Senin, 08 Februari 2010

Satlak PB Kabupaten Bogor Siaga 24 Jam

CIBINONG – Satuan pelaksana penanggulangan bencana (Satlak PB) yang berada dibawah Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Kabupaten Bogor siaga 24 jam dalam menanggulangi bencana dan penanganan pasca bencana alam. Satlak ini tidak hanya membantu masyarakat di Kabupaten Bogor tapi juga di daerah lain yang membutuhkan bantuan (quick respons).
Ketua Tim Satlak PB Kab.Bogor, Budi Aksono, ketika ditemui JURNAL METRO di ruang kerjanya belum lama ini, mengungkapkan satlak ini bertugas mengantisipasi sebelum terjadi bencana, mentransformasikan informasi dari BMG serta ketika terjadi bencana. Sejak beberapa tahun terakhir, timnya harus bekerja ekstra membantu masyarakat Kabupaten Bogor yang terkena bencana baik kebakaran, tanah longsor dan puting beliung. Bahkan timnya juga terjun membantu warga diluar kabupaten ini seperti Cianjur, Depok hingga sunami yang melanda Propinsi Aceh.
Untuk daerah yang sempat dilanda bencana alam di Kabupaten Bogor yang telah ditangani satlak ini antara lain Cigudeg, Cisarua, Megamendung dan Cigombong. Tim ini selain bergerak membantu menanggulangi bencana juga berperan aktif mensosialisasikan hal-hal yang menyangkut penggulangan bencana. Disini, lanjut Budi Aksono, untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi timnya telah dibekali ilmu penanggulangan sehingga ketika diterjunkan mereka telah memahami tugasnya masing-masing.
"Ketika masuk tim, pertama kali mereka dibekali ilmu dasar-dasar penanggulangan bencana oleh instruktur yang ada di Kesbanglinmas. Setelah mendalami dasar-dasar ini mereka dilanjutkan pendidikan praktek di lapangan dengan pengawasan para pembimbing dan nantinya setelah mereka matang akan ilmu penanggulangan mereka siaga 24 jam membantu masyarakat yang membutuhkan," jelasnya.
Tim yang beranggotakan sekitar 112 orang ini, lanjut Budi Aksono, setelah menjalankan tugas di lapangan akan menyerahkan ke bagian kesra desa dan kecamatan untuk melakukan rekontruksi pasca bencana. Disini, tegas Budi bila diperlukan kami akan selalu siap membantu. “Saya berharap arus informasi dari masyarakat tentang terjadinya bencana. Untuk itu diperlukan jalinan koordinasi yang baik antara masyarakat, desa, kecamatan dan satlak agar masyarakat yang membutuhkan bantuan penanggulangan bencana dapat kami respon dengan cepat,” pungkas Budi. (Handoyo/Hepi)

Terkait Jalan di Perbatasan Pemkab Sukabumi dan Bogor Saling Lempar Tanggung Jawab

SUKABUMI – Jalan Desa Kutajaya yang menjadi jalan penghubung dan juga batas Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor hingga kini kondisinya sangat memprihatinkan. Ironisnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukabumi dan Bogor saling lempar tanggung jawab terkait perbaikan jalan.
Sekretaris Desa Kutajaya, Yudi Irawan, di ruang kerjanya mensinyalir kedua Pemkab saling lempar tanggung jawab terhadap jalan sepanjang 3,5 km yang menjadi tapal batas kedua wilayah ini. Hal itu terlihat dari kondisi jalan selama tidak kurang dari lima belas tahun tidak pernah tersentuh bantuan. Menurut Yudi, desa telah berulang kali mengusulkan dalam musrenbang desa dan kecamatan, tapi lagi-lagi di musrenbang kabupaten selalu mendapat jawaban sabar.
Menyitir ungkapan Bupati Drs H Sukmawijaya, MM pada kunjungan kerjanya ke desa ini pada hari Jumat (29/1) lalu bahwa sebelumnya Pemkab Sukabumi dan Pemkab Bogor telah membuat MoU untuk menangani jalan dan drainase sepanjang 3,5 km yang menjadi tapal batas antar kabupaten ini.
Kala itu diungkapkan bahwa Pemkab Sukabumi telah menganggarkan sebesar Rp 800 juta yang menurut Yudi Irawan sangat ironis mengingat mayoritas pemanfaat jalan ini adalah warga Kabupaten Sukabumi tapi anggarannya hanya Rp 800 juta. “Seharusnya fifty – fifty,” tandas Yudi.
Sejak beberapa tahun lalu, lanjut Yudi Irawan, desa Kutajaya telah berhasil memasukkan investor dibidang garment untuk menunjang penghasilan desa dan kabupaten serta mengurangi angka pengangguran. Untuk kendaraan pabrik berbobot diatas 8 ton sangat kesulitan masuk ke wilayah ini.
Selain miris mendengar ungkapan bupati tentang jalan ini, Yudi juga miris dengan nasib rekan-rekannya yang telah menjadi PNS. Menurutnya, mereka yang telah menjadi PNS mendapat peningkatan penghasilan dan jaminan dari pemerintah padahal tugas dan kewajibannya sama dengan yang belum mendapat perhatian.
Selain sekretaris desa pemerintah juga harus memikirkan nasib segenap perangkat desa yang selalu dijadikan ujung tombak dan ujung tombok setiap target yang dibebankan pemerintah daerah. Sebagai imbal balik seharusnya bupati juga memberikan penghargaan terhadap desa. Dengan penghargaan ini tentunya pemerintah desa kian memiliki tanggung jawab tinggi terhadap setiap tugas dan kewajibannya sebagai pelayan publik. (Wah/Hep)

Pemkab Sosialisasikan Pembangunan Sarana Air Bersih TA 2010

CIBINONG - Setelah berhasil membangun sarana dan prasarana air bersih (SAB) di 35 desa pada 23 kecamatan di tahun anggaran (TA) 2009, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) tahun 2010 ini kembali memprogramkan pembangunan SAB dengan alokasi di 26 desa pada 22 kecamatan. Untuk menyukseskan program tersebut, Kamis (4/2) lalu, DKP menggelar rapat koordinasi dan sosialisasi pembangunan SAB TA 2010 yang dihadiri oleh perwakilan dari Kecamatan dan Pemerintah Desa penerima SAB.
Dalam rapat koordinasi yang dipimpin Sekretaris DKP Drs.H.Gin Gin Nugraha.MM, dicapai kesimpulan bahwa DKP bersama aparat kecamatan dan pemerintahan desa secepatnya harus melaksanakan sosialisasi pembangunan SAB kepada masyarakat. Selain itu, juga akan disampaikan informasi tahapan-tahapan pembangunan SAB sesuai dengan keputusan penilaian antara Musrenbang, reses DPRD, Jumling dan proposal permohonan.
"Kami segera sosialisasikan kepada masyarakat tentang pembangunan SAB ini, ini agar diketahui bahwa tujuan program ini adalah untuk peningkatan cakupan sarana air bersih pedesaan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat," ungkap Gin Gin mewakili Kepala DKP Kab.Bogor Ir.Rosadi Saparodin, yang berhalangan memimpin rapat karena sedang bertugas ke Samarinda.
Kepada JURNAL METRO, Gin Gin yang didampingi oleh Kepala Seksi Sanitasi Air Bersih, Bambam Setia Aji.ST.MBA, mengungkapkan bahwa dalam sosialisasi itu juga akan disampaikan informasi tentang tahapan awal, mulai dari verifikasi, survei lapangan dan perencanaan, sosialisasi pra konstruksi, konstruksi lapangan, kegiatan sosialisasi dan evaluasi pasca konstruksi.
"Dan penting untuk diketahui oleh pemerintahan desa serta masyarakat, bahwa dalam pembangunan sarana dan prasarana air bersih ini terdapat dua sistem pembangunan, yaitu sistem pengeboran atau pun dengan memanfaatkan mata air yang sudah ada," tambah Bambam selaku pelaksana utama kegiatan tersebut.
Dikatakan Bambam lagi, dalam rapat koordinasi tersebut juga dilakukan sesi tanya jawab dan mendengarkan masukan-masukan baik dari desa maupun pihak kecamatan. "Semua masukan yang disampaikan mengarah pada bagaimana pemanfaatan hasil pembangunan yang lebih baik lagi. Tentunya soal ini DKP sudah memiliki rumusan dan konsepnya, jadi sangat baik bila aparat desa dan kecamatan juga memahami persoalan pasca pembangunan," kata Bambam.
Sebelumnya dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu, kepada JURNAL METRO, Kepala DKP Ir.Rosadi mengutarakan bahwa Pemkab Bogor membutuhkan dukungan dari masyarakat penerima bantuan sarana air bersih agar program tersebut mencapai keberhasilan. "Pemerintah Daerah sangat mengharapkan dukungan masyarakat, misalnya dalam pemeliharaan setelah SAB dibangun nanti," ujar Rosadi seraya menambahkan bahwa program ini merupakan bentuk komitmen Bupati Rachmat Yasin terhadap kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bogor. (Arthur)

CATATAN KHUSUS ED.49: DEMOCRAZY BUKAN DEMOKRASI

Dinamika dan etika demokrasi di negeri ini terus berkembang, lihat saja sekarang, Tikus, Kerbau, Kambing, Bebek dan Ayam pun ikut berdemo, mereka memang bukan datang dan atas kemauan sendiri, simbolisasi sebuah kecurangan dan korupsi di maknai oleh Tikus, Kerbau menggambarkan pemerintahan yang gemuk tapi lamban dalam menanggapi kebutuhan masyarakat sedang dua ekor Kambing menyimbolkan adanya pejabat negara sebagai pencuri yang pandai berkelit. Kalau Ayam dan Bebek bagaimana? Ayam dan Bebek serta pakaian dalam sebagai protes atas lambatnya penuntasan kasus Bank Century. Massa menganggap Komisi Pemberantasan Korupsi lambat dan tidak jantan dalam mengusut kasus Bank Century. Ayam dan pakaian dalam itu kemudian diserahkan kepada perwakilan KPK, sebagai simbol lemahnya KPK. Kalau Merpati jelas sebagai melambangkan perdamaian
Kini simbolisasi demonstrasi dengan membawa-bawa binatang layaknya menjadi trend, Seperti kasus demo 28 Januari yang lalu, dimana dalam aksi turut serta juga seekor kerbau yang ditulis dengan cat bertuliskan huruf identik SBY dan gambar presiden kita ditaruh dibagian pantat si kerbau. Nah, hal ini yang menjadikan SBY gusar dan melontarkan keluhan soal itu, dan akhirnyapun demo dengan membawa binatang dilarang di Jakarta dengan alasan ketertiban.
Kegusaran Presiden SBY terlihat segera dalam menanggapi demonstrasi ini, dalam curhat-nya SBY mengaku tidak mempersoalkan aksi tersebut. Tanpa menganggu kebebasan demokrasi, SBY mengingatkan perlunya dijaga pranata sosial, hukum dan perilaku dalam aksi demo. "Contohnya, banyak orang yang beri masukan, Pak SBY apa cocok dengan speaker keras sekali dikatakan 'SBY maling', 'Boediono maling', 'menteri maling'," kata dia. Tidak hanya itu, bahkan ada yang membawa kerbau dalam aksinya. "SBY badannya seperti kerbau, foto diinjak-injak di berbagai daerah. Mari kita bahas dengan pikiran jernih karena dunia melihat," tutur SBY. Inikah buah dari dari sebuah proses Reformasi? Apakah harus dengan cara melakukan aksi demo untuk mengemukakan pendapat ? Buat apa kita punya perwakilan kita di DPR ? tambah SBY lagi.
Tidak sedikit pula yang menganggap SBY terlalu berlebihan dalam menyikapi hal ini. Tapi bagaimana dengan mempersonifikasikan seseorang dengan binatang? Apakah juga tidak berlebihan? Kritik sah-sah saja, membawa binatang sebagai simbol juga sebenarnya dalam pandangan seseorang tidak masalah asal tidak berlebihan. Tergantung bagaimana kita menyikapinya, juga harus bijaksana..kalau personifikasi binatang ini berlebihan, nanti malah kita yang berdosa karena bertendensi menghina orang lain, dengan menyamakan dengan binatang, seburuk apapun orang yang dituju. Demonstrasi macam begini biasanya simbol ketidakpuasan atau kekecewaan pada suatu keadaan atau sistem. Tinggal lagi kepada yang berdemo dan didemo dapat meletakkan etika sebagai pijakan dan batasan, sehingga tidak menjadi sesuatu yang kebablasan atau “democrazy”. (Rico Pasaribu)

Skandal Century Rusak Koalisi?

JAKARTA - Isu teranyar kasus skandal Bank Century adalah kesimpulan PKS (Partai Keadilan Sejahtera) bahwa skandal itu bukan sekedar kejahatan perbankan semata, tetapi merupakan kejahatan terorganisasi dengan target membobol keuangan negara dan dilakukan dengan cara yang sangat 'lihai'. Sebagian anggota Pansus dari Fraksi Golkar juga mengutarakan hal senada dengan PKS.
Menurut Strategic Indonesia dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Sabtu (5/2) lalu, drama yang disuguhkan para pengambil keputusan banyak mendukung kesimpulan PKS tersebut. Misalnya dari Jusuf Kalla, yang sebagai Wakil Presiden dan menjabat sebagai 'Presiden' karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyoni berhalangan, pemberitahuan yang hanya lewat sms, hingga saling tuding dan 'saling lupa' ikut menguatkan simpulan tersebut.
Isu disiapkannya pengganti Wakil Presiden Boediono dari unsur partai ikut memanaskan publik politik Indonesia. Selain itu, adanya ancaman perombakan (reshuffle) kabinet, karena koalisi partai yang mendukung SBY terguncang habis-habisan.
Selanjutnya, penyelidikan yang dilakukan di tingkat Pansus DPR RI adalah penyelidikan politik. Tampaknya masing-masing menggunakan 'kartu kepentingan politik' untuk menangani kasus ini. Bukan hanya kelompok pendukung penuntasan skandal Century yang memainkan 'kartu politik' tetapi juga kubu Partai Demokrat. "Jika semua kelompok memainkan kartu politik yang sama, akan seperti apakah gerangan hasil akhir dari Pansus Angket Skandal Century?" kata Audy Wuisang, program director Strategic Indonesia.
Pertama, kata dia, terdapat kesan bahwa demokrasi tersandera oleh Partai Politik karena kompromi politik tersedia dibalik garangnya perdebatan di Pansus. Golkar dan PKS yang disebut-sebut posisinya sangat menentukan hasil akhir, masih belum mencerminkan pandangan akhir. PKS kukuh menyebut adanya 'kejahatan terorganisasi' sementara Golkar belum bersikap, hal ini memperburam arah penuntasan skandal Century.
Kedua, sosialisasi reshuffle dari Partai Demokrat menunjukkan partai berkuasa tersebut semakin tidak senang dengan sikap kawan-kawan koalisinya. Hitung-hitungan politik menunjukkan ancaman reshuffle selalu ampuh untuk menarik kembali dukungan politik Partai Koalisi. Terlebih, jika jalan panjang memperkarakan Skandal Century tidak menunjukkan jalan singkat. "Jika kompromi memang tercapai dengan hasil 'semua senang', aksi dramatis dan theatrical di Pansus Angket Skandal Century hanya akan dikenang sebagai 'kegenitan politik'," ujarnya.
Ketiga, dia melanjutkan, simpulan PKS menandakan ada kesalahan kronis dalam penanganan Skandal Bank Century. Jika ancaman reshuffle sudah mengemuka, sulit mengharapkan koalisi oposisi yang dipimpin PDIP dapat membuka kasus Bank Century secara 'terang benderang'. "Ancaman reshuflle yang dikeluarkan Partai Demokrat terlampau ampuh untuk dilawan, sementara keuntungan politik dari pengungkapan skandal century tidaklah jelas," kata Audy.
Karena pertimbangan itu, Audy mengaku sulit memprediksi apakah rekomendasi Pansus Angket Bank Century akan menjadi entry point penuntasan kasus Century secara komprehensif. Bahkan, simpulan PKS sendiri pun akan mengambang dan sulit dibuktikan kelak. "Sekali lagi, Indonesia kehilangan momentum pembaharuan karena celah di Pansus tidak dimanfaatkan secara optimal," tuturnya. (Ric)

Bachtiar Tak Akan Politisasi Sapi

JAKARTA - Mantan Menteri Sosial (Mensos), Bachtiar Chamsyah, menyatakan akan menghindari politisasi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sapi dan mesin jahit yang menyeretnya hingga menjadi tersangka. Bachtiar yang saat ini menjabat Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini pun menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini ke KPK.
"Kita tidak mau membawa masalah ini menjadi aspek politik," kata Bachtiar saat ditemui usai salat Jumat di Mesjid Al Azhar, Jakarta, Jumat (5/2) lalu. Dia dengan diplomatis menjawab telah menyerahkan sepenuhnya kasus sapi dan mesin jahit ini kepada penyidik KPK. "Saya yakin teman-teman di sana (KPK) arif dan bijaksana," ujar politisi senior itu.
Saat ditanya apakah PPP akan keluar dari koalisi, Bachtiar tidak mau berkomentar. "Tanyakan ke ketua umum," ujarnya. Meski demikian, Bachtiar sempat melontarkan bahwa penunjukan langsung rekanan sapi dan mesin jahit itu adalah atas usulan dari Dirjen Bantuan Jaminan Sosial yang saat itu dijabat Amrun Daulay. Saat ini Amrun Daulay adalah anggota Fraksi Partai Demokrat. KPK juga sudah mengagendakan untuk memeriksa Amrun Daulay.
Kepada wartawan yang mencecarnya dengan beragam pertanyaan, Bachtiar mengakui pengadaan sapi dan mesin jahit dilakukan dengan penunjukan langsung. Langkah itu, dilakukan setelah mendapatkan usulan dari Dirjen Bantuan Jaminan Sosial yang saat itu dijabat Amrun Daulay. "Penunjukan langsung itu adalah suatu usulan. Biasanya menteri tidak mungkin tanpa adanya suatu usulan," kata Bachtiar.
Bachtiar menjelaskan, saat itu dia tidak setuju dengan usulan penunjukan langsung itu. "Tapi kenapa saya setuju, karena dalam argumentasinya dia menyatakan ini bisa dilakukan dan tidak melanggar hukum," jelasnya. Meski demikian, yang menyangkut soal harga, panitia harus mengecek harga ke pasar dan tidak boleh semena-mena.
Bachtiar menjelaskan, pengadaan sapi dan mesin jahit itu sebenarnya adalah program pemberdayaan. Jadi, lanjut Bachtiar, jika masyarakat diberi sapi maka harus mereka harus mendapatkan bimbingan. "Mesin jahit juga seperti itu. Diantar ke seluruh Indonesia, dia harus membimbing orang-orang dan kalau nanti dia menjahit dia harus membeli," jelasnya. "Kami tidak ingin orang miskin sekedar charity, tapi diberdayakan. Karena orang miskin itu ada psikologis."
Mengenai adanya kekurangan 900 ekor sapi, Bachtia mengaku permasalahan itu sudah diselesaikan. "Saat itu saya marah besar pada dirjen. Dan saya perintahkan dirjen untuk segera menyelesaikan. jadi saya kira itu sudah," ujar politisi yang sudah berkiprah sejak era Orde Baru berkuasa.
KPK mengindikasikan dalam kasus pengadaan sapi negara dirugikan hingga Rp 3,6 miliar. Sedangkan kasus mesin jahit diduga merugikan negara Rp 24,5 miliar. Atas tindakannya itu, KPK menilai Bachtiar Chamsyah telah melanggar ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Johnner)

Lampung Anggarkan Rp 8 Miliar untuk Mobil Pejabat

BANDAR LAMPUNG - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung tak mau kalah jor-joran dengan Pemerintah Pusat dalam mengadakan mobil dinas bagi para pejabatnya. Itu terlihat ketika Pemprov Lampung menganggarkan Rp 8 miliar untuk membeli sepuluh mobil dinas bagi Gubernur Lampung, Ketua Dewan dan Ketua Komisi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Lampung.
“Khusus untuk mobil dinas Gubernur, Pemprov akan membeli jenis Toyota Land Cruiser,” kata Yul Iskandar, Kepala Biro Aset dan Perlengkapan Pemerintah Lampung, Sabtu (06/01). Mobil Toyota Land Cruiser yang selama ini dipakai Gubernur, kata Yul, akan digunakan Wakil Gubernur. “Sedangkan kendaraan yang biasa dipakai Wakil Gubernur akan digunakan Sekretaris Provinsi,” ujarnya.
Rencana pembelian mobil dinas itu dikritik aktivis kebijakan publik, Ariyanto. Menurutnya, pembelian kendaraan dinas baru itu merupakan pemborosan. "Sebab masih banyak prioritas yang lebih menyentuh kesejahteraan rakyat,” kata Direktur Pusat Strategi dan Kebijakan Lampung itu.
Dia menambahkan, mobil dinas yang dipakai oleh para pejabat dan wakil rakyat saat ini masih layak pakai. Selain itu, jenis kendaraan yang akan dibeli pemerintah juga tergolong mobil mewah. “Itu mungkin lebih pada gengsi, bukan efektivitas menjalankan pemerintahan,” ujarnya.
Terkait dengan hal itu, Ketua Umum DPP LSM Komisi Pemantau Aset dan Keuangan Negara (KOMPASKN) Timbul Gultom.SH, mengecam keras pengadaan mobil dinas pejabat pusat dan daerah yang menelan anggaran hingga puluhan miliar rupiah. Menurutnya, saat ini tidak dalam kondisi yang tepat untuk menghamburkan uang rakyat untuk membeli tunggangan para pejabat.
"Semestinya Presiden SBY dan para kepala daerah lebih mengutamakan penggunaan uang negara untuk kepentingan masyarakat luas. Sebab kita tahu sekarang ini masyarakat tengah mengalami kesusahan akibat minimnya lapangan kerja, harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik dan biaya kebutuhan hidup yang kian tinggi. Jadi pembelian mobil dinas itu sangat tidak pantas dan dapat menyakiti hati rakyat," tegasnya kepada JURNAL METRO, Senin (8/2). (Ric)

Bupati Bogor Didesak Evaluasi Kinerja Dinas Kesehatan

BOGOR - Kinerja Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, khususnya Dinas Kesehatan (Dinkes), dalam pelayanan masyarakat serta penanganan masalah kesehatan dinilai tidak memenuhi harapan masyarakat luas. Hal ini terlihat dengan maraknya kasus anak gizi buruk di wilayah Kabupaten Bogor dalam satu tahun terakhir ini. Selain itu, kegagalan kinerja Dinkes Kab.Bogor terlihat pada minimnya upaya penanggulangan wabah penyakit menular dan mematikan, sehingga tak sedikit warga di pelosok Kabupaten Bogor yang mengalami sakit berkepanjangan.
Selain itu, kalangan aktivis LSM menyoroti tentang tidak optimalnya pelayanan kesehatan di wilayah pelosok, sehingga banyak warga Kab.Bogor yang bermukim di pelosok kesulitan untuk berobat. Ditambah lagi, program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang tidak tersosialisasikan secara luas, dan program Jamkesda ini pun juga tak dirasakan secara merata oleh masyarakat. Hal ini terjadi akibat pihak Dinkes dianggap tidak bekerja secara maksimal dan bahkan cenderung hanya terfokus mengerjakan program pencitraan semata.
Menurut Ketua Forum Studi Layanan Publik (FSLP) Rico Pasaribu, kinerja Dinkes Kab.Bogor secara umum dapat dinilai tidak berhasil lantaran cukup banyak kasus-kasus kesehatan yang terjadi di tengah masyarakat. Seperti kasus penderita gizi buruk, tambahnya, mengalami peningkatan dengan jumlah cukup signifikan dalam setiap bulannya. Namun hal itu tidak lantas membuat Dinkes bertindak cepat dengan melakukan upaya-upaya penanggulangan yang signifikan untuk meminimalkan kasus gizi buruk.
"Hal ini terlihat di Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Gizi Bogor, sedikitnya, dari akhir 2009 sampai Januari 2010, 20 anak asal Kabupaten Bogor berobat ke Puslitbang Gizi karena kekurangan gizi, ini salah satu contoh kegagalan Dinkes yang patut dicermati oleh Pak Bupati. Sebab kita tahu, bahwa Bupati Rachmat Yasin adalah sosok pemimpin yang sangat peduli dengan kesejahteraan warganya, jadi saya rasa Pak Bupati wajar untuk mengevaluasi kinerja Kepala Dinkes dan jajarannya," kata Rico kepada JURNAL METRO, Senin (8/2).
Dalam kesempatan itu, Rico juga menyoroti soal penggunaan anggaran Jamkesda yang dinilai kurang merata sehingga sangat banyak warga Kabupaten Bogor yang tidak bisa menikmati fasilitas dari pemerintah tersebut. "Anggaran Jamkesda ini mencapai miliaran rupiah, seharusnya Dinkes bisa menciptakan cara atau mekanisme yang memudahkan masyarakat, hingga ke pelosok wilayah, sehingga dapat mengakses program Jamkesda ini. Tapi saya lihat Dinkes tak mau pusing, malahan hanya menjadi penerima dan pengolah data penduduk tak mampu saja," imbuh Rico yang juga Ketua LSM KOMPASKN.
Dia menambahkan, selain program Jamkesda dan penanganan masalah kesehatan masyarakat, Dinkes juga tidak transparan dalam penyaluran dana bantuan untuk Posyandu se-Kabupaten Bogor. Sehingga tak heran, kini muncul tudingan miring tentang dugaan penyimpangan bantuan Posyandu yang telah dianggarkan pemerintah daerah. "Dari informasi masyarakat, diketahui bahwa banyak sekali Posyandu yang tak menerima bantuan dari Dinkes. Semestinya, Dinkes membuat laporan kepada publik berapa jumlah anggaran bantuan ke Posyandu dan di mana saja yang memperoleh bantuan, jangan bersikap tertutup seperti sekarang ini," ujarnya.
Terkait dengan kritik dan sorotan elemen masyarakat itu, Kepala Dinkes Tri Wahyuni yang sempat ditemui JURNAL METRO usai pelantikan pejabat di Gedung Tegar Beriman, awal pekan lalu, menolak memberikan komentar. Dia hanya meminta agar wartawan menghubungi stafnya di kantor untuk membuat jadwal pertemuan dengan dirinya. "Nanti saja ya, saya sibuk. Atur saja jadwal wawancara dengan sekretaris saya," katanya sambil melenggang pergi. (Art/Dav)

Kasus Fee BPD ke Pejabat Daerah Bisa ke Tahap Penindakan

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengkaji dugaan korupsi dalam pemberian honor oleh Bank Pembangunan Daerah kepada pejabat daerah. Bila ditemukan unsur suap atau gratifikasi dalam pemberian upeti itu, Komisi menyatakan akan membawa kasus itu ke tahap penyelidikan. “Keputusan kasus itu ke Bidang Penindakan tergantung hasil audit itu,” kata Wakil Ketua Komisi Chandra M. Hamzah di gedung KPK, Jumat (5/2) lalu.
Menurut Chandra, audit honor BPD itu dilaksanakan oleh Komisi dengan bantuan Bank Indonesia. “Kami harus tuntaskan dulu auditnya supaya mendapat gambaran lebih jelas,” kata dia. Sejauh ini, kata dia, kasus tersebut masih di tangan Bidang Pencegahan Komisi.
Sembari melakukan audit, komisi antikorupsi telah meminta BPD untuk menghentikan pemberian upeti tersebut. Sebab, selain diduga melanggar aturan, pemberian honor termasuk pemborosan keuangan negara. Temuan Indonesia Corruption Watch di enam daerah, pemberian honor telah memboroskan keuangan negara lebih dari Rp 300 miliar. Menurut ICW, pemberian upeti itu termasuk suap dan gratifikasi.
Sebelumnya kepada wartawan beberapa waktu lalu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan membantah menerima fee dari PT Bank Jabar-Banten karena menyimpan anggaran daerahnya di bank itu. “Saya tidak tahu, saya kan jadi gubernur baru, yang jelas di jaman saya gak ada fee-fee-an kaya begitu,” katanya.
Dia mengatakan, bunga anggaran daerahnya yang disimpan di Bank Jabar-Banten masuk kembali ke kas daerah. “Masuk ke pendapatan,” kata Heryawan. Soal praktek pemberian fee ini, Heryawan menjamin tidak terjadi di masa pemerintahannya. Soal praktek di masa gubernur sebelumnya, dia mengaku tidak tahu. “Kepala daerah, dalam arti saya, tidak pernah menerima fee dari Banki Jabar-Banten, silahkan anda terjemahkan,” katanya.
Heryawan meminta KPK menjelaskan soal ini dengan terbuka. Dia mempersilahkan KPK memeriksa Bank Jabar-Banten jika perlu. “Sebagaimana mestinya seusi dengan standar KPK tentu saja,” katanya. Namun dia mengingatkan, agar pemeriksaan terhadap bank yang sahamnya mayoritas dimiliki pemeirntah Jawa Barat itu tidak menciderai kepercayaan nasabah.
“Penegakan hukum itu tidak justru mengobok-obok kepercayaan masyarakat,” katanya seraya mempertanyakan pemeriksaan KPK ini yang hanya ditujukan pada Bank Pembangunan Daerah. “Saya minta seluruhnya diperiksa, BRI diperiksa, BNI diperiksa, Mandiri diperiksa, semuanya dong, kok tiba-tiba BPD,” tambahnya.
Sehari sebelumnya, Direktur Dana Dan Jasa PT Bank Jabar-Banten Tatang Sumarna mengakui adanya praktek fee bagi pejabat ini. Dia mengaku, praktek fee itu pernah berlangsung sejak 2002 sampai 2006 berupa pemberian fasilitas entertain pada pejabat. Sejak 2007 praktek itu dihapuskan. (Johnner)

Pansus Century Harus Berani Panggil SBY

JAKARTA - Mantan anggota dewan pertimbangan presiden (Wantimpres) Adnan Buyung Nasution menyarankan kepada Pansus Angket Kasus Bank Century untuk berani memanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pemanggilan ini, menurut Buyung untuk membuka tabir benar tidaknya ada dugaan publik atas keterlibatan Presiden atas kebijakan bail out Rp 6,7 triliun ke Bank Century.
Pengacara senior yang juga pendiri Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini tidak sepakat dengan pernyataan berbagai kalangan yang menyatakan tidak perlu bagi pansus untuk memanggil Presiden SBY terkait masalah Bank Century ini. Buyung kemudian meminta kepada pengamat untuk menjelaskan secara terbuka kenapa presiden dianggap tidak perlu didengar penjelasannya oleh pansus.
"Kalau tidak perlu, kenapa? Jelaskan argumentasinya di depan umum supaya rakyat bisa mengkritik juga. Bagi saya layak (pemanggilan Presiden SBY). Pertanyaannya kenapa mereka bertiga (Sri Mulyani, Boediono dan Raden Pardede) mengambil kebijakan itu. Apakah mereka minta izin dengan presiden sehingga akhirnya keputusan diambil? Atau, mereka yang ditekan sama presiden? Ini kan musti jelas dan kita perlu keterbukaan," ungkap Adnan Buyung,
"Keterbukaan ini kan persyaratan sebagai negara demokrasi. Good governance itu kan, keterbukaan, transparansi, people participation, dan akuntabilitas. Kalau syarat ini pemerintah tidak menjalankan, berarti sudah tidak demokratis lagi dan menyalahi prinsip-prinsip demokrasi," tandas Buyung.
Usai hadir sebagai pembicara dalam diskusi bertajuk Dalam diskusi di Rumah Perubahan bertajuk Memprediksi Rekomendasi Pansus Century Apakah Demokrasi Terancam?, Minggu (7/2) lalu, Buyung kemudian menguraikan apa yang ia ketahui terkait skandal aliran dana ke Bank Century ini. Dijelaskan, dalam rapat mengenai Bank Century tanggal 20 November 2008 yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, tidak ada kesepakatan bank ini akan berdampak sistemik. Dalam rapat itu selain Jusuf Kalla juga dihadiri Menkeu Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia (BI) ketika itu, Boediono.
"Dalam rapat itu , tidak ada kesepakatan Bank Century akan berdampak sistemik, tidak ada sama sekali. Kemudian rapat dibubarkan, rapat dilanjutkan kembali di Departemen Keuangan tanpa dihadiri oleh Jusuf Kalla. Rapat dihadiri Boediono, Sri Mulyani, dan para nara sumber. Dalam rapat itu juga tidak ada kesepakatan, kalau enggak salah hingga jam 12. 00 malam" Buyung menjelaskan.
"Setelah itu, rapat dilakukan hanya tiga orang, Boediono, Sri Mulyani dan Raden Pardede. Kenapa mereka ambil keputusan sendiri? Yang ternyata tiba-tiba itu (Bank Century) dinyatakan sistemik. Itu keputusan diambil antara jam 1 hingga jam 5 pagi. Ada apa tiba-tiba berubah? Apa ada tekanan, apa ada pesanan atau ada komunikasi politik per telpon atau apa?" Buyung mempertanyakan.
Selain itu, Adnan Buyung mempertegas, terlepas benar tidaknya rapat yang dilakukan itu, kenapa dana yang semula berjumlah Rp 6,3 miliar untuk Bank Century kemudian bertambah menjadi total Rp 6,7 triliun. "Ini juga tidak jelas. Kenapa itu bisa terjadi?" tandasnya.
Sementara itu, Mantan Ketua MPR yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Partai Amanat Nasional, Amien Rais, mengharapkan kasus Bank Century dibawa ke ranah hukum. "Kalau ada unsur pidana dalam kasus Bank Century, maka harus dibawa ke ranah hukum," kata Amien di Padang, Sabtu (6/2). Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah yang berada di Padang dalam rangkaian peringatan milad seabad Muhammadiyah itu menguraikan, kasus Bank Century terjadi akibat penggelontoran dana negara kepada bank milik Robert Tantular tersebut.
Untuk itu, pihak yang menyebabkan terjadinya penggelontoran uang negara tersebut perlu dimintai pertanggungjawaban, sementara pihak yang tersangkut kasus ini harus dikenai sanksi moral. "Kalau sanksi moral sudah. Itu sanksi moral yang membuat dia dan keluarga hina," katanya.
Amien juga mengingatkan pansus Bank Century untuk segera menyelesaikan kerjanya. "Lebih cepat selesai lebih bagus. Sebab, kalau berlarut-larut, maka bisa menimbulkan suasana yang tidak stabil atau labil. Kemudian negara bisa goyah dan menimbulkan chaos` bahkan anarkis," katanya.
Amien mengatakan, apabila proses politik kasus Bank Century selesai, maka penegak hukum juga siap mengusut pidananya. "Setelah itu, kita mengurus pembenahan hal-hal yang mendasar di masa mendatang. Jangan gara-gara kasus Century kita jadi terpuruk, akibatnya rugi kita semua," katanya. (Cok/Iwan)

Masyarakat Bogor Kecam Perusakan Lingkungan oleh Tambang Galena

BOGOR - Aksi perusakan lingkungan oleh sejumlah perusahaan pengelola penambangan timah hitam (galena) dan bijih emas di Gunung Cirangsad, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, dikecam elemen masyarakat di daerah yang dipimpin Bupati Rachmat Yasin. Pasalnya, selain telah mencemari sungai Rengganis yang airnya dimanfaatkan masyarakat 3 desa di bawah kaki gunung Cirangsad untuk mandi dan mencuci, penambangan galena dan bijih emas itu telak-telak telah menggunduli hutan produksi yang dikelola Perum Perhutani sehingga terjadi kerusakan lingkungan sedemikian parah.
Kecaman dari aktivis LSM dan organisasi kemasyarakatan juga kian deras lantaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan DPRD setempat tidak segera menyikapi masalah perusakan lingkungan oleh penambangan galena tersebut. Kuat dugaan, tambang-tambang tersebut dapat beroperasi dengan aman tanpa gangguan berarti berkat restu oknum pejabat Pemkab, aparat hukum dan politisi dari beberapa parpol besar yang saat ini menjabat posisi strategis di DPRD Kab.Bogor.
Terkait hal itu, Konsorsium LSM Bogor Raya (KLBR) mendesak Bupati Bogor selaku kepala daerah untuk bertindak tegas dengan menerjunkan tim pemantau dan pengawasan yang terdiri dari Dinas Energi, Sumber Daya dan Mineral (DESDM), Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH), Dinas Tata Ruang dan Pertanahan (DTRP) dan Inspektorat Daerah, untuk memeriksa kerusakan lingkungan di Gunung Cirangsad, memeriksa kelengkapan perijinan tambang, mengecek sejauh mana dan seperti apa perusahaan tambang melakukan eksploitasi.
"Kami berharap Pak Rachmat Yasin selaku Bupati menyikapi aktivitas penambangan yang terindikasi telah merusak lingkungan di sekitar gunung Cirangsad. Jangan sampai terjadi bencana alam atau musibah yang mengorbankan masyarakat di sekitar lokasi penambangan, barulah Bupati bertindak. KLBR menunggu komitmen Bupati yang kita ketahui sangat concern dalam menjaga serta melestarikan lingkungan. Selain itu, KLBR juga akan segera menyurati Presiden RI, Kementerian terkait, DPR RI dan Gubernur Jawa Barat agar masalah perusakan gunung Cirangsad segera ditindaklanjuti," kata Humas KLBR Coky LDP dalam siaran persnya yang diterima JURNAL METRO, Senin (8/2).
Coky menambahkan, bahwa gunung Cirangsad masuk ke dalam areal hutan produksi yang dikelola Perum Perhutani, sehingga Kementerian Kehutanan harus bertindak dengan mengevaluasi pengoperasian tambang dan meninjau kembali perijinan yang dikeluarkan oleh pihak Perhutani. "Hutan itu kan kewenangan Kementerian Kehutanan, apalagi pemerintah pusat kini tengah menggalakan program pelestarian lingkungan, sehingga Kementerian Kehutanan dapat bersikap tegas terhadap aktivitas penambangan di areal hutan," imbuh Coky.
Menyinggung soal rencana Komisi C DPRD Kabupaten Bogor yang akan segera memanggil dan meminta keterangan dari para pengusaha galian di gunung Cirangsad, KLBR menyatakan tak yakin DPRD akan dapat bersikap tegas. Hal itu dikarenakan adanya oknum anggota DPRD yang ditengarai ikut terlibat dalam aktivitas eksploitasi tambang galena di wilayah Cigudeg. "Kami tak yakin Dewan akan tegas atau berani bertindak, mengingat adanya informasi tentang oknum anggota DPRD yang diduga membekingi keberadaan tambang galena di gunung Cirangsad," ujar Coky.
Sementara itu, dari data yang disampaikan oleh LSM Komite Penegak Keadilan dan Demokrasi (KOMPAK), galian tambang dikuasai oleh pengusaha Korea bekerjasama dengan pengusaha lokal dan oknum pejabat daerah. "Pengusaha tambang melakukan pemangkasan gunung untuk mendapatkan material. Karena itulah, areal pertambangan tersebut menjadi rusak. Dari hasil penelitian yang kami lakukan, ada tiga perusahaan galian tambang yang diduga melakukan eksploitasi di sana," papar Sunandar, Ketua LSM KOMPAK, melalui hubungan telepon dengan JURNAL METRO.
Ketiga perusahaan yang melakukan eksploitasi tersebut, tambah Sunandar, ialah PT Bintang Cindai Mineral Group yang menggarap lahan seluas 102 hektare, PT.Indoloma 95 hektare dan PT. Lumbung 100 hektare. “Ketiga perusahaan ini telah membabat tanah dan hutan yang ada di Gunung Cirangsad. Sumber mineral yang dikeruk oleh perusahaan tersebut cukup banyak. Pasalnya, masing-masing perusahaan tersebut dalam sehari bisa mengangkut lebih dari 10 ton galena. Saya berharap tindakan cepat dan tegas dari Bupati, jangan sampai massa KOMPAK yang beraksi,: tegasnya. (Arthur/Indri)

PNPM-MP Desa Cipenjo Sudah Terealisasi

CILEUNGSI - Bantuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) di Desa Cipenjo-Kecamatan Cileungsi, khusus infrastruktur jalan lingkungan, sudah terelisasi dari Tahap Awal hingga Tahap II. Desa Cipenjo Tahun 2008 mendapat Bantuan dari PNPM-MP sebesar Rp.60 juta dan Tahap II juga mendapatkan dengan nilai 60 juta. Rincian setiap wilayah yang ada di Desa Cipenjo, dengan Tahap I PNPM-MP Tahun 2008 yang sudah dilaksanakan Rabat Beton berlokasi di RT.02/01 sepanjang 145 meter dengan bantuan Rp.6.820.000, RT.04/02 sepanjang 190 m dengan biaya Rp.8.775.000, di RT.06/03 sepanjang 170 m dengan biaya sebesar Rp.8.020.000, RT.09/04 sepanjang 145m dengan biaya sebesar Rp. 6.820.000, RT.10/05 sepanjang 200 m dengan biaya Rp.11.720.000, Rw.06 sepanjang 350 m dengan anggaran Rp.15.595.000. Sedangkan untuk Tahap II, yang sudah dilaksanakan terbagi di wilayah RW di Desa Cipenjo, antara lain RT.001/01 sepanjang 250 m dengan anggaran Rp.16.200.000, RT.11/05 Sepanjang 250 m dengan anggaran Rp. 16.200.000, RT.14/16 sepanjang 388 m dengan biaya Rp.24.100.000.
"Program ini bisa berjalan dengan baik, berkat bantuan rekan rekan Anggota BKM yang terdiri dari Parta.HR, Wata.O, Nalim.S, Anen, Inang, Jaji, Uminah, dan Sandi Keting. Tapi semua itu tak luput dari partisipasi KSM dan Masyarakat Desa Cipenjo. Terlebih dukungan dari Pemerintah Desa yang selalu Pro Aktif mendukung Program ini," ungkap R.Ferry (Abah) selaku Ketua BKM Cipenjo Sejahtera. (JU)

Tangsel Dilarang Buang Sampah Ke Bogor

CIBINONG - Sangat di sayangkan pemerintah daerah Tangerang Selatan seperti tidak paham Undang Undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengolahan sampah. dan seharusnya pemerintah Tangerang selatan mentertibkan dan mengawasi kemana sampah akan di buang karena yang pengelolaannya pada pihak ketiga, sampah tersebut di hasilkan oleh warga kota Tangerang selatan.
Di kabupaten Bogor hanya ada satu tempat pembuangan sampah akhir ( TPA) yaitu Galuga di kecamatan Cibungbulang, Undang Undang tentang penampungan dan pengelolaan sampah sangat jelas, siapapun yang membuang dan menampung sampah tidak sesuai dengan undang undang maka akan diberi sanksi yang keras.
Adanya praktik pembuangan sampah dari Tangerang Selatan ke wilayah kabupaten Bogor menuai kecaman dari semua pihak karena akan merusak lingkungan. Deni Sulaiman dari LSM HARMONI mengatakan " Tidak sepantasnya pemkot Tangerang Selatan yang di kelola pihak ketiga membuang sampah di kabupaten Bogor dengan sembarangan dan tidak ada kordinasi karena mereka yang menghasilkan keuntungan dan kebersihan yang dijadikan pencemaran dan merusak lingkungan kabupaten Bogor, hal ini harus segera di selesikan dan di tuntaskan " ujarnya di gedung DPRD kab. Bogor kepada JURNAL METRO.
Menertibkan pihak yang terlibat dalam masalah ini harus segera di laksanakan karena TPA yang resmi hanya ada di Galuga maka semuanya sifatnya ilegal harus segera di tutup, sebelum masalah ini menjadi lebih luas dan tidak terkontrol lagi " Ujar Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan kabupten Bogor Rosadi Saparudin di ruang kerjanya kepada JURNAL METRO.
Ateng Sasmita kepala UPT kebersihan dan sanitasi DKP pernah memanggil pengusaha yang membuang sampah pada lahan penduduk di Ciseeng dan Gunung Sindur, pemilik lahan, aparat desa dan juga aparat kecamatan, dalam pertemuan tersebut keputusannya sangat jelas bahwa pengusaha tidak dibolehkan dan tidak akan pernah mendapatkan izin membangun TPA di kabupaten Bogor.
Pengusaha tersebut sebagai pihak ketiga yang menangani sampah di Tangerang Selatan, sekarang di Ciseeng dan Gunung Sindur telah di tutup oleh DKP namun diduga pembuangan sampah beralih ke Parung Panjang dan Rumpin ada kemungkinan pengusaha yang itu juga yang melakukannya, namun semua itu di perlukan pengawasan dari aparat desa dan kecamatan untuk melaporkan kepada pihak yang berwenang, kalau tidak di laporkan di minta agar Bupati memberikan sanksi yang tegas kepada oknum yang akan merusak lingkungan.
Rosadi yang menjabat sebagai kepala dinas DKP meminta "Pemkot Tangerang Selatan agar segera mentertibkan pihak ketiga yang mengelola sampah supaya tidak lagi membuang sampah di wilayah kabupaten Bogor karena TPA resmi Galuga telah ada dan juga saat ini masih dalam tahap pembangunan TPA regional di Nambo kecamatan Klapanunggal kalau ada TPA lain berarti itu tidak resmi dan ilegal ", pungkasnya. (Arthur)

Satlak PB Siaga 24 jam Membantu Masyarakat

CIBINONG - Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Kantor Kesbang Pol Limas, telah mempersiapkan tim Khusus, yaitu Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satlak PB), untuk mengantisipasi penanganan pasca bencana alam yang terjadi setiap saat, baik itu di dalam ataupun di luar wilayah Kabupaten Bogor. Satlak PB ini juga difokuskan untuk membantu masyarakat yang kesusahan akibat bencana alam.
Dengan semboyan Quick Respont, tim ini bersiaga 24 jam penuh ke seluruh wilayah Kabupaten Bogor dan daerah lainnya untuk menghadapi setiap bencana, seperti gempa, banjir, angin putingbeliung, tanah lonsor, kebakaran, dan lainnya. Hal tersebut telah dibuktikan oleh tim Satlak PB dalam kejadian Di Cigudeg, Cisarua, sampai ke lokasi longsor di Cianjur, dan bahkan ke Padang sewaktu terjadi gempa dashyat.
Untuk penanganan bencana alam oleh petugas kecamatan dan desam, Satlak PB juga membekali petugas di kecamatan dan desa dengan keterampilan khusus melalui program pelatihan-pelatihan penanggulangan Bencana di tiap-tiap kecamatan ataupun Desa. Instruktur pelatihan itu adalah tenaga-tenaga ahli dan proposional di bidangnya, baik itu sebelum kejadian (Pra Bencana) ataupun setelah kejadian.
Kepada JURNAL METRO baru-baru ini, Komandan Satlak PB Budi Aksono, mengungkapkan bahwa Satlak PB adalah salah satu pelaksana Penanggulangan Bencana yang berfungsi dan terbagi beberapa tugas pokok. Pertama mengantisipasi Pra Bencana, yaitu dengan memberikan sosialisasi kemasyarakat terutama di kecamatan dan Desa, dengan memberikan pelatihan masalah penanggulangan bencana berbasis masyarakat. Kedua, menyebarluaskan informasi dari Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap bulan ke Kecamatan dan instansi terkait.
"Yang ketiga saat terjadi bencana, Kami siap turun kelapangan membantu masyarakat tidak pandang waktu siap dalam melaksanakan tugasnya selama 24 jam. Insya Allah, selang beberapa jam setelah terjadi bencana kami sudah ada di lokasi membantu warga yang kesusahan. Bila terjadi bencana ataupun musibah, kami mohon masyarakat langsung hubungi kami kapan saja, dan kami siap datang ke lokasi dalam hitungan jam, 110 orang anggota Satlak PB siap membantu masyarakat," ujarnya. (Hep/Han)

Pemkab Diminta Terbitkan Perbup Penghormatan Lambang Negara

CIGOMBONG – Kurangnya perhatian dan penghargaan terhadap Bendera Merah Putih membuat Camat Cigombong Drs.Sujana.MM, berinisiatif mengeluarkan himbauan kepada para kepala desa dan UPTD untuk menaikan dan menurunkannya tepat waktu. Langkah Camat Cigombong ini menyulut reaksi sejumlah tokoh di Cigombong yang meminta Pemkab Bogor segera mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) tentang penghormatan terhadap lambang-lambang negara.
Kasi Trantib Kecamatan Cigombong, A Sulistio, menuturkan dikeluarkannya surat himbauan ini dimaksudkan agar para kepala desa, UPTD dan kantor swasta lebih memperhatikan dan menghormati Bendera Merah Putih. "Sejauh ini di Wilayah Cigombong, Bendera Merah Putih masih kurang mendapat perhatian dan penghargaan, sehingga camat sebagai kepala wilayah memiliki tanggung jawab untuk menghimbau," katanya kepada JURNAL METRO, baru-baru ini.
Bendera Merah Putih secara de facto dan de jure merupakan bendera kebangsaan yang harus dihormati dan dihargai segenap lapisan masyarakat. Para pahlawan telah mengorbankan jiwa, raga bahkan harta untuk menegakkan Sang Merah Putih, tapi penerus bangsa kini sering kali melupakan. “Setiap kali melakukan pengawasan dan pemantauan ke desa-desa dan seluruh wilayah kecamatan ini, saya tak segan-segan menegur bahkan menurunkan bendera yang tak layak tapi tetap dikibarkan,” tegas A Sulistio.
Sementara Ketua PGRI Kecamatan Cigombong, D Hasanudin, mengaku sangat mendukung tindakan camat. Menurutnya ketika pola pendalaman butir-butir Pancasila yang digelar dalam bentuk penataran P4 tidak lagi dilaksanakan dirasakannya penghormatan dan penghargaan terhadap nilai-nilai luhur Pancasila dan lambang-lambang Negara kian menurun. “Secara pribadi saya meminta Pemkab Bogor segera mengeluarkan perbup tentang penghormatan dan penghargaan terhadap lambang-lambang negara,” Ungkap Hasanudin.
Suleman, salah seorang pengajar di salah satu sekolah menengah pertama di kecamatan Cigombong menegaskan sebagai abdi Negara sebenarnya memiliki tanggung jawab moral yang sangat tinggi untuk menghormati dan menghargai lambing-lambang negara. Sebab, sebelum memangku jabatan mereka telah dididik tentang pendidikan bela negara dan kewiraan. Tapi untuk lebih tegasnya tentu Pemkab Bogor harus mengeluarkan Perbup termasuk sanksi bagi mereka yang tidak mengindahkan.
Kepala SDN Cigombong I, A Kosasih, dengan tegas mengatakan Pemkab Bogor harus mengeluarkan perbup demi tegaknya NKRi dan penghormatan terhadap lambang-lambang Negara. Dia juga mengakui selama ini penghormatan dan penghargaan terhadap lambang-lambang negara sangat kurang sehingga rasa nasionalisme dalam diri bangsa ini kian menurun. Sebagai contoh, lanjut A Kosasih, Bendera Merah Putih seharusnya dinaikan jam 06.00 wib dan diturunkan jam 18.00 wib tapi kenyataannya masih ada yang tidak pernah menurunkannya. (Hep/Wah/Yan)

Cijeruk Lembur Asli, Mewujudkan Kemajuan Daerah

CIJERUK – Sebagai warga Cijeruk, Drs.Yudi Santosa, yang saat ini dipercaya Bupati Bogor Rahmat Yasin menjadi sekretaris Kecamatan Cijeruk, merasa prihatin melihat perkembangan daerahnya. Karena itu, setelah menjabat Sekretaris Kecamatan, ia menggulirkan gagasan program Cijeruk Lembur Asli (kampung yang asri, kampung yang sejuk, kampung yang lestari dan kampung yang indah) dengan target menjadi daerah kecamatan termaju dalam lima tahun ke depan.
Kepada JURNAL METRO di ruang kerjanya belum lama ini, Yudi Santosa mengungkapkan, Wilayah Kecamatan Cijeruk yang menaungi sembilan desa merupakan daerah yang masih asli dan memiliki beragam potensi yang belum tergali, antara lain obyek wisata dan potensi unggulan yang memerlukan sarana prasarana untuk memasarkannya.
"Potensi wisata yang telah berjalan antara lain adanya makam cina dan kawasan wisata pegunungan, sedang potensi unggulan yang dimiliki daerah ini antara lain pengrajin dan pengolah nanas, pengrajin pala, pengrajin pancingan (jejer), pengrajin besek dan susu sapi olahan, ini semua potensi yang akan tergali dalam program Cijeruk Lembur Asli," jelasnya.
Namun demikan, katanya, agar bisa dipasarkan dan menjadi obyek unggulan, diperlukan keberanian Pemkab Bogor dan segenap lapisan masyarakat untuk menyediakan pasar dengan areal seluas kurang lebih 2.000 m2, dimana lewat pasar ini seluruh potensi akan tumbuh dan berkembang.
Pasar tersebut, tambah Yudi lagi, nantinya akan dikelola secara professional. Disitu akan dibangun pasar tradisional untuk memasarkan seluruh hasil bumi guna menarik wisatawan, kantor pemasaran, MCK dan pos pengamanan serta pos pemandu wisata. “Selain akan meningkatkan pendapatan daerah, saya yakin lewat Cijeruk Lembur Asli ini penyerapan tenaga kerja sangat banyak,” ungkap Yudi Santosa.
Menyinggung sarana infrastruktur sebagai salah satu faktor penunjang tercapainya Cijeruk Lembur Asli, Yudi menuturkan sejauh ini wilayah Cijeruk yang secara geografis bisa dikatakan sangat refresentatif, tapi karena letaknya di pedalaman seharusnya infrastruktur jalan, jembatan dan irigasi terbangun dengan baik. Sebagai contoh jalan menuju pengelolaan susu sapi perah mengalami rusak berat begitu juga jalan-jalan lainnya. "Disini memerlukan perhatian serius tidak hanya pemerintah daerah tapi juga segenap lapisan masyarakat dalam hal perawatannya," imbuhnya.
Untuk sumber daya manusia, Yudi Santosa merasa tidak terlalu dominan karena dengan berjalannya program ini banyak sektor yang akan terbangun dan SDM akan ditempatkan sesuai skil yang dimiliki. Namun begitu nantinya bisa bekerja sama dengan Pemda dalam mencetak tenaga terampil lewat pendidikan dan latihan. “Saya berharap rencana ini bisa berjalan dengan baik dan nantinya bisa dirasakan masyarakat. Saya juga berharap potensi unggulan kecamatan ini bisa dikenal hingga manca negara,” ujar Yudi. (Hep/Wah)

Terminal Cileungsi Salah Perencanaan, Akhirnya Mubazir

CILEUNGSI - Namanya terminal sudah pasti dipenuhi kendaraan angkutan umum dan dijejali calon penumpang tujuan dalam dan luar kota. Selain itu, tak ketinggalan para pedagang dan pengais rejeki lainnya yang melakukan aktivitas di kawasan terminal. Namun tidak begitu suasana di terminal Cileungsi, Kabupaten Bogor, terminal angkutan yang dibangun dengan dana APBD sebesar Rp.6 miliar tersebut justru menjadi mubazir lantaran fungsinya berjalan sebagaimana mestinya.
Dari pantauan JURNAL METRO, keberadaan terminal yang pembangunannnya sempat diperiksa oleh Kejaksaan itu akibat dugaan dibangun tidak sesuai dengan bestek itu, ternyata tidak sesuai dengan harapan masyarakat dan juga target pemerintah daerah, yaitu menjadi pusat aktivitas transportasi umum di wilayah timur Kabupaten Bogor. Hal ini mengindikasikan ada sesuatu yang salah dalam perencanaan pembangunan dan pemilihan lokasi terminal Cileungsi, alias hanya sekedar proyek kepentingan pihak tertentu.
"Sepertinya ada yang salah dalam perencanaannya, seharusnya terminal berlokasi di tempat yang terbuka dengan akses yang mudah untuk menampung kendaran dari segala arah, namun faktanya kini terminal Cileungsi terkesan mubazir. Buktinya hanya menjadi tempat peristirahatan supir dan perbaikan kendaraan saja, bukan untuk menaikan dan menurunkan penumpang," ujar Direktur Eksekutif LSM KOMPASKN M Rico Pasaribu yang ditemui JURNAL METRO saat memantau Terminal Cileungsi beberapa waktu lalu.
Sementara menurut Ridwan, tokoh pemuda Bogor Timur, di terminal Cileungsi setiap bus dan angkot bukannya menunggu penumpang tetapi dimanfaatkan para awak bus dan angkot untuk beristirahat karena terminal tersebut sepi seperti kuburan. Terminal yang dikerjakan oleh rekanan pemda tersebut sangat memperhatinkan karena pemanfaatan nya tidak ada," ujar Ridwan. Menariknya, Kepala Terminal Cileungsi, H Deden, ketika dimintai tanggapannya dengan pongah dan sombong mengatakan, "Dari sajadah sampai haram jadah saya yang punya kuasa di sini." Sang Kepala yang bersikap bak jagoan itu merasa terusik atas kedatangan sejumlah aktivitis LSM Konsorsium LSM Bogor Raya bersama wartawan JURNAL METRO ke dalam terminal.
Dengan nada tinggi Deden menyatakan bahwa siapapun akan berhadapan dengannya jika hendak mengusik. Sikap Deden ini ditunjukan tatkala tim LSM dan JURNAL METRO, mempertanyakan kenapa tidak ada aktivitas penumpang dan angkutan umum di dalam terminal serta pengambilan restribusi di luar terminal. "Jelas hal ini sudah di luar ketentuan, dan anehnya mobil yang berputar di fly over pun didiamkan saja oleh petugas LLAJ," imbuh Rico.
Rico menilai hal tersebut bisa terjadi lantaran kebijakan Dinas Perhubungan (Dishub) yang dipimpin Bibin Subiantoro tak jelas dan terkesan menganggap sepele masalah yang muncul dalam pengelolaan terminal. Lucunya, saat JURNAL METRO mengkonfirmasi soal terminal Cileungsi kepada Bibin selaku Kepala Dishub, ia malah balik bertanya kenapa wartawan datang ke terminal pada hari Minggu. Lalu dengan bahasa yang klise, Bibin mengatakan bahwa problem di terminal Cileungsi terjadi akibat keterbatasan anggaran dan personil di lapangan sehingga hasilnya belum maksimal. (Arthur/Indri)

Penyaluran Bansos Terindikasi Bermasalah, Bupati Harus Bertindak

CIBINONG - Bupati Rachmat Yasin dalam setiap kunjungannya ke setiap kecamatan maupun desa di Kabupaten Bogor dalam kegiatan Jumat Keliling (Jumling) selalu bersikap transparan dalam menyumbangkan dana untuk kebutuhan merawat masjid dan kegiatan pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) dengan total dana bervariasi, yakni Rp.15 juta sampai 25 juta. Kebijakan Bupati ini patut diacungi jempol karena bertujuan menjaga sarana ibadah sekaligus membangun umat menjadi lebih baik.
Sayangnya, sikap dan tindakan terpuji Bupati itu tidak diikuti Bagian Sosial Sekretariat Daerah (Bagsos Setda) Kabupaten Bogor yang bertugas mengelola bantuan sosial (bansos) untuk kegiatan keagamaan dan kegiatan sosial, sampai saat ini tidak pernah bersikap transparan kepada masyarakat, baik itu soal bantuan kepada yayasan, organisasi kemasyarakatan, OKP dan LSM maupun dalam hal bantuan untuk pembangunan masjid dan pondok pesantren (pontren).
Hal ini tak pelak mengundang opini berbagai kalangan, khususnya aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang menilai seakan-akan ada yang disembunyikan oleh pihak Bagsos Setda dalam penyaluran bansos. Terlebih lagi, akhir-akhir ini muncul kabar tak sedap terkait penyaluran dana bansos, yakni adanya pemotongan dana bantuan yang disalurkan ke pengurus masjid dan pondok pesantren.
Beberapa waktu lalu, cukup banyak informasi yang sampai ke telinga wartawan dan kalangan aktivis LSM serta anggota DPRD, bahwa kerap kali terjadi aksi sunat-menyunat dalam penyaluran bansos kepada pengurus masjid. Contohnya di Kecamatan Cibinong, salah satu pengurus DKM yang sebelumnya dikenal sebagai ulama yang cukup disegani sampai harus menelan bulat-bulat sangkaan buruk bahwa dirinya menilep uang bansos, padahal uang itu dipotong oleh oknum pemerintah, sehingga bantuan yang harusnya senilai Rp 20 juta hanya menjadi Rp.15 juta.
Yang lebih telak terjadi di Desa Cileungsi-Kec.Ciawi, pengurus DKM salah satu masjid di desa tersebut mengajukan proposal untuk pembangunan masjid dan permohonan itu disetujui hingga akhinya muncullah nominal bantuan sebesar 10 juta. Dana bantuan itu dicairkan oleh EK selaku bendahara dengan no rek 120060005150101. Tapi anehnya, panitia pembangunan masjid hanya menerima sebesar 750 ribu akibat dipangkas oleh oknum aparat Kecamatan Caringin berinisial Ac. Parahnya, ternyata di kecamatan Ciawi sudah ada 3 masjid yang mendapat bantuan serupa namun nasibnya pun tidak jauh berbeda.
Terkait dengan hal itu, Direktur Eksekutif LSM Komisi Pemantau Aset dan Keuangan Negara (KOMPASKN) Bogor Raya, Muh Rico Pasaribu, menyatakan kejadian demi kejadian tak baik dalam penyaluran bansos tersebut mengindikasikan adanya ketidakberesan dan juga menandakan bahwa dana bansos tidak tepat sasaran. "Permasalahan pun kian menumpuk karena pengelolaan bansos yang tidak transparan, sehingga acapkali terjadi pemotongan dana bantuan oleh oknum aparat. Kalau penyalurannya transparan dan dilandasi itikad baik, tentunya pemotongan itu tak terjadi," imbuh Rico.
Oleh karena itu, Rico menghimbau kepada Bupati Rachmat Yasin agar segera melakukan antisipasi dengan melakukan pengawasan secara melekat dan ketat melalui tim pengawasan internal terhadap penyaluran dana bansos. "Saya kira perlu dibuatkan sistem atau mekanisme agar setiap pemohon bansos dapat menerima langsung dananya ke rekening pemohon kegiatan sosial dan keagamaan, bukan dengan mencairkan tunai di Bank Jabar. Selain itu, Bupati juga harus mempublikasikan penyaluran bansos kepada publik melalui DPRD, pers dan elemen masyarakat, sehingga publik dapat mengontrol penyaluran bansos tersebut," ujarnya.
Sayangnya, ketika JURNAL METRO hendak mengkonfirmasikan tentang pelaksanaan penyaluran bansos dan masalah-masalah yang meliputinya kepada Kepala Bagsos Setda Yous Sudrajat, permintaan wawancara melalui pesan singkat (SMS) maupun hubungan langsung ke telepon selulernya tidak pernah ditanggapi. Yous juga sangat sulit ditemui di ruang kerjanya, bahkan para stafnya pun seperti memandang curiga kepada setiap wartawan yang hendak bertemu dengan atasannya itu.
"Sebaiknya pak Bupati memanggil Kepala Bagsos Setda untuk mengklarifikasi soal dugaan pemotongan dana bansos dan penyaluran yang diduga tidak tepat sasaran. Selain itu, KOMPASKN juga meminta dilakukan audit tentang kegiatan apa saja serta siapa saja pihak-pihak yang menerima bansos. Contohnya seperti masalah bantuan sapi kepada lembaga DPRD saat perayaan Idul Adha Desember 2009 lalu, muncul dugaan pengelembungan harga sapi perekor menjadi 16 juta. Saya berharap Bupati menuntaskan masalah-masalah yang ada dalam penyaluran bansos, hal ini perlu agar bansos tidak dijadikan bancakan oleh oknum-oknum," pungkas Rico. (Arthur/Jup)

BPT Kabupaten Bogor Memberikan Pelayanan Prima

Cibinong-Untuk meningkatkan mutu pelayanan yang baik ,maka badan pelayanan terpadu saat ini dengan gencar dan lugas aktif memberikan informasi kepada masyarakat dengan berbagai cara mensosialisasikan bahwa masyarakat kabupaten bogor dapat lebih memahami mekanism dan prosedur pengurusan perizinan yang di lakukan oleh badan yang di nahkodai sarifah sopah ini .Dalam memberikan berkas perizinan telah banyak yang merasakan kemudahan dalam pengurusan nya .dalam beberapa bulan saja sudah sekitar 7 ribuan surat yang telah di terbitkan ,menandakan bahwa afrisiasi masyarakat terhadap BPT sudah sangat tinggi .Untuk mengoptimalkan pelayanan dan mempermudah proses perizinan di kabupaten bogor pihak BPT berencana membentuk sistem pelayanan keliling ,walau masih tergolong baru namun akan membuat terobosan dan terus berupaya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat , walau masih menemui ada kendala tetapi hal ini mungkin karena keberadaan yang belum memasyarakat .Hal ini sangat di sadari karena dengan seiring jalan nya waktu maka perbaikan sistem kerja dan lambat laun semua nya berjalan dengan baik dan memuaskan .Dalam kesempatan berbincang dengan JURNAL METRO di ruang kerjanya sarifah mengatakan " Di awal pengoperasian BPT ,kami sempat kewalahan menghadapi berbagai permasalahan yang timbul dan banyak kelurahan dari masyarakat kabupaten bogor terhadap pelayanan yang di berikan namun sekarang kami sudah siap dalam melayani masyarakat untuk memberikan yang terbaik " ujarnya .
Karena itu untuk mempermudah perizinan maka dalam waktu dekat ini BPT akan membuat pelayanan kepada masyarakat dengan program prizinan keliling ,agar mengoptimalkan pelayanan dan mempermudah proses dan juga mempercepat pengurusan perizinan di kabupaten bogor karena itu perlu di dukung oleh pihak lain yang mendampingi tim dari dinas tehnis untuk mendatangi setiap kecamatan secara bergiliran dan program tersebut akan meningkatkan pendapatan asli daerah juga target dinas tehnis pun akan berjalan dengan baik dan semuanya akan mendapatkan nilai positif di mata masyarakat kabupaten bogor .Karena itu agar semua pihak bisa mendukung dan memberikan distribusinya kepada pemkab bogor .

100 Hari SBY, Tanpa Agenda Antikorupsi

100 Hari SBY, Tanpa Agenda Antikorupsi
JAKARTA - Transparency International Indonesia (TII) menilai agenda pemberantasan korupsi menurun di masa periode kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pemberantasan korupsi tak muncul menjadi pilihan utama dalam Program 100 Hari. Pemberantasan korupsi diminimalisasi dalam pemberantasan mafia hukum. Ini merupakan kemunduran dari era pemerintahan Presiden SBY sebelumnya, yang memasukkan isu pemberantasan korupsi sebagai program utama pemerintah.
"Patut disayangkan dari 15 program unggulan dalam 100 hari pertama pemerintahan KIB II tidak secara eksplisit menjadikan pemberantasan korupsi sebagai pilihan utama," ujar TII dalam rilis yang diteken Ketua Dewan Pengurus Todung Mulya Lubis dan Sekretaris Jenderal Teten Masduki itu, akhir pekan lalu.
TII menambahkan, semestinya dalam 100 hari pertama KIB II dapat menunjukkan program antikorupsi yang hasilnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat (quick win) untuk mendapatkan dukungan (public trust building), dan menjadi pengungkit (key leverage) terhadap program pemberantasan korupsi dalam lima tahun mendatang.
Kekeliruan pilihan ini segera bisa disaksikan bagaimana Program 100 hari KIB II justru tenggelam oleh lambannya respons pemerintah untuk menyelesaikan kasus konflik KPK dan Polri dan masalah bail out Bank Century. Bahkan kegiatan sosialisasi program 100 hari yang dimulai dengan penyelenggaraan National Summit tenggelam karena pada hari yang sama Mabes Polri melakukan penahanan terhadap Bibit dan Chandra. "Kejadian ini justru mengedepankan problem lama dari pemerintahan SBY yaitu buruknya koordinasi dan sinergi antara kelembagaan pemerintah."
Berikut 9 indikasi pemerintah yang tak mendukung agenda antikorupsi, pertama yaitu titik berat pada strategi preventif melalui reformasi birokrasi, disadari atau tidak, justru menampilkan kontroversi-kontroversi, yaitu dimulai dengan pembentukan postur kabinet yang gemuk, pemborosan anggaran dalam pengadaan mobil mewah untuk menteri, dan distorsi reformasi birokrasi hanya dengan perbaikan renumerasi.
Kedua, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, yang bersifat ad hoc untuk masa kerja dua tahun, dikritik sebagai strategi pemadam kebakaran ketimbang sebagai upaya perbaikan secara sistemik. Pertanyaan yang layak diajukan kenapa tidak berani membenahi institusi kejaksaan, kepolisian, atau memperkuat kewenangan KPK, Komisi Yudisial, Komisi Kepolisian, komisi kejaksaan, PPATK, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, yang lebih bersifat permanen.
Ketiga, Presiden juga tidak bertindak cepat menghentikan kriminalisasi terhadap dua pimpinan KPK oleh kepolisian dan kejaksaan. Malah Presiden dinilai bagian dari pihak yang melemahkan KPK ketika justru menerbitkan Peraturan-Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No 4 Tahun 2009 tentang Pimpinan Sementara KPK, pasca dua pimpinan KPK dijadikan tersangka. Perpu dan Pembentukan Tim 8 untuk mengusut kriminalisasi pimpinan KPK, sebenarnya tidak diperlukan seandainya Presiden berani mengoreksi tindakan kriminalisasi yang dilakukan polisi dan kejaksaan.
Keempat, Rencana penerbitan Rancangan Peratuan Pemerintah Tentang Tata Cara Penyadapan yang dalam banyak pasal-pasalnya sangat melemahkan KPK, menyusul terbongkarnya dugaan kriminalisasi KPK oleh dibukanya rekaman hasil sadapan KPK terhadap Anggodo di Mahkamah Konstitusi, adalah kontroversi mencolok dari klaim pemberantasan korupsi yang selalu menghiasi pidato-pidato Presiden SBY. Padahal selama ini sudah terbukti kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK sudah terbukti sangat efektif untuk menangkap koruptor.
Kelima, Pemerintah juga tidak memberikan perhatian serius dalam penyiapan insfrastruktur sistem informasi publik, sebagai bagian penting dari pemberantasan korupsi lewat pemenuhan hak masyarakat untuk mendapatkan dan mengakses informasi sejak disahkannya UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Bahkan beberapa waktu lalu pemerintah mau menerbitkan RUU Rahasia Negara yang dinilai oleh banyak pihak kontradiksi dengan UU KIP.
Keenam, Masalah klasik korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa belum memperlihatkan perbaikan dari aspek peraturan dan dalam pelaksanaan. Dalam pelaksanaan perilaku koruptif diperlihatkan oleh lingkungan istana Presiden sendiri dalam pengadaan mobil dinas mewah untuk pejabat negara seharga Rp 1.3 miliar/unit, yang mengabaikan Kepmenkeu No 64/PMK.02/2008 tentang standar Biaya Umum Anggaran 2009 dan Keppres No 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Ketujuh, Di sektor kehutanan, korupsi terkait dengan kontradiksi dan tumpang tindih regulasi dalam penataan ruang dan kawasan, namun belum ada upaya-upaya serius untuk membenahinya. Di awal tahun 2010 BPK mendesak Menhut Zulkifli Hasan menindaklanjuti temuan BPK terkait empat kasus tindak pidana korupsi di sektor kehutanan oleh tujuh perusahaan di Kalimantan Tengah yang melanggar tata ruang dan kawasan yang merugikan keuangan negara mencapai Rp111.328 miliar dan US$ 453.009.87, namun hingga kini belum ada penuntasan kasus tersebut.
Kedelapan, Kontradiksi juga diperlihatkan dalam pemberantasan pembalakan liar (illegal logging), yang seringkali bermuara pada kasus makelar dokumen kayu, tetapi direspons dengan diterapkannya Permenhut No P.51/Menhut-II/2007 tentang Pembuatan dan Pengendalian Distribusi Dokumen Surat Keterangan sahnya Kayu Bulat di seluruh provinsi. Padahal maraknya pembalakan liar karena adanya indikasi jual beli legalitas dokumen pengangkutan kayu ke terminal pasar luar kawasan hutan.
"Dengan aturan itu sama saja dengan memberi kewenangan dan legitimasi kepada para pemegang izin pemungutan kayu, yang notabene bukan regulator, untuk lebih leluasa memainkan dan mencetak dokumen angkutan kayu dan menciptakan rantai korupsi baru yang lebih kompleks."
Dan terakhir, Kerancuan kebijakan SBY juga kembali ditemui dalam pemenuhan janji 100 hari untuk menanggulangi perubahan iklim dan lingkungan. Dalam pelaksanaannya, program ini belum mengarah pada penyelesaian akar masalah dan penuntasan kerja sama lintas sektoral, terkait mitigasi kepemilikan kawasan untuk negoisiasi perubahan iklim, bagaimana penurunan emisi dan bagaimana mengupayakan kesiapan perangkat instrumen institusi keuangan dan perbankan yang sehat dan transparansi dalam mekanisme REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation), serta bagaimana mengusahakan kerja sama lintas sektoral Kehutanan dan departemen/institusi.
Akhirnya, TII menyimpulkan perhatian pemerintah dalam pemberantasan korupsi, baik korupsi dalam pembuatan kebijakan (state capture) dan implementasi kebijakan (bureaucratic corruption), selain cenderung melemah, juga memperlihatkan kontroversi dan disorientasi di sana sini. "Kami melihat isu pemberantasan korupsi di Indonensia lebih banyak dieksploitasi untuk tujuan-tujuan populis, ketimbang sebagai langkah-langkah perubahan yang konkrit dan terukur," ujar TII. (Cok/Johnner)

Kejari Banjar Usut Tuntas Korupsi Pembangunan Gedung DPRD

BANJAR - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Banjar, Provinsi Jawa Barat, memastikan bakal mengusut tuntas dugaan kasus penyimpangan dana senilai Rp.4,6 miliar dalam proyek pembangunan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banjar yang baru di Jalan Pamarican.
Hal tersebut disampaikan kepala Kejari Banjar, Tri Retno Sundari.SH, didampingi Kasi Intel Kejari Heru P, dalam jumpa pers, Jumat (29/01) lalu. Heru mengatakan, untuk mengusut dugaan penyimpangan tersebut,harus dilakukan pengumpulan data dan keterangan yang akurat. "Pengumpulan data tersebut harus didasari pula oleh temuan dari BPK RI,” ujarnya.
Menurut informasi yang beredar, diduga adanya penyimpangan berawal dari tidak tuntasnya pelaksanaan pembangunan gedung DPRD Banjar, disinyalir dana proyek tersebut sebesar 4,6 M telah habis sebelum pembangunan selesai. Adapun desas desus dana tersebut sempat dibagikan pemborong ke sejumlah anggota dewan periode 2004-2009.
Oleh karena hal itu, elemen masyarakat Kota Banjar menghimbau kepada pihak kejaksaan agar serius dalam mengusut kasus tersebut, apalagi kasus tersebut telah menjadi perhatian BPK (Badan pemeriksa Keuangan) RI. Terlebih, ada indikasi dana mengalir ke sejumlah petinggi daerah, termasuk anggota Dewan yang seharusnya menjadi kontrol pemerintah daerah.
Kajari juga menyampaikan, saat ini pihaknya sedang mengusut kasus dugaan penyimpangan pengadaan alat uji kendaraan di lingkungan Dinas Perhubungan kota Banjar. Anggaran dana tersebut sebesar Rp.482.700.000,yang menurut dugaan sementara diindikasikan adanya kekeliruan dalam pemakaian dana tersebut.
Dalam mengusut kasus itu pihaknya telah memanggil belasan saksi untuk dimintai keterangan.termasuk Sudirman mantan Pejabat Pembuat komitmen(PPK) pengadaan alat tersebut. Namun sampai saat ini pihak Kejari belum berani menyimpulkan bagaimana bertuk penyimpangannya begitupun dengan tersangkanya,karena bukti-bukti dan keterangan saksi masih belum cukup. (AD/BS)

Serahkan Kasus Century ke Mahkamah Konstitusi

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Panitia Khusus Hak Angket Bank Century menyerahkan hasil temuannya kepada Mahkamah Konstitusi. Sebab, ICW khawatir proses di Panitia Angket akan berlarut-larut dan membuat gelombang ketidakpercayaan publik mengikis legitimasi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
"Sebaiknya Pansus dihentikan, minimal tidak diperpanjang. Kemudian hasil temuannya diteruskan ke Mahkamah Konstitusi," ujar Koordinator ICW Danang Widoyoko dalam paparan pers di Restoran Bumbu Desa, Minggu (31/1). Sejauh ini, Panitia Angket telah merampungkan pemeriksaan pihak-pihak yang terkait pengucuran dana talangan Rp 6,7 triliun untuk Bank Century. Namun, Pansus Angket belum menghasilkan keputusan, dan memiliki waktu hingga 4 Maret untuk merumuskannya.
Menurut Danang, peran penting Mahkamah Konstitusi ialah untuk memeriksa dan memutuskan dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden atau wakilnya. Hal tersebut dinilai lebih baik ketimbang terus membicarakan wacana pemakzulan dalam perdebatan yang tidak mengikat secara hukum. "Sebagai negara yang meyakini supremasi hukum, seharusnya proses hukum yang menjadi panglima dalam pengusutan skandal Bank Century," kata dia.
Terlebih, Mahkamah Konstitusi memang berwenang menentukan pemakzulan, dan masyarakat pun memandang lembaga itu memiliki integritas yang tinggi. ICW mengakui tak mudah untuk mengajukan pemakzulan kepada Mahkamah Konstitusi. Sebab, sesuai Undang-undang Dasar 1945, parlemen harus memenuhi sejumlah persyaratan. Pengajuan ke Mahkamah Konstitusi harus didukung minimal dua per tiga anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna.
Sidang itu sendiri harus diikuti setidaknya dua per tiga anggota parlemen. Setelah itu barulah Mahkamah bisa memproses secara hukum kesimpulan Dewan Perwakilan Rakyat dalam jangka waktu maksimal 90 hari. Lembaga antikorupsi ini menyadari pula Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono bakal melihat desakan ini sebagai usaha mendongkel mereka dari kursi penguasa.
"Tapi sebenarnya (maksud kami) bukan itu. Kami ingin kebenaran materiil terungkap. Kasus ini tidak boleh selesai pada politik transaksional semata," ucap Peneliti ICW Febri Diansyah seraya menambahkan Komisi Pemberantasan Korupsi pun harus tetap melanjutkan pengusutan kasus korupsi Century.
Dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan, ada indikasi kuat kerugian negara terjadi setelah penyertaan modal sementara alias dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun. Sebagian dari jumlah tersebut, yakni Rp 4,02 triliun, digunakan untuk membayar deposan Century, sehingga bank kekurangan likuiditas dan penyertaan modal pun membengkak.
Febri berpendapat Komisi Pemberantasan Korupsi harus mengejar informasi siapa para penerima dana Century, lantas siapa yang mengubah peraturan Lembaga Penjamin Simpanan sehingga dana bisa dipakai untuk membayar deposan, dan apa motif perubahan aturan tersebut. (Dede/Wan)

Chandra Hamzah, Pimpinan KPK Terkaya

JAKARTA - Lima pimpinan (komisioner) lembaga negara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya mengumumkan harta kekayaannya. Dari lima pimpinan, diketahui Wakil Ketua Bidang Penindakan KPK, Chandra M Hamzah adalah komisioner yang paling kaya.
Pengumuman ini dilakukan sendiri oleh empat komisioner KPK di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 28 Januari 2010. Yang mengumumkan kekayaannya adalah Tumpak Hatorangan Panggabean, Bibit Samad Rianto, Chandra Martha Hamzah, dan Haryono Umar. Sedangkan M Jasin sudah mengumumkan hartanya beberapa waktu lalu.
Berdasarkan laporan per tanggal 8 Januari 2010, Tumpak yang baru menjabat beberapa bulan sebagai Plt Ketua KPK mengaku memiliki harta Rp 2.642.679.000. Jumlah ini meningkat sekitar Rp 900 juta setelah pensiun dari KPK pada 2007. Pada laporan 18 Maret 2008, harta Tumpak Rp 1.791.079.190.
Bibit Samad Rianto, Wakil Ketua Bidang Penindakan KPK, pada laporan tanggal 26 Oktober 2007 mengaku memiliki harta sebesar Rp 1.886.665.388. Sedangkan pada laporan tanggal 26 Januari 2010 adalah sebesar Rp 2.184.946.847.
Chandra Martha Hamzah, Wakil Ketua Bidang Penindakan KPK, pada laporan tanggal 27 Oktober 2007 total harta kekayaannya adalah Rp 3.970.777.947 dan US$ 12.815. Sedangkan pada laporan tanggal 18 Desember 2009, total harta kekayaannya adalah sebesar Rp 4.042.899.576 dan US$ 12.817.
Haryono Umar, Wakil Ketua Bidang Pencegahan KPK, pada laporan tanggal 22 Oktober 2007 mengaku memiliki harta sebesar Rp 814.808.695 dan US$ 6.146. Sedangkan pada laporan tanggal 28 Desember 2009, hartanya naik menjadi Rp 1.396.453.925 dan US$ 6.562.
Sementara itu, kekayaan M Jasin diketahui pada laporan 25 Oktober 2007 adalah sebesar Rp 545.938.771. Sedangkan pada laporan tanggal 31 Desember 2009 adalah sebesar Rp 1.264.279.824.
Kekayaan Hatta
Di lain pihak, harta kekayaan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa rata-rata naik Rp 1 miliar sejak 2004. Tahun 2009, kekayaan Hatta menjadi Rp 14,8 miliar. Data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK 4 November 2004, Hatta memiliki total kekayaan Rp 9,63 miliar dan US$ 10 ribu.
Hatta kemudian memperbaharui LHKPN pada 23 November 2009 dengan total harta Rp 14,8 miliar. "Selain gaji sebagai menteri, saya menerima berbagai macam pendapatan. Di samping honor-honor sebagai ketua tim," kata Hatta menjelaskan kenaikan hartanya itu.
Selain itu, Hatta juga menjelaskan bahwa mayoritas kekayaannya sejak 1983 hingga 1990-an berasal dari pekerjaan dia sebagai pengusaha. "Saya sudah punya NPWP sejak tahun 1983," pungkas Hatta. (Johnner)

Infrastruktur Informasi Publik Belum Disiapkan Pemerintah

BANDUNG - Pemerintah belum menyiapkan infrastruktur untuk mengakses informasi bagi publik. Hal itu disebabkan pemerintah tidak menjadikan pembangunan infrastruktur ini dalam program utamanya. Dikhawatirkan, bahwa pemerintah sengaja tidak menjadikan program ini jadi salah satu prioritasnya karena takut dikontrol rakyat.
“Padahal April nanti Undang-Undang Informasi Publik berlaku, seharusnya pemerintah mewujudkan infrastruktur informasi tersebut dalam waktu segera,” kata Sekjen Transparansi Internasional Indonesia (TII) Teten Masduki usai mengisi diskusi Akuntabilitas Sosial di Indonesia di Bandung, Jumat (29/1) lalu.
Teten menyayangkan, pilihan prioritas kebijakan Menteri Komunikasi dan Informasi yang lebih memilih program pemberian akses telepon dan internet ke pedesaan ketimbang menyiapkan infrastruktur informasi bagi publik. “Justru kalau Pak SBY bilang serius dalam pemberantasan korupsi mestinya soal transparansi informasi publik ini harus jadi prioritas,” kata Teten.
Undang-Undang Kebebasan Informasi Publik yang bakal berlaku April nanti mewajibkan institusi publik untuk menyediakan iformasi apa pun yang diminta publik kecuali yang tergolong rahasia negara. “Institusi publik harus menyediakan informasi pada masyarakat dan memberi peluang masyarakat untuk mendapatkan akses informasi itu,” kata Teten.
Teten yang juga pendiri lembaga penggiat anti korupsi Indonesian Corruptiont Watch (ICW) merasa kuatir, tidak disiapkannya infrastruktur saat undang-undang itu berlaku, akan terjadi konflik seputar informasi karena pemerintah tidak siap memberikan informasi pada publik. “Korupsi akan terus merajalela karena ada ketertutupan informasi,” kata Teten.
Teten menuturkan, saat ini terjadi perubahan struktur rezim korupsi pasca reformasi saat ini. Di zaman orde baru rezim korupsi relatif terorganisir dengan patron politik yang sanggup melindungi pelaku korupsi di bawahnya. Saat ini, tuturnya, rezim korupsi menyebar, kecil-kecil, dan relatif berdiri sendiri satu sama lain. (Sahala/Yanto/Tomi)

Fenomena Demagog di Indonesia

JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyatakan, Indonesia saat ini dilanda fenomena demagog dalam demokrasi. Demagog, kata Mahfud, adalah pemimpin yang banyak memberikan janji-janji agar dapat berkuasa. Hal ini, misalnya, terjadi pada pemilu-pemilu di Indonesia.
"Pada pemilu-pemilu lalu bermunculan para demagog dan pemain-pemain politik baru yang meneriakkan banyak. Padahal, mereka tidak tahu problem negara dan rakyat sesungguhnya, apalagi cara mengatasinya," katanya saat berpidato usai menerima anugerah People of The Year 2009, Jumat (29/1) lalu.
Dilanjutkan Mahfud, para demagog menebar janji untuk membangun kemakmuran rakyat, menggratiskan pendidikan, menjamin pengobatan, dan segala hal yang dibutuhkan rakyat asal dipilih dalam pemilihan. "Namun, setelah terpilih dalam jabatan politik tertentu, mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Malah mengkhianati rakyat," katanya.
Keadaan demikian, lanjut mantan Menteri Pertahanan di era Presiden Abdurrahman Wahid ini, membuat demokrasi yang secara kasat mata tampak mekar mengalami stagnansi. Demokrasi menjadi tidak ideal karena sering membiarkan rakyat dan negara dikangkangi oleh para demagog.
"Yang paling mengerikan dari demokrasi kaum demagog adalah terbentuknya pemerintahan yang terdiri dari orang-orang yang tidak layak memerintah. Kumpulan elite dari hasil pemilu demokratis yang gagal menjalankan amanat konstitusi dan janji-janji saat kampanye sehingga gagap menjalankan roda pemerintahan," ujarnya.
"Nama yang tepat untuk fenomena ini adalah demokrasi yang cacat alias defective democracy. Demokrasi yang cacat mampu membangun mekanisme atau tata cara demokratis, tetapi ia gagal mengatasi berbagai persoalan pokok rakyatnya, yaitu penyejahteraan dan pemakmuran," tambahnya. (Cok)

Tambang Galena di Bogor Terindikasi Rusak Lingkungan

BOGOR - Daerah Kabupaten Bogor begitu asri dan sangat indah dengan bentangan alam berbukit dan landai, tak pelak menjadi tujuan wisata. Tapi ironis, seiring perkembangan pesat pembangunan membawa dampak yang memilukan, seperti di kawasan wisata Puncak dengan hulu sungai Ciliwung yang kini telah disesaki bangunan vila dan rumah mewah milik orang-orang berduit. Begitu juga dengan bukit dan hutan dirambah dan digunduli oleh orang-orang tak bertanggungjawab seolah-olah tidak ada lagi yang patut disisakan untuk anak cucu kelak.
Dari wilayah Selatan, Utara, Timur dan ke Barat, bukit dan hutan telah dirambah untuk mengeruk keuntungan tanpa berpikir bagaimana kelak bentangan alam merusak sedemikian rupa hingga mengakibatkan bencana alam banjir dan longsor. Salah satu bukti sangat nyata bahwa kerusakan dan penghancuran lingkungan di Kabupaten Bogor, terjadi di bukit Cirangsat-Kecamatan Cigudeg. Penambangan galena dan bijih emas yang berlokasi di areal hutan produksi Perhutani, persisnya di desa Banyu Resmi dan Banyu Asih, telah merusak ekosistem lingkungan.
Pengelolaan galena yang bersifat keruk habis ini dikelola tiga perusahaan yang terbagi tiga zona di kawasan tersebut, yaitu PT Lumbung luas dengan luas areal kelola puluhan hektar, PT.Indo Loma menguasai pengelolaan sekitar 30 ha dan PT. Bintang Timur dengan areal tambang seluas 200 ha. Dari informasi masyarakat, diketahui bahwa ketiga perusahaan tersebut telah beroperasi 2 tahun lebih. Dalam pengelolaan tambang di bukit Cirangsat, turut pula Koperasi Bina Sejahtera ikut dalam pengelolaan hasil galena.
Ironisnya, dalam pengelolaan penambangan, diduga kuat ketiga perusahaan tidak memperhatikan peraturan Menteri Kehutanan Nomor P/Menhut-11/2006 tentang Pedoman kegiatan kerjasama usaha Perum Perhutani dalam kawasan hutan dan tidak mengindahkan bab 1 ketentuan umum pasal 1, bab 111 prinsip dan kerjasama pasal 3 dan bab 1V jangka waktu, tatacara, dan syarat permohonan kerja sama. "Ini harus ditangani serius oleh Pemkab Bogor," kata Ketua LSM KOMPAK sekaligus pengurus Forum Demokrasi Bogor, Sunandar, kepada wartawan, akhir pekan lalu di Cibinong.
Sunandar menambahkan, bahwa perusahaan yang beroperasi di Kecamatan Cigudeg, sudah melanggar aturan pemerintah dan ketentuan dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Kab.Bogor. "Ketiga perusahaan itu sepertinya tidak memegang AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) dari BPLH. Ini berarti perusahaan tambang di kawasan bukit cirangsat diduga Ilegal dan terindikasi adanya permainan oknum di Perhutani dan Pemkab Bogor yang tanpa sadar telah merusak dan menghancurkan lingkungan di Kabupaten Bogor," ujarnya.
Sementara itu, Ketua LSM Forum Demokrasi Bogor Mulyadi Joron, mendesak Bupati Bogor Rachmat Yasin untuk bertindak cepat dan tegas melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM). Tindakan yang harus dilakukan Bupati, tambah Mulyadi, ialah mengecek ke lokasi dan memeriksa kelengkapan perijinan tambang di Bukit Cirangsat. "termasuk Amdalnya harus diperiksa, kalau tidak lengkap segera tutup lokasi tambang tersebut," imbuhnya.
Mulyadi mengatakan, keberadaan tambang di atas bukit Cirangsat tak hanya telah merusak lingkungan dan mencemari air sungai yang mengalir ke desa-desa di kaki bukit Cirangsat, tetapi juga menimbulkan ketakutan bagi masyarakat lantaran ancaman longsor yang sewaktu-waktu dapat terjadi. "Desa Cinta Manis dan beberapa desa lainnya di bawah bukit bisa terbenam akibat bencana longsor. Apakah harus menunggu sampai terjadi bencana baru ada tindakan Bupati dan Pemkab?" ujarnya.
Terkait dengan hal itu, Konsorsium LSM Bogor Raya (KLBR) mendesak DESDM untuk meninjau ke lokasi tambang, dan memeriksa dokumen kelengkapan perijnan penambangan galena yang konon dibekingi oleh beberapa anggota DPRD Kabupaten Bogor itu. "Selain periksa perijinan tambang dan amdal, pihak terkait juga harus memeriksa ijin warga negara asing yang bekerja di lokasi tambang. Jangan biarkan orang asing merusak lingkungan dan mengeruk kekayaan alam kita tanpa aturan main yang jelas," tegas Humas KLBR, Coky Pasaribu.
Pihak DESDM sendiri, ketika dikonfirmasi mengenai masalah tersebut, mengaku akan segera mengecek ke lokasi dan memeriksa kelengkapan perijinan penambangan galena di Bukit Cirangsat. "Saya tidak tahu persis soal lokasi tambang di Bukit Cirangsat, tapi segera akan ditinjau dan diperiksa perijinannya. DESDM dalam hal ini tentunya akan berkoordinasi dengan pihak Badan Lingkungan Hidup, Perhutani dan instansi terkait lainnya," ujar Kepala DESDM Kab.Bogor Ir.Kusparmanto.C.H. (Arthur/Junaidi)

Peristiwa Memalukan di Ruang Rapat DPRD Kabupaten Bogor

Debat mulut dan ricuh di saat rapat khusus pembahasan galian pasir Gandoang-Cileungsi di DPRD Kab.Bogor, pertengahan pekan lalu, merupakan hal yang sangat memalukan, karena seharusnya adat timur menjunjung tinggi sifat sopan santun dan tata krama. Bukan perkara mudah dalam menjalankan politik beretika, begitu pula dalam demokrasi ada tata cara dan aturannya yang harus diikuti.
Tindakan Albiner Banjarnahor dari Fraksi Demokrat yang melarang rekannya sesama anggota Komisi C dari Fraksi PKS, Sumarli, menyampaikan pendapatnya dalam rapat gabungan khusus membahas galian pasir Gandoang ditengarai sebagai pengebirian hak berpendapat yang di jamin UU No.27 Tahun 2009 tentang hak anggota DPRD untuk berpendapat.
Tak pelak kini, di gedung DPRD telah terkotak-kotak dan terancam menjadi kubu-kubuan. Junaidi Sirait, selaku Ketua Komisi A yang memimpin rapat tersebut seharusnya bisa meredam keributan tersebut, namun tak bisa berbuat apa ketika ada anggota dewan yang menampilkan emosi di ruang rapat. Malahan, dalam pemberitaan di sejumlah media cetak, Junaidi mengatakan kejadian itu hanyalah miss komunikasi.
Pernyataan yang tidak ada makna itu jelas tidak menyelesaikan permasalahan, kegaduhan di ruang rapat pembahasan galian pasir gandoang tersebut merupakan bukti bahwa ada persoalan yang tidak clear dan terkesan ada apa apanya. Selain itu, tersirat dengan jelas bahwa komisi A tidak pro rakyat, kebetulan lagi juga berkembang rumor bahwa ada anggota Komisi A dan C yang mendapat uang haram dari pengusaha pasir gandoang.
Sumarli sendiri, kepada wartawan ketika itu mengaku bahwa Ketua Komisi A tidak memberikan kesempatan bicara kepada dirinya. Malah kesempatan bicara diberikan kepada yang lain saat itu, sehingga ia merasa ada sesuatu yang menghambat agar dirinya tidak bisa menanggapi masalah galian pasir Gandoang tersebut.
Peristiwa memalukan yang terjadi di gedung DPRD Kab.Bogor itu jelas-jelas menunjukan adanya sesuatu yang tidak beres dalam kehidupan demokrasi di gedung wakil rakyat. Ketika seorang anggota Dewan yang diketahui bersikap kritis dihalang-halangi untuk menyampaikan pendapatnya oleh anggota Dewan lainnya, lantas muncul pernyataan dari publik apakah ada "sesuatu" dibalik tindakan Albiner yang melarang rekannya berbicara? Dan mengapa Ketua Komisi A hanya berdiam diri? (Arthur Herman S)

Realisasi DAK di SDN Caringin 2 Optimal

CARINGIN - Ditengah sorotan negatif publik, ternyata masih ada Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang mampu merealisasikan bantuan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp.242 juta secara baik. Ini merupakan hal yang patut diapresiasi dan mendapat perhatian lebih dari dinas terkait.
Seperti pembangunan rehabilitasi SDN Caringin 2, Kecamatan Caringin, pekerjaannya terlaksana dengan baik, bahkan lebih dari 2 unit pembangunan sekolah tersebut, yaitu 6 local dan 1 Aula dengan atap baja ringan sekitar 625,75 mtr, yang disupplai oleh CV.In PeKa. Hal ini terlihat dari gambar yang ada juga dari masing-masing local seluas 7.5X7,4 mtr, untuk kantor berukuran 11,40X6,38 mtr, dan aulanya sekitar 7,9 X 15,23, mtr.
Saat ditemui JURNAL METRO belum lama ini, Kepala SDN Caringin 2 Ana Sumarna R.S.Pd, mengatakan, dalam melaksanakan pekerjaan rehabilitasi pembangunan sekolah, pihaknya sedapat mungkin berusaha sebaik-baiknya. "Saya sudah jelang pensiun, jadi dalam hal ini saya berkeinginan memberikan sebuah arti untuk pendidikan," katanya.
Menurutnya, memang pihaknya membangun sekolah dengan penuh semangat walau anggaran pas-pasan ditambah cuaca yang agak buruk, sedangkan upah pekerja terus jalan dan dibayar penuh. "Memang banyak biaya yang dikeluarkan tidak terduga seperti untuk keramik, balokan penyangga dan lainnya, tapi alhamdullah bisa dilaksanakan, dan hal ini untuk memberikan motivasi buat yang lain, agar bisa mengelola uang negara dengan baik," ujarnya. (Hep/Hand)

Desa Tertinggal Bangun Kantor yang Megah

CILEUNGSI - Desa Jati Sari-Kecamatan Cileungsi, yang terletak di pelosok perbatasan dengan Kecamatan Serang Baru-Bekasi, hingga kini belum tersentuh program pembangunan oleh pemerintah daerah. Mayoritas warga di daerah itu masih asli, belum tercampur dengan para pendatang. Dan sampai saat ini belum ada Investor yang datang ke Desa tersebut sehingga perkembangannya tertinggal, ditambah lagi mayoritas warganya hanya mengandalkan lahan pertanian untuk mata pencaharian hidupnya.
Desa Jati Sari kini dipimpin oleh Nasir, seorang pamong yang dinilai warganya sangat bijaksana dan mengerti keadaan warganya, sehingga dirinya terpilih menjadi Kepala Desa sampai 2 periode hingga sekarang. Salah satu prestasi Nasir ialah merehab bangunan kantor Desa menjadi permanen dan lebih megah. Pintu kantor memakai alumunium dan dilapisi kaca serta dipasangi pendingin udara (AC). Kalau bisa disebut, di wilayah Bogor Timur, baru Desa Jati Sari saja yang memiliki kantor permanen dan cukup megah.
Saat ditemui JURNAL METRO baru-baru ini, Nasir berkomentar kantor desa yang baru bisa berdiri megah berkat bantuan dari pemerintah daerah dan swadaya masyarakat. "Tapi anggaran bantuan pemerintah ternyata tidak cukup, sehingga sisanya sampai 20 juta ditanggulangi bersama oleh masyarakat," ujarnya.
Nasir mengatakan, saat membangun kantor desa dirinya memakai rumus dan mengacu kepada Rukun Islam yaitu ada 5. Uniknya, ruangan kantor desa ini jumlahnya serba 5, seperti ruang kerja ada 5, yaitu ruangan Kepala Desa, ruangan Sekdes, ruangan BPD, ruangan LPM, dan ruangan Sekretariat. Tentu memakai pintu pun ada 5, serta dalam memakai cat warna pun memakai 5 warna.
"Uniknya, BPD Desa Jati Sari beranggotakan 5 orang termasuk Ketua, Kampung nya pun ada 5 juga seperti kp Kaum, Tegal, Kubang, Rawa Kaso, dan Kp Sarongge," ungkap Nasir. Penduduk Desa Jati Sari sendiri, tercatat sebanyak 6.454 dengan 1.768 Kepala Keluarga. Desa ini menaungi 9 RW dan 19 RT. "Memang masih sedikit, dari itu mudah mudahan kedepan bisa lebih baik dan maju, semoga ada Investor yang mau masuk ke Desa Jati Sari," imbuhnya. (Jup)

Musrenbang Desa Sukarasa Fokuskan Insfrastruktur

TANJUNGSARI - Untuk pengembangan wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya, pemerintah Desa dan BPD Desa Sukarasa menggelar rapat Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes) di aula Desa Sukarasa, Kamis (21/1) lalu. Rapat itu juga dihadiri Camat Tanjungsari Beben Suhendar, Kapolsek Cariu AKP Aam Hamdani, Kepala Desa Sukarasa Yayan Suryana, anggota BPD, LPM dan tokoh masyarakat.
Rapat ini membahas tentang pengajuan Pembangunan Desa Sukarasa untuk tahun 2011, yang diajukan ke Kecamatan dengan ketentuan anggaran APBDES, APBD, DAN APBN. Pengajuan dari Desa ke Kecamatan, antara lain pembuatan jalan baru (pembukaan) Jalan Cigarukgak-Cibuyutan dengan 7 km dan lebar 4 meter. Kemudian pembangunan jembatan yang menghubungkan wilayah tersebut sepanjang 25 meter yang saat sekarang hanya memakai bambu. Dan selain itu juga ada pengajuan infrastruktur kelajutan dari tahun lalu yang belum tuntas.
"Mudah mudahan dengan pengajuan ini, pembangunan Desa Sukarasa bisa lebih lancar, utamanya dalam perekonomian karena infrastruktur jalan merupakan hal terpenting menuju taraf hidup masyarakat yang lebih baik," kata Kepala Desa Sukarasa Yayan.
Sementara itu, Camat Tanjungsari Beben Suhendar mengatakan, pengajuan dari desa nanti akan dilihat di Musrembang Kecamatan, mana yang lebih prioritas, dan pihak kecamatan semaksimal mungkin akan membantu agar pembangunan Desa atas pengajuan bisa terealisasi oleh pemerintah Daerah," ujarnya. (Jup)

Masyarakat Tanjungsari Menunggu Realisasi Kota Pendidikan

TANJUNGSARI - Rencana dijadikannya Kecamatan Tanjungsari sebagai "Kota Pendidikan" sudah bergaung kemana-mana dan bahkan sampai ke luar daerah Kabupaten Bogor. Masyarakat di kecamatan itu pun sangat antusias menyambut program tersebut, bahkan sudah ada warga yang berani menghibahkan tanahnya untuk dibangun gedung sekolah.
Masyarakat pula kian gembira setelah mendengar pernyataan Bupati Rachmat Yasin saat menghadiri perayaan Hari Jadi Kecamatan Tanjungsari ke 5 beberapa waktu lalu, dengan lantang Bupati mengatakan Tanjungsari siap dijadikan Kota Pendidikan. "Pemerintah Daerah sangat mendukung program Kota Pendidikan," tegas Bupati ketika itu.
Demikian juga halnya dengan sikap 8 anggota Dewan dari Dapil II yang menyatakan siap mendukung dan membantu agar Tanjungsari menjadi Kota Pendidikan segera dilaksanakan. Namun sampai sekarang, belum ada tanda-tanda bahwa tahapan atau proses untuk mewujudkan program tersebut dilaksanakan pemerintah daerah, seperti survei lokasi atau peninjauan.
Ketika hal ini dikonfirmasi ke Camat Tanjung Sari Beben Suhendar SH.MM, ia membenarkan Program Kota Pendidikan di wilayah Tanjung Sari belum ada tidaklanjutnya. "Karena itu, saya menghimbau kepada masyarakat Tanjungsari membantu untuk menanyakan kepada anggota dewan melalui jalur apa saja. Agar anggota Dewan Khususnya dari Dapil II bisa lebih memperjuangkan pelaksanaan Kota Pendidikan, masyarakat harus berani mengungkapkan dan menagih janji apa yang dibicarakan dan harus dibuktikan Tanjung Sari menjadi Kota Pendidikan," tandasnya.
Ditambahkan olehnya, hingga kini dirinya selaku camat belum mendapatkan kabar dari dinas atau sekretariat daerah terkait proses mewujudkan Kota Pendidikan. "Tapi demikian, saya berharap mudah mudahan Pemerintah Kabupaten Bogor segera bertindak dan mengadakan peninjauan lokasi dengan segera mungkin. Saya yakin pak Bupati akan merespons aspirasi masyarakat Tanjungsari, semoga dalam waktu ini ada kabar baik," ungkap Beben. (Jup)

Kepemilikan Tanah Didalam Areal Perhutani Menuai Konflik

SUKAMAKMUR - Warga Desa Wargajaya-Kecamatan Sukamakmur mengecam Hardiatman Setiadi, seorang pengusaha asal Jakarta, yang mengklaim kepemilikan tanah di Blok Curug Ciherang, Desa Wargajaya. Warga menuding Hardiatman telah merebut tanah milik Endi, salah satu warga desa yang sudah meninggal dunia. Selain itu, warga pun mempertanyakan mengapa Hardiatman bisa memiliki sertifikat diatas areal garapan yang termasuk dalam kawasan hutan yang dikelola Perhutani.
Konlik warga dengan Hardiatman itu bermula dari munculnya pengakuan Hardiatman bahwa jalan yang menuju Curug Ciherang termasuk ke dalam areal tanah miliknya. Klaim Hardiatman itu muncul didasari fakta jalan menuju lokasi Curug Ciherang tercatat dalam sertifikat no.16/2002 miliknya. Klaim itu mengundang reaksi keras dari warga yang sehari-hari berjualan dan beraktivitas di sekitar lokasi obyek wisata alam tersebut.
Hardiatman sendiri menanggapi reaksi warga terkesan berlebihan, yaitu dengan melaporkan terjadinya aksi perusakan dan penyerobotan lahan miliknya oleh sejumlah oknum warga ke Reskrim Polres Bogor. Tak pelak, kemarahan masyarakat Desa Wargajaya dan Sirnajaya semakin memuncak, sehingga nyaris terjadi bentrok fisik saat petugas kepolisian datang ke lokasi bersama petugas ukur dari kantor BPN Kab.Bogor pertengahan pekan lalu.
Terkait hal itu, Kepala Desa (Kades) Wargajaya Nana Suryana, saat dikonfirmasi JURNAL METRO membenarkan bahwa warga merasa resah atas pengakuan Hardiatman bahwa jalan yang di lokasi wisata Curug Ciherang adalah miliknya. "Tetapi warga tidak merasa pernah menjual tanah tersebut kepada Hardiatman, karena menurut warga dalam girik tahun 1962 tanah tersebut milik Endi yang sampai sekarang masih dipegang pewarisnya. Setahu saya juga, jalan di tanah tersebut dibangun oleh Perhutani pada tahun 1982 silam," terangnya.
Masih Kades Nana, beberapa warga memang pernah menandatangani Akta Jual Beli dengan Hardiatman, namun yang ditandatangani luasnya hanya 5.000 M2, bukan seperti yang tertera di sertifikat no.16. "Bahkan batas-batasnya diisi pensil, sehingga hal tersebut menjadi pertanyaan warga yang kemudian menduga adanya manipulasi data saat pengajuan sertifikat atas tanah tersebut," ungkap Nana yang diamini Asep Badri, seorang tokoh masyarakat Wargajaya yang tahu betul dan malang melintang di bidang pertanahan di wilayah Sukamakmur.
Asep Badri menambahkan, terkait masalah itu, warga akhirnya membuat surat kepada Polwil Bogor berisikan permohonan perlindungan hukum dengan No. surat 300/03/DS/1/2010 tanggal 19/01/2010 yang disertai keterangan hal ikhwal masalah tanah jalan yang diklaim oleh Hardiatman dengan lampiran berkas bukti-bukti.
"Jika ditinjau dari persoalah diatas, perlu kajian secara kompeherensif oleh aparat hukum, karena hal itu sudah masuk ke ranah hukum, tinggal ketegasan dan ketelitian penyidik sejauh mana kasus ini dilihat dari aspek pidana dari perdatanya. Tapi yang kami sesalkan, kenapa sebidang tanah garapan di areal perhutani bisa terbit sertifikat. Saya kira BPN dan Perhutani harus menjelaskan kepada warga," imbuhnya. (Indri/Ades)

Terindikasi Bermasalah, Bupati Harus Perhatikan Pengelolaan Bansos

CIBINONG - Bantuan sosial (Bansos) yang dialokasikan pemerintah pusat dan provinsi untuk Kabupaten Bogor dinilai sejumlah kalangan tidak tepat sasaran dan kurang efektif untuk mengatasi berbagai persoalan sosial di wilayah Kab.Bogor. Hal itu terlihat dari tiadanya transparansi dalam pengelolaan anggaran bansos dan minimnya informasi tentang penyelenggaraan program-program yang dilaksanakan Bagian Sosial Sekretariat Daerah dan Dinas Tenaga Kerja dan Sosial.
Menurut Ketua LSM KOMPAK, Sunandar, pihaknya juga mengacu pada hasil monitoring Indonesian Corruption Watch (ICW) atas penggunaan dana bansos yang terindikasi digunakan untuk kepentingan politik kelompok dan organisasi tertentu. "Saya pun melihatnya demikian yang terjadi di Kabupaten Bogor. Sebab pihak Pemkab Bogor tidak transparan dalam penyaluran bansos," kata Sunandar kepada JURNAL METRO akhir pekan lalu.
Ditambahkan olehnya, program-program yang dilaksanakan Bagian Sosial Setda dan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial (Disnakertransos) pun saya nilai kurang efektif dan tidak menyentuh kepentingan masyarakat luas. Untuk itu, saya mengharapkan aparat hukum bersama LSM turut mengawasi pengelolaan anggaran bansos tersebut. Dan saya pun mengharapkan sosialisasi dari Pemkab Bogor terkait bansos ini," ujarnya.
Sunandar juga mencurigai adanya organisasi, yayasan dan pihak-pihak yang itu-itu saja yang menerima dana bansos. Tak cuma itu, ada pula semacam pilih kasih dalam pengalokasian besar kecilnya dana yang diberikan kepada tiap-tiap pemohon bansos. "Sebab kenyataannya, ada LSM yang menerima dana dalam jumlah besar namun tak jelas kegiatannya, sebaiknya pengelola dana bansos ini mempublikasikan siapa saja penerima bansos dan apa saja kegiatannya," tegas Sunandar.
Dalam kaitan itu, Koordinator Divisi Investigasi LSM Komisi Pemantau Aset dan Keuangan Negara (KOMPASKN) wilayah Bogor Raya, Coky LDP, menyarankan kepada Bupati Rachmat Yasin agar benar-benar memperhatikan pengelolaan dana bansos dan juga penyelenggaraan kegiatan-kegiatan sosial yang dilaksanakan oleh Bagian Sosial dan Disnakertransos. Sebab kini muncul beragam masalah yang mengarah pada indikasi penyimpangan dalam penyaluran dana bansos.
"Kita berharap agar penggunaan dana bansos ini tepat sasaran dan benar-benar menyentuh kepentingan masyarakat luas, khususnya untuk dapat memberdayakan masyarakat untuk menjadi produktif. Kasus pengadaan Sapi untuk kalangan dewan dan kelompok masyarakat pada Hari Raya Idul Adha Desember 2009 lalu semestinya dapat dijadikan pengalaman yang berharga, jangan sampai anak buah yang berbuat jelek namun kepala daerah yang disalahkan," imbuh Coky. (Arthur)

Perpanjangan Jabatan Direktur RSUD Cibinong Dikecam

BOGOR - Keputusan Bupati Bogor Rachmat Yasin memperpanjang masa jabatan dr. Julianti Julia sebagai Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong, dikritik sejumlah kalangan. Hal itu mengemuka lantaran tidak dibuka secara transparan apa alasan memperpanjang jabatan Julianti yang sudah memasuki masa pensiun. Bahkan, kalangan LSM menilai perpanjangan jabatan Julianti cenderung menghambat regenerasi pejabat di lingkungan RSUD dan Dinas Kesehatan.
Anggota Komisi A DPRD Kab.Bogor dari Fraksi PKS, Wasto Sumarno dan Koordinator Koalisi LSM Bogor Raya (KLBR) H.Aminuddin, menilai diperpanjangnya masa jabatan Julianti cenderung mengesankan bahwa tak ada pejabat di lingkungan RSUD Cibinong dan Dinas Kesehatan yang layak menggantikan Julianti, sosok yang terkenal sebagai "pejabat yang tak tergantikan" itu.
"Padahal sebenarnya ada, bahkan cukup banyak pejabat yang pantas menjabat Direktur RSUD Cibinong. Tapi entah kenapa Bupati memperpanjang masa jabatan Ibu Julianti yang sudah masuk masa pensiun. Ini semestinya dijelaskan, sebab publik kan ingin tahu apa alasan Pak Bupati. Selain itu, perpanjangan itu saya kira dapat menghambat regenerasi pejabat," ucap Wasto.
Sementara itu, Aminuddin, menilai saat ini cukup banyak pejabat eselon III di RSUD, Dinas Kesehatan atau RSUD lainnya yang kompeten dan sudah layak menduduki kursi direktur. Terlebih lagi, secara umum keberhasilan RSUD dalam memberikan layanan kepada masyarakat tak bisa dikatakan sangat baik. "Prestasi Ibu Julianti saya kira biasa-biasa saja kok, tak terlalu istimewa. Tapi jabatannya malah diperpanjang," ucapnya.
Aminuddin membandingkan dengan posisi Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan, di mana M Lukman (Kadis yang lama, Red) memasuki pensiun sama dengan Julianti. Namun Bupati menggantinya walau muncul wacana dari internal dinas agar masa jabatan M Lukman diperpanjang. "Kalau ingin memperbaiki kualitas pelayanan, tentunya bupati juga harus memperlakukan hal yang sama kepada Direktur RSUD Cibinong, ganti yang pensiun dengan sosok yang lebih fresh dan inovatif," imbuhnya.
Dalam kaitan itu, diperoleh informasi bahwa diperpanjangnya masa jabatan Julianti konon karena adanya intervensi dari salah seorang pengurus partai politik DPD Provinsi Jawa Barat dan juga dukungan tak tertulis dari Sekretaris Daerah Nurhayanti. "Informasinya sih perpanjangan masa jabatan Ibu Julianti ini karena ada intervensi dari petinggi parpol dan juga unsur kedekatan dia dengan Sekretaris Daerah," ungkap seorang sumber di lingkungan Pemkab.
Sayangnya, ketika hal ini hendak dikonfirmasikan pada Sekda Nurhayanti, ia tak berkenan untuk menemui JURNAL METRO. Menurut salah satu stafnya, Sekda Nurhayanti sedang sibuk dengan tugas-tugasnya. Ketika dihubungi melalui telepon, terdengar nada sambung namun tak diangkat. Demikian juga SMS (pesan singkat) yang dikirim ke telepon selulernya, tak pernah direspons atau dibalas. (Arthur)

Manfaat Mobile Lab BPOM Dipertanyakan

JAKARTA - Pada tahun 2009 lalu, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) meluncurkan 8 unit mobil laboratorium keliling (mobile lab) yang dimaksudkan untuk memaksimalkan pengawasan terhadap berbagai produk makanan yang mengandung zat berbahaya. Kehadiran mobile lab tersebut untuk memeriksa setiap bahan makanan yang diperjual belikan di pasar-pasar, sehingga masyarakat penjual dan pembeli dapat mengetahui dengan cepat, apakah produk makanan yang mereka beli itu mengandung bahan berbahaya seperti formalin, borax,rhodamin B, methanyil yellow, arsen, sianida atau residu pestisida.
Namun hingga kini, manfaat dan efektivitas alat tersebut untuk memberi rasa aman kepada masyarakat dipertanyakan berbagai kalangan. Sebab selama ini, sebagian besar masyarakat belum pernah melihatnya dan dimana saja alat tersebut ditempatkan, padahal namanya mobil keliling. “Kalau hanya pada hari- hari besar saja dimunculkan, buat apa? Diluar itu, mubazir namanya," kata Sekretaris LSM KOMPAS-KN (Komisi Pemantau Aset dan Keuangan Negara) Muh Rico Pasaribu kepada JURNAL METRO di Jakarta baru-baru ini.
Menurut Rico, bahwa prinsipnya, masyarakat menyambut baik kehadiran mobil keliling milik Badan POM tersebut, sebab mereka dapat melakukan pengujian langsung ditempat ketika mereka belanja bahan makanan di pasar-pasar. Tetapi kenyataannya tidak demikian, Justru alat tersebut tidak banyak diketahu masyarakat keberadaannya.
Program ini, menurut Rico, cenderung hanya akal-akalan pejabat Badan POM saja untuk mendapatkan dana anggaran dan terkesan pemborosan. “Kami sedang melakukan analisis pendalaman terhadap masalah ini, sejauh mana manfaatnya terhadap perlindungan konsumen,“ tutur Rico.
Sementara itu, JURNAL METRO yang mencoba melakukan penelusuran mobil lab tersebut juga tidak berhasil. Berulang kali minta konfirmasi atau menemui pejabat Badan POM melalui Humas namun selalu ditolak dengan alasan selalu rapat dan keluar kantor. Instansi ini dikenal sangat tertutup kepada pers, bayangkan, pejabatnya bagaikan malaikat yang tidak gampang ditemui untuk mengkonfirmasi sesuatu, tapi bagi kalangan pengusaha tidak demikian.
Birokrasi Badan POM yang dinilai tidak terbuka memberikan informasi, itu artinya tidak memahami UU No.25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik. Kini Badan POM dipimpin pejabat baru, yaitu Dra.Kustantinah Apt.M.App.Sc. Untuk itu, masyarakat menunggu apakah kinerja birokrasi Badan POM lebih baik atau sama saja dengan sebelumnya? (Johnner)