri Profesor Bachtiar Aly. Sedangkan dari pihak keluarga Cak Nur terdapat istri Cak Nur Omi Komaria Madjid dan dua putra Cak Nur Ahmad Mikail Madjid dan Ibnu Soenanto.
Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III, Kapolri menyebutkan inisial 'N' sebagai tokoh masyarakat yang sudah almarhum yang membuat pimpinan KPK nonaktif Chandra M Hamzah dinilai enggan memeriksa MS Kaban terkait suap Rp 17,6 miliar dari bos PT Masaro, Anggoro Widjojo. N diduga Nurcholish Madjid yang merupakan ayah Nadya Madjid, mantan istri Chandra. MS Kaban diduga orang yang mengenalkan Chandra dengan Nadya. (John/David)

APBD Kabupaten Bogor 2010 Patut Dicurigai

BOGOR - Kalangan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi Kepemudaan (OKP) se-Kabupaten Bogor mengimbau kepada Pimpinan DPRD dan Badan Anggaran (Banang) untuk lebih berhati-hati dalam menelisik Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Kab.Bogor tahun 2010 yang diajukan Pemerintah Kabupaten Bogor. Himbauan ini digulirkan lantaran R-APBD 2010 terindikasi "bermasalah" dan banyak proyek yang dialokasikan anggarannya tidak mengacu pada hasil Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang).
Menurut juru bicara LSM Komisi Pemantau Aset dan Keuangan Negara (KOMPASKN) Bogor Raya Coky LDP, pihaknya telah menelaah R-APBD 2010 yang saat ini masih dibahas Banang DPRD dengan jajaran Pemkab di Sentul sejak awal bulan November ini. Di sektor pendapatan, papar Coky, banyak terdapat kejanggalan, khususnya di sektor restribusi daerah. Dimana banyak potensi pendapatan yang seharusnya bisa dioptimalkan, namun beberapa dinas penghasil malah menurunkan raihan pendapatan.
"Malah terkesan, jumlah pendapatan dari potensi tertentu dibuat sama, dan bahkan dibawah estimasi tahun-tahun sebelumnya. Misalnya potensi restribusi sarang burung walet dan sriniti, restribusi obyek wisata, pajak hotel, restoran dan villa, yang jika dioptimalkan angkanya bisa 2 kali lipat dari yang diajukan Pemkab. Kemudian juga potensi dari restribusi galian C, kebersihan dan juga pemanfaatan aset daerah yang sangat tidak optimal. Ini harus diperhatikan oleh Dewan," ujar Coky kepada JURNAL METRO, Senin (23/11).
Untuk mengetahui potensi riil PAD Kab.Bogor, tambah Coky, KOMPASKN menyarankan kepada Banang DPRD untuk meminta data potensi riil dari Pemkab. Sebab estimasi pendapatan yang disampaikan Pemkab cenderung tak jelas alias terkesan asal dipatok jumlahnya. "Apa dasar perhitungan dinas penghasil dalam menentukan estimasi pendapatan itu, mana data riilnya, mana hasil uji petik (pendataan) yang telah dilakukan dan apakah data potensi itu diupdate setiap tahun? Dari data itu kita bisa tahu apa yang bisa dioptimalkan dan apa yang tidak," jelasnya.
Lebih lanjut ia menambahkan, di sektor belanja daerah, KOMPASKN meminta Dewan untuk mengantisipasi terjadinya penyusupan proyek-proyek kepentingan yang melangkahi jalur Musrenbang. Di mana terdapat proyek-proyek di bidang infrastruktur dan sarana pendidikan-kesehatan yang muncul tiba-tiba. "Belajar dari pengalaman sebelumnya, semestinya usulan proyek hasil Musrenbang menjadi prioritas. Jangan sampai muncul proyek proyek 'titipan' bernilai miliaran rupiah yang menggusur proyek usulan Musrenbang," tegas Coky.
Hal senada disampaikan oleh Direktur LSM P-Sigma H.Aminuddin, yang mengkritik banyaknya proyek infrastruktur dan sarana pendidikan yang merupakan usulan Musrenbang dan hasil kajian dinas yang tersingkir akibat masuknya proyek besar yang diduga merupakan titipan kepentingan pengusaha dan pejabat tertentu. "Kami berharap Dewan lebih teliti dan berani menolak anggaran proyek besar yang bukan hasil Musrenbang," ujarnya.
Coky dan Aminuddin juga menyoroti soal anggaran dana hibah yang diperuntukan bagi organisasi profesi dan instansi vertikal seperti TNI/Polri, Kejaksaan dan Pengadilan, yang jumlahnya mencapai puluhan miliar. Dana hibah ini jangan sampai salah peruntukannya, dan juga tak bisa diberikan secara spesifik kepada organisasi tertentu. Menurut Coky, pihaknya mendengar ada sebuah organisasi profesi yang mengajukan anggaran lebih dari Rp 2 miliar untuk kegiatan organisasinya.
"Ini sangat berbahaya, anggaran sebesar itu sepantasnya dialokasikan untuk kepentingan masyarakat luas semisal program pengentasan kemiskinan. Apa ita sebuah organisasi profesi membutuhkan dana sebanyak itu? Itu mengusik rasa keadilan masyarakat. Kami juga mengkritisi pemberian bantuan dana kepada instansi vertikal, kalau TNI/Polri ya wajarlah dengan angka proporsional, tetapi kalau pengadilan dan kejaksaan apa relevansinya?" imbuh Aminuddin.
Coky dan Aminuddin mengaku akan terus mengawal pembahasan APBD 2010 sampai ke penetapan (pengesahan). "Dalam penyelarasan nanti oleh pimpinan Dewan, kami akan mencoba ikut memberikan koreksi dengan menyampaikan data serta hasil kajian kami (koalisi LSM, Red). Kami ingin APBD 2010 mengutamakan kepentingan masyarakat luas, jangan hanya untuk menguntungkan kelompok tertentu yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya penyimpangan sehingga muncul kasus korupsi," tegas Coky. (Arthur)

Polri Dituding Hendak Mengkriminalisasi Pers

JAKARTA - Langkah Kepolisian RI (Polri) memanggil dua media cetak, Kompas dan Seputar Indonesia, terus menuai kecaman berbagai kalangan. Tindakan ini dinilai sebagai upaya mengkriminalisasi pers. Keterangan yang disampaikan juga berbeda-beda. Pihak Sindo mengaku dipanggil sebagai saksi atas laporan Anggodo yang merasa dicemarkan nama baiknya melalui pemberitaan. Sementara pihak Mabes Polri melalui Kadiv Humas Nanan Soekarna, mengatakan pemanggilan karena polisi ingin memperkuat bukti menjerat Anggodo.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana pun turut mempertanyakan langkah penyidik Polri. Menurutnya, jika hendak menjerat Anggodo terkait rekaman penyadapan KPK yang diperdengarkan di sidang MK, seharusnya bukan media yang dimintakan keterangan. "Kalau mau dapat detail rekaman Anggodo, seharusnya yang dipanggil adalah MK atau KPK, tidak Kompas atau Sindo," ujar Denny dalam sebuah diskusi di stasiun radio swasta di Jakarta, Sabtu (21/11) lalu. Sikap kepolisian ini membuat situasi yang terjadi tidak menjadi lebih reda. "Memang, situasinya tidak lebih cool karena ada wacana kriminalisasi pers," kata Denny.
Sementara Wakil Ketua Dewan Pers Sabam Leo Batubara mengatakan, pemanggilan dua pimpinan media massa terkait pengaduan Anggodo Widjojo tidak tepat, karena media hanya bersifat menyampaikan informasi, termasuk dalam kasus itu. "Dua media, yakni Kompas dan Seputar Indonesia justru dipanggil kepolisian untuk dimintai keterangan, karena pengaduan dari Anggodo. Ini hal menyedihkan," katanya di Hotel Metro Semarang, Sabtu (21/11).
Menurut dia, media selama ini hanya berperan sebagai panggung atau cermin yang menyampaikan fakta yang ada, sehingga ketika fakta yang disampaikan tidak sesuai yang diharapkan oleh pihak yang terlihat dalam cermin (media), jangan menyalahkan cerminnya. Terlebih lagi, kata Leo, sebenarnya tidak hanya dua media massa itu yang memuat atau menyiarkan rekaman percakapan telepon yang dilakukan oleh Anggodo dengan beberapa pihak, dan rekaman itu sebelumnya juga telah diputar di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam kaitan itu, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Novel Ali, juga menyesalkan tindakan kepolisian terkait pemanggilan dua media tersebut. Sebab, hal itu justru mengakibatkan kesenjangan hubungan antara kepolisian dengan kalangan media. "Dalam konteks apa pemanggilan itu, kalau mereka (media) melakukan kesalahan, seperti delik pidana, maka pemanggilan itu tepat. Namun kalau berkaitan dengan pemberitaan, biarlah diselesaikan secara internal. Kan ada juga Dewan Pers," kata Novel Ali.
Dia mengatakan, pemanggilan dua media tersebut juga tidak tepat dilakukan dalam situasi seperti saat ini. Sebab, opini publik yang berkembang di masyarakat menginginkan agar Anggodo secepatnya diproses, dan dalam situasi seperti ini tidak boleh ada penekanan-penekanan. Berkaitan dengan pemanggilan dua media tersebut, kepolisian memang memiliki wewenang seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, "Tapi, kepolisian juga harus mempertimbangkan tindakan yang dilakukan. Sebab, pemanggilan dua media itu sebenarnya tidak perlu dilakukan, karena yang rugi adalah Polri sendiri".
Sementara itu, tiga organisasi wartawan/jurnalis Indonesia, Jumat (20/11) lalu, mengeluarkan pernyataan sikap bersama berkait dengan pemanggilan pimpinan media massa oleh Mabes Polri. Dalam siaran persnya, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menegaskan pemanggilan pimpinan Kompas dan Seputar Indonesia itu tidak mempunyai dasar hukum yang kuat.
Berdasarkan pernyataan sikap yang mengatasnamakan Ketua Umum PWI Pusat Margiono, Ketua Umum AJI Nezar Patria, dan Ketua Umum IJTI Imam Wahyudi itu, mereka juga mengingatkan bahwa wartawan dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum mempunyai hak tolak. Hak untuk melindungi narasumber berita itu diatur dalan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
Selain melindungi jati diri narasumber, hak tolak itu juga dimaksudkan untuk melindungi kredibilitas pekerjaan jurnalistik dan integritas jurnalisnya. Juga diingatkan bahwa dalam menjalankan tugas profesionalnya sebagai jurnalis, wartawan mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
Kecaman juga datang dari Sekretaris Jenderal PB Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Zaini Shofari. Atas nama organisasinya, ia menyatakan, atas nama demokrasi para penguasa harus segera menghentikan berbagai bentuk intimidasi kepada pers. "Sebagai pilar ke empat demokrasi, sejatinya pers itu harus dilindungi. Tapi ironisnya, kian banyak saja insan pers jadi korban akibat intimidasi kekuasaan yang manipulatif," kata Zaini.
Dia menunjuk kasus terakhir berupa tewasnya seorang reporter dari koran Radar Bali di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. "Peristiwa itu masih begitu hangat, tiba-tiba Mabes Polri melakukan tindakan ceroboh berupa pemanggilan wartawan Kompas dan Seputar Indonesia untuk sesuatu urusan yang tidak jelas substansinya," katanya.
Bagi PB PMII, menurutnya, tindakan Mabes Polri itu semakin merusak citra kepolisian yang terkesan tidak profesional. "Jika berkait dengan transkrip rekaman yang telah dibuka pada Sidang Mahkamah Konstitusi (MK), maka solusinya adalah hak jawab. Kok sepertinya para petinggi tak mengerti hukum dengan memanggil wartawan, tidak menggunakan hak jawab itu," ujarnya. (Dav/John)

Penyuluhan Hukum Terpadu Di Desa Sirnagalih

JONGGOL - Program pemerintah (Pemkab) Kabupaten Bogor terus menggeber penyampaian informasi kepada masyarakat melalui penyuluhan kepada masyarakat serta mensosialisasikan tentang hukum kepada masyarakat berdampak pada bertambahnya pengetahuan dan kesadaran tentang hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kamis (12/11) lalu, giliran Desa Sirnagalih Kecamatan Jonggol, yang disambangi tim penyuluhan hukum terpadu. Dalam kegiatan penyuluhan hukum ini, Pemkab Bogor bekerjasama dengan Polres Bogor, Badan pertahanan Nasional Departemen Agama, Kantor Pajak Pratama. Masing-masing lembaga memberikan arahan bimbingan yang berkaitan dengan hukum serta lembaga yang menanganinya.
Nara sumber dari Polres Bogor Iptu Saepudin Gayo memberikan informasi kepada masyarakat dengan tujuan meningkatkan pelayanan Polri kepada masyarakat seputar kriminalitas, trafficking serta tawuran pelajar yang kerap dilakukan siswa sekolah.
"Kita ingin melihat sejauh mana peran serta masyarakat apakah sudah tanggap memberikan informasi kepada polisi," ungkap Gayo kepada JURNAL METRO.
Sementara nara sumber dari Departemen Agama Cibinong menyampaikan seputar undang-undang perkawinan dengan segala aspek hukumnya. BPN Bogor yang diwakili oleh Budiono sebagai pembicara membahas tentang hukum pertanahan, undang-undang tentang agrarian dan catur tertib pertanahan berupa tertib hukum, tertib pemeliharaan dan lingkungan hidup, juga tentang pelayanan.
Kegiatan penyuluhan hukum terpadu di Sirnagalih Kecamatan Jonggol yang diikuti muspika Jonggol, para Kepala Desa se Kecamatan Jonggol, tokoh masyarakat dan warga masyarakat Desa Sirnagalih. Kegiatan ini akan berdampak kepada masyarakat adanya perubahan dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan hukum sehingga masyarakat akan selalu mematuhi dan mentaati aturan-aturan sesuai dengan perundang-undagan yang berlaku di masyarakat.
Kepala Desa Sirnagalih, Noor Kasih D, sebagai tuan rumah kegiatan menyampaikan ucapan terima kasih kepada pemerintah Kabupaten Bogor, pemerintah Kecamatan yang telah mempercayakan untuk menunjuk Desa Sirnagalih sebagai peserta penyuluhan. (di’as)

Pasar Hewan Ditengah Kota Jonggol Dikeluhkan

JONGGOL - Perkembangan wilayah di Kecamatan Jonggol berpengaruh kepada berkembangnya penduduk, semakin maju satu wilayah akan semakin bertambah penduduk di wilayah tersebut. Seperti di Jonggol, khususnya desa Jonggol, yang merupakan pusat kota dan pusat kegiatan ekonomi di Jonggol, masyarakat sekitar pasar hewan Jonggol mengeluhkan keberadaan pasar hewan yang berada di tengah-tengah kota Jonggol yang padat pemukiman.
Keluhan masyarakat berupa bau busuk dari kotoran hewan. Hewan yang diperjual belikan di pasar tersebut karena pasar hewan tersebut sejatinya tidak layak secara tata ruang wilayah pasar yang kumuh dan berbau busuk itu akan mengganggu kesehatan masyarakat pasar yang sejak berdiri tahun 1960 ini sudah dikenal oleh para pedagang lokal maupun pedagang dari luar bahkan sampai daerah luar Jawa.
Namun sangat disayangkan keberadaan pasar hewan ini tidak tertata masyarakat mnegaharapkan adannya relokasi bagi pasar hewan di Jonggol. Saat dikonfirmasi pihak pemerintah Kecamatan Jonggol kaitan dengan ijin lingkungannya, pihak Kecamatan Jonggol melalui Kasi Trantib sudah memanggil pengelola mempertanyakan tentang ijin-ijin kepada pengelola.
Menurut pengelola Koperasi Mekar yang berpusat di Cibubur, Gunawan, setelah dipanggil oleh pihak Kecamatan pihaknya belum bisa memberi jawaban karena tidak punya kewenangan karena dirinya diperintah oleh atasan hanya untuk mengelola. Dijelaskannya, dalam satu hari keberadaan pasar tersebut terjadi transaksi ±500 ekor sapi perminggu.
Karena pasar hanya ramai setiap hari Kamis, para pedagang dikenakan sewa Rp 8.000 /1 ekor sebagai sewa tempat masuk pasar untuk parkir kendaraan hewan Rp 1.000 dan perekor Rp. 1.000. Untuk APBD, dikutip oleh Hansip Desa Jonggol, dan hal ini sudah berjalan dari tahun ke tahun. Yang menjadi pertanyaan, walaupun bersifat pribadi lahan pasar tersebut bagaimana dengan restribusinya ke Pemerintah Daerah?. (di’as)

Audiensi LSM-PD Pasar Tohaga

CIBINONG - Audiensi Konsorsium LSM Bogor Raya dengan jajaran PD Pasar Tohaga, Rabu (11/11) lalu, diisi dengan pertanyaan tajam oleh aktifis LSM seputar kinerja perusahaan yang dinilai masyarakat masih kurang memuaskan, beberapa hal diantaranya juga menilai kurang harmonisnya jajaran direksi dengan dewan pengawas. Koordinator LSM Bogor Raya, Aminudin, menanyakan progress kinerja 2009 PD Pasar Tohaga yang tersirat agak lamban,
Namun Direktur Utama PD Pasar Tohaga Cahya Vidiadi menjelaskan secara runut perjalanan perusahaan setelah turunnya Berita Acara Serah Terima Pengelolaan Pasar, Barang Daerah, Keuangan dan Pegawai Antara Pemerintah Kab Bogor dengan PD Pasar Tohaga Kab Bogor No. 510.16/I/BA/HUK/2007 dan No. 510.16/I/BA/PD.Pasar/2007 tanggal 1 Mei 2007. Namun efektivitas pengelolaannya setelah serah terima pengelolaan pasar tradisonal secara utuh dari Disperindag Kabupaten Bogor per 28 april 2009.
Lebih lanjut Cahya menjelaskan, kendala-kendala internal dalam mengelola 24 pasar yang ada, diantaranya masalah asset dikelola ternyata banyak yang tidak dilengkapi oleh sertifikat sehingga untuk mengembangkan bisnis dengan mengandalkan kerjasama dengan pihak bank belum dapat dilakukan secara efektif, namun dengan kondisi riil saat ini saja yang lebih banyak mengandalkan dari pendapatan seperti retribusi dan pengelolaan, kinerja keuangan perusahaan masih mengalami kenaikan, Cahya ingin menggambarkan walau masih dalam waktu yang singkat sejak serah terima pengelolaan, 28 April 2009 tersebut sudah terlihat perbaikan kinerja perusahaan.
Pada kesempatan yang sama Cahya juga menjelaskan mengenai belum terselesaikannya persoalan pasar Ciawi, pasalnya pihak pengembang PT Fortunindo belum menyerahkan pengelolaan pasar tersebut kepada pihak Pemkab dan selanjutnya pemkab menserah-terimakan kembali ke PD Pasar Tohaga, keterlambatan penyerahan tersebut juga menyebabkan tunggakan pembayaran listrik yang dibebankan kepada PD Pasar Tohaga, hal seperti tentu memberatkan keuangan perusahaan, ujarnya. Tahun 2009 ini, upaya peningkatan dan perbaikan terus dilakukan, seperti efisiensi terhadap SDM, melakukan pelatihan dan studi banding (bench marking), melakukan terobosan untuk meningkatan pendapatan.
Anggota Konsorsium lainnya, Rico Pasaribu mempertanyakan dan menyarankan upaya rekonsiliasi dan diselesaikan secara internal saja terhadap adanya dugaan ketidak-harmonisan dewan Direksi dengan Badan Pengawas hal ini terlihat dari beberapa pernyataan salah seorang dari badan pengawas yang pernah dilansir media, menjawab pertanyaan tersebut Cahya, hanya mengatakan bahwa tidak ada persoalan antara direksi dengan badan pengawas.
Lebih lanjut Cahya berharap segenap jajaran PD Pasar Tohaga untuk menciptakan suasana kondisif sehingga karyawan lebih fokus pada upaya peningkatan kinerja perusahaan, terhadap pandangan pihak eksternal, Cahya berharap setiap permasalahan diselesaikan secara internal saja, sehingga tidak menjadi konsumsi publik.
Pada akhir penjelasannya, Cahya Vidiadi meminta kerjasama dari semua unsur masyarakat untuk mewujudkan pasar yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Kunjungan audiensi konsorsium LSM Bogor Raya yang terdiri dari beberapa LSM di Kabupaten Bogor ini, sekaligus memberikan masukan kepada manajemen PD Pasar Tohaga dari hasil kajian studi perpasaran yang dilakukan oleh konsorsium LSM di pengelola pasar daerah di Palembang yang dianggap memiliki kelebihan (good poin) dalam pengelolaannya. Hasil kajian ini juga diharapkan dapat menjadi pembanding untuk meningkatkan kinerja PD Pasar Tohaga. (Ric/Art)

BPT Kab Bogor Bertekad Tingkatkan Pelayanan kepada Masyarakat

CIBINONG – Seakan terlecut dengan beragam kritik yang dilontarkan oleh sejumlah kalangan, Badan Perijinan Terpadu (BPT) Kabupaten Bogor berbenah diri dengan menggelar program untuk mempermudah penyelenggaraan izin kepada masyarakat. Untuk itu, BPT akan melakukan safari di empat wilayah Kabupaten Bo­gor.
Menurut Kepala BPT Kab. Bogor Syarifah Sofiah, kegiatan safari yang dibarengi dengan sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan pelayanan perizinan secara langsung kepada masyarakat. "Sekaligus, menyebarluaskan informasi mengenai penyelenggaraan pelayanan perizinan yang dilaksanakan BPT Kabupaten Bogor," jelas Syarifah, akhir pekan lalu.
Kegiatan ini, lanjut dia, akan dimulai di wilayah Bogor Barat pada Selasa (17/11) ini. Kemudian safari dan sosialisasi akan digelar di wilayah Kabupaten Bogor bagian selatan, timur dan tengah hingga awal Desember. Syarifah menambahkan, hingga saat ini pihaknya baru melayani 21 jenis layanan perizinan.
“Diantaranya, Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Kita ingin masyarakat tahu lebih detil tentang fungsi dan kewenangan BPT,” ujar mantan Kepala Bagian Program dan Pengendalian Pembangunan Sekretariat Daerah ini.
Syarifah menambahkan, kemudahan serta kedekatan pelayanan perizinan yang telah dan akan dilakukan BPT semata-semata untuk mewujudkan pelayanan prima untuk menjamin iklim penanaman modal yang kondusif dan berdaya saing. “Dalam memberikan pelayanan, kami memegang teguh kaidah kesederhanaan, kejelasan, kepastian, keamanan, keterbukaan, efisiensi, keadilan serta ketepatan waktu,” pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif LSM P-Sigma H.Aminuddin ST.p, mengaku cukup terkesan. Namun demikian, Aminuddin berharap kegiatan itu dapat ditindaklanjuti oleh BPT dengan mewujudkan pelayanan yang efisien dan efektif. "Wilayah Kabupaten Bogor ini sangat luas, dan kalau bisa untuk perijinan tertentu bisa dilayani oleh unit pelayanan di tingkat kecamatan agar masyarakat yang jauh dari Cibinong, bisa terlayani dengan cepat," imbuhnya. (Art/Lisman)

Pengusaha Ribut Rebutan Proyek Jadi Tanggungjawab Bupati

CIBINONG - Kericuhan yang sering terjadi pada saat proses pelelangan di kantor Unit Layanan Pengadaan (ULP) Sekretariat Daerah Kabupaten Bogor, dinilai banyak sebagai akibat ketidakbecusan Bupati Bogor dan jajarannya untuk melaksanakan lelang tender proyek di lingkungan Pemkab secara transparan dan adil. Bahkan, muncul sinyalemen, kericuhan yang berujung pada bentrok fisik sesama pengusaha disebabkan adanya pengkaplingan proyek-proyek besar oleh pengusaha tertentu.
Kepada JURNAL METRO saat memantau pelaksanaan lelang di ULP yang berakhir ricuh pada Jumat (13/11) lalu, aktivis Lembaga Kajian Strategis (LEKAS), Ronny Syahputra, mengatakan, terjadinya pertikaian sesama pengusaha yang berbuntut pada pengerahan massa untuk menghalang-halangi pengusaha lain untuk mendaftar tender proyek menunjukan adanya ketidakberesan dalam lelang tender proyek yang diselenggarakan oleh Pemkab. Ketidakberesan itu, kata Ronny, tak lain adalah ada pengusaha yang sudah "memesan" proyek tertentu kepada pejabat tertentu, dan kemudian berusaha mengamankan proyek yang dipesannya itu.
"Pengusaha yang sudah memesan proyek itu, berupaya mengamankan proyeknya itu dengan mengerahkan kelompok pemuda atau ormas tertentu untuk mencegah pengusaha saingannya ikut mendaftar lelang tender. Sehingga lelang proyeknya aman, tidak akan diikuti oleh pengusaha lain yang lebih bagus dan kredibel. Dalam catatan saya, setiap lelang proyek bernilai diatas Rp 500 juta sampai milyaran rupiah selalu saja terjadi kericuhan dan saling jegal," kata Ronny.
Ia menilai keributan antar pengusaha ini terjadi berkat peran pejabat Pemkab dan oknum pengusaha besar yang diduga telah menjalin kesepakatan untuk membagi-bagi proyek bernilai besar. Namun kesepakatan itu tak cukup, sehingga perlu dilakukan pengamanan pada saat lelang proyek, agar tak ada kesempatan bagi pengusaha lain yang mungkin saja mengajukan penawaran yang lebih baik ketimbang pengusaha besar kroni pengusaha.
"Saya menilai kericuhan dalam lelang ini dikarenakan adanya pengkaplingan proyek-proyek besar oleh pengusaha tertentu. Tak heran, pengusaha yang benar-benar murni ingin bersaing secara sehat dan kompetitif meradang dan akhirnya ikut-ikutan mengerahkan massa untuk membackup dirinya. Dalam hal ini, Bupati dan jajarannya harus bertanggungjawab, jangan sampai masalah rebutan proyek ini berkepanjangan," imbuhnya.
Hal senada dikatakan oleh Sekretaris Lembaga Pemantau Pembangunan Bogor (LP2B) Moh Yusuf. Dia menuding biang keladi dari kericuhan akibat rebutan proyek akibat campur tangan (intervensi) dari pengusaha besar terhadap ULP. "Inilah kalau proyek sudah diatur dibagi buat si A atau B. Lalu untuk mengamankannya, pengusaha lain yang lebih baik penawarannya dicegah ikut mendaftar supaya kesannya penawaran si pengusaha yang sudah mengkapling itu yang terbaik. Ini ngawur!" tandasnya.
Terkait hal itu, Yusuf dan Ronny mendesak kepada aparat hukum untuk turut mengawasi jalannya lelang proyek serta pelaksanaan proyek yang telah berjalan. Keduanya meyakini, dengan proses lelang tender yang telah diatur sedemikian rupa oleh pengusaha tertentu dan pejabat Pemkab, maka pelaksanaan proyeknya pun akan tak beres. "Lihat saja nanti, akan ada proyek yang kekurangan pengerjaan atau ditelantarkan pemborong," kata keduanya. (Art)