Senin, 08 Februari 2010

Kepala Daerah di Pulau Jawa Terindikasi Terkorup

JAKARTA - ICW memonitoring 9 kepala daerah di Indonesia yang diduga melakukan tindakan korupsi. Hasilnya, kepala daerah di Pulau Jawa ditemukan paling banyak melakukan tindakan korupsi. Monitoring yang dilakukan bersama kejaksaan setempat, menemukan 264 kasus korupsi dengan 573 orang tersangka dan kerugian negara mencapai Rp 2,4 triliun.
Kasus korupsi kepala daerah di tingkat kabupaten ditemukan sebanyak 197 kasus, di mana sektor keuangan daerah menjadi lahan korupsi dengan temuan 62 kasus yang kerugiannya Rp 128 triliun. "Temuan kita selama 2009, ternyata dari 9 kepala daerah ini, kepala daerah di pulau Jawa paling banyak ditemukan indikasi tindakan korupsi," papar anggota tim investigasi ICW Tama S. Lankun di kantor ICW Jl Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Kamis (14/1) lalu.
Temuan positif pihak ICW lainnya, adalah menurunnya kasus korupsi di tahun 2009 menjadi 39 kasus, dibanding tahun 2008 sebanyak 61 kasus."Monitoring yang kita lakukan ini membawa apresiasi kita juga, karena tahun 2009 menurun menjadi Rp 120 miliar, dari tahun lalu (tahun 2008) yang mencapai Rp 221 miliar," tegas Tama seraya menyebutkan kesembilan daerah monitoring ICW itu adalah Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Timur.
Korupsi Bansos
ICW juga membeberkan praktek korupsi terhadap dana bantuan sosial yang paling banyak dilakukan kepala daerah. Dari hasil pemantauan ICW sepanjang 2009, kasus korupsi dana bansos mengalami peningkatan. Kasus korupsi paling tinggi terdapat di Jawa Tengah (Jateng). "Angka paling tinggi di 3 daerah, yaitu Jateng, Jatim, dan Jabar. Itu yang paling banyak. Tapi yang paling tinggi itu di Jateng," ujar Koordinator Divisi Investigasi dan Publikasi ICW, Agus Sudaryanto.
Agus menjelaskan, ICW telah memonitoring praktek korupsi dengan modus penyalahgunaan dana bantuan sosial di daerah sepanjang tahun 2009. "Di tahun 2009, terjadinya dugaan korupsi dana bantuan sosial sangat meningkat. Itu dimulai di akhir tahun 2008 hingga menjelang pemilu 2009 dengan jumlah kasus 80 kasus," jelasnya.
Dikatakan Agus, ICW melakukan pemantauan di 9 wilayah, yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur. Menurutnya, meski peningkatannya tidak secara signifikan, namun dari 9 wilayah tersebut, 8 wilayah diantaranya merupakan daerah pengkorup dana bantuan sosial. Satu wilayah yang dianggap tidak begitu parah adalah Sulawesi Tengah.
Sepanjang tahun 2009, Agus mengatakan, ICW menemukan 65 kasus dengan tersangka 122 orang dan kerugian mencapai Rp 215,57 miliar. Selain dilakukan oleh Kepala Daerah, korupsi bantuan dana sosial juga biasa dilakukan oleh anggota DPRD. Agus memaparkan, untuk tahun 2009 sebanyak 56 perkara yang mengatasnamakan anggota DPRD. Namun, nilai kerugiannya tidak sebesar aktor korupsi dari pihak Pemerintah Daerah.
"Modus korupsi paling banyak dilakukan dengan cara mengadakan proposal fiktif," ucap Agus. Proposal fiktif yang dimaksud, lanjutnya, biasa diatasnamakan atas kesejahteraan rakyat, seperti untuk pembangunan masjid, pengadaan tempat kerajinan rakyat. "Dan itu umumnya atas inisiatif kepala daerah sendiri," ujarnya.
ICW menemukan peningkatan angka kasus korupsi dana bantuan sosial tersebut disebabkan oleh lemahnya peraturan yang dibuat oleh kepala daerah terkait dana bantuan sosial ini. "Ini menjadikan dana bantuan sosial tersebut sering dijadikan alat pendanaan untuk kepentingan kepala daerah saat masa kampanye politik. Oleh karena itu, diperlukan revisi terhadap aturan bansos dan jumlahnya itu sendiri," terangnya. (David/John)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar