Sabtu, 05 Desember 2009

CATATAN KHUSUS ED.38: Ada Apa di Tubuh Polri?

Entah karena panik atau salah perhitungan, Mabes Polri tiba-tiba memanggil pimpinan dua media massa nasional, Kompas dan Seputar Indonesia, terkait dengan laporan Anggodo Wijoyo dalam kasus dugaan pencemaran nama baik dan penyalahgunaan wewenang penyadapan. Kabar pemanggilan pimpinan dua media cetak ini sontak mengejutkan publik dan bahkan menimbulkan reaksi keras dari kalangan pers juga kalangan lainnya. Pasalnya, selain dianggap sebagai upaya pengkriminalisasian pers, pemanggilan itu juga dinilai tindakan bodoh karena penyidik Bareskrim Polri hendak meminta keterangan terkait dengan laporan Anggodo.
Kecaman bertubi-tubi pun datang menghantam Polri, hingga Mabes Polri merasa perlu mengklarifikasi melalui Kadiv Humas Irjen Nanan Soekarna yang menegaskan pemanggilan itu tidak terkait dengan laporan Anggodo, yang saat ini menjadi sasaran caci maki sebagian besar rakyat lantaran ulahnya yang mengatur rekayasa kriminalisasi pimpinan KPK. Nanan mengatakan pemanggilan itu tak lain adalah untuk memperkuat upaya Polri dalam menjerat Anggodo sebagai tersangka terkait rekaman sadapan KPK yang berisi skenario kasus Bibid-Chandra.
Keterangan ini jelas berbeda dengan surat pemanggilan dari penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri yang ditujukan kepada pimpinan Seputar Indonesia yang menyebutkan mereka dipanggil terkait dengan laporan Anggodo. Ini sangat aneh, Mabes Polri terlihat kebingungan, seperti ada rencana mereka yang gagal. Keanehan pun kian terlihat ketika penasehat khusus Kapolri Prof Bachtiar Aly menyatakan Kapolri tidak mengetahui sama sekali pemanggilan media, yang ada Kapolri ingin mendengar informasi dari media untuk menjerat Anggota menjadi tersangka.
Yang lebih lucu lagi, hasil pemeriksaan (atau lebih tepat tanya jawab) antara penyidik dengan pimpinan dua media yang dipanggil ke Bareskrim dituangkan ke Berita Acara Interview (BAI). Kontan saja hal ini menjadi bahan tertawaan banyak pihak, pasalnya dalam aturan hukum yang berlaku Polisi seharusnya membuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), bukannya BAI. Sejak kapan Polisi menuangkan hasil pemeriksaan ke dalam BAI. Lagi-lagi ini sebuah keanehan yang telak-telak membuat malu wajah Polri.
Pernyataan para petinggi Polri yang berbeda dengan fakta yang ada, jelas menunjukan adanya sesuatu di tubuh Mabes Polri. Mengapa Bareskrim bisa melakukan langkah "berani" yang diluar sepengetahuan Kapolri di tengah derasnya kecaman pedas masyarakat kepada korps Polri? Mengapa pula pernyataan Kadiv Humas Polri Irjen Nanan Soekarna berbeda dengan isi surat pemanggilan penyidik kepada pimpinan media cetak? Lalu mengapa pula penyidik Polri nekat membuat BAI, bukannya BAP. Ada apa semua ini?
Menyaksikan adegan demi adegan yang dipertontonkan jajaran Polri dalam menyikapi kasus pimpinan KPK, Bibid-Chandra serta rekaman sadapan KPK yang memuat percakapan antara Anggodo Wijoyo dengan beberapa pejabat Kejaksaan Agung dan Polri, sungguh menggelitik kita semua. Sebenarnya apa yang sedang terjadi, dan apa yang mau dilakukan Kapolri beserta jajaran petinggi Mabes Polri terkait dengan kasus pimpinan KPK dan Anggodo?
Hal tersebut seharusnya menjadi catatan tersendiri bagi Presiden Yudhoyono, selaku atasan Kapolri. Mungkin memang benar kata para tokoh di negeri ini, sudah saatnya dilakukan perbaikan secara menyeluruh di tubuh Polri dan Kejaksaan Agung, bahkan kalau perlu juga di KPK dan Mahkamah Agung. Kita tentunya berharap, kedepan tak ada lagi adegan-adegan yang mengundang reaksi keras atau kecaman publik terhadap institusi Polri dan Kejaksaan. Jadi sudah saatnya Presiden mengambil keputusan.... (Coky Pasaribu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar