Sabtu, 05 Desember 2009

Ketua MK dan MA Minta Kasus Bibit-Chandra Dihentikan

BANDAR LAMPUNG - Menyusul perkembangan kasus pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibid S Rianto dan Chandra M Hamzah, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud Md. meminta Presiden Susilo B Yudhoyono mengeluarkan abolisi bagi Bibit dan Chandra. Abolisi atau menutup kasus hukum merupakan hak dan kewenangan Presiden, sesuai dengan Pasal 14 Undang-Undang Dasar
“Itu (abolisi) bisa mengakhiri pro dan kontra kasus Bibit-Chandra,” kata Mahfud setelah memberi kuliah umum di Magister Hukum Universitas Lampung, akhir pekan lalu. Abolisi, kata dia, tak berarti Presiden mencampuri proses hukum. “Saya kira pembentukan Tim 8 itu bisa menjadi pegangan menerapkan hak dan kewenangan yang dijamin konstitusi,” kata dia.
Menurut Mahfud, Presiden harus menjalankan rekomendasi Tim 8. Tim yang diketuai Adnan Buyung Nasution itu diperkirakan mengeluarkan sedikitnya sepuluh rekomendasi. “Saya yakin rekomendasi Tim 8 merupakan jawaban atas kemelut itu karena mereka pakar terbaik dan sangat kredibel,” ujarnya.
Menurut dia, kisruh KPK dengan kepolisian akan berakhir pekan depan jika Yudhoyono bersikap tegas. Tanpa abolisi, Mahfud menilai persoalan ini menjadi rumit. “Akan terjadi benturan di tengah masyarakat karena sudah terjadi saling dukung antara kedua lembaga,” katanya.

Ketua MA Bersuara
Sementara itu, Ketua Mahkamah Agung Harifin Arifin Tumpa meminta agar kasus hukum dua petinggi nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Rianto-Chandra M. Hamzah, dihentikan. Kemelut antara kepolisian dan KPK dinilai membingungkan masyarakat.
"Daripada menimbulkan opini-opini yang tidak jelas dan membingungkan masyarakat, lebih baik kasus Bibit dan Candra dihentikan saja," kata Harifin di depan sejumlah mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia di Makassar, Sulawesi Selatan, kemarin.
Menurut Harifin, penghentian dilakukan apabila polisi memang tak punya cukup bukti. Dalam kasus ini polisi menyatakan memiliki bukti kesaksian Ary Muladi, tiket parkir Pasar Festival, dan enam kali pertemuan Ary dengan pejabat KPK. Belakangan, Ary mencabut keterangaannya. Ia menyatakan tak mengenal dua petinggi KPK itu dan meminta maaf kepada Bibit-Chandra.
Seorang perwira polisi yang tak disebutkan namanya juga telah memberi tahu KPK bahwa kasus ini rekayasa. Laporan yang menyebutkan telah terjadi suap kepada petugas KPK telah dipelintir menjadi suap kepada pimpinan KPK.
Setelah kasus dihentikan, Harifin mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bisa mengembalikan fungsi Bibit dan Chandra sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. Sehingga, kata dia, kasus-kasus yang ditangani KPK berjalan normal kembali.
Bibit-Chandra ditetapkan sebagai tersangka pada 15 September lalu dalam kasus penyalahgunaan wewenang dan pemerasan terhadap Anggoro Widjojo, tersangka kasus korupsi di Departemen Kehutanan. Enam hari kemudian, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 74/P Tahun 2009 tentang penonaktifan kedua pejabat ini.
Polisi sudah tiga kali melimpahkan berkas perkara keduanya ke Kejaksaan Agung. Namun, Kejaksaan pada 10 Oktober, 20 Oktober, dan 9 November menyatakan berkas belum lengkap. Dua hari yang lalu kepolisian kembali melimpahkan berkas perkara kasus ini. (Johnn/Art)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar