Senin, 08 Februari 2010

ICW Kecam Mendagri Terkait Honor Kepala Daerah dari BPD

JAKARTA - LSM Indonesian Corruption Watch (ICW) mengecam pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menyangkut honor dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk kepala daerah. Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Ibrahim Fahmi Badoh mengatakan, kepala daerah sebagai komisaris BPD tak perlu mendapat honor.
“Posisi itu melekat dan menjadi kewajiban kepala daerah,” kata Fahmi kepada wartawan, Minggu (24/1) lalu. Bank Pembangunan Daerah, kata Fahmi, merupakan perusahaan daerah. Gubernur atau bupati/wali kota menjadi perwakilan pemerintah dalam perusahaan daerah. “Kalau boleh menerima honor, berarti pendapatan Menteri BUMN sangat besar karena namanya tercantum di semua BUMN,” kata Fahmi.
Lagipula, dia melanjutkan, kepala daerah telah menerima gaji dari negara. Gaji itu digunakan untuk menghargai kepala daerah atas semua tugas yang dilaksanakan. “Gaji itu termasuk membiayai posisi kepala daerah sebagai komisaris BPD,” ujarnya.
Ia khawatir, akan muncul konflik kepentingan jika kepala daerah menerima honor dari bank daerah. Pengawasan pemerintah terhadap bank daerah menjadi lemah. “Sehingga kinerja bank menjadi tak terawasi,” katanya.
Sebelumnya, Mendagri Gamawan Fauzi menyatakan bahwa kepala daerah boleh menerima honor dari Bank Pembangunan Daerah. Pasalnya, kepala daerah merupakan pemegang saham BPD dan ikut menentukan berbagai kebijakan BPD. “Apa tidak wajar kalau diberi honor?” kata Gamawan seraya menambahkan bahwa kepala daerah ikut menetapkan anggaran BPD, loan deposit ratio (ldr), nonperforming loan (npl). Kepala daerah juga mengikuti rapat pemegang saham dan rapat tahunan BPD.
Gamawan mengaku telah menjelaskan pendapatnya tersebut kepada Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bidang Pencegahan Haryono Umar. Menurut Gamawan, ketentuan ini juga tak dilarang oleh Bank Indonesia. Sejak 2006, kata Gamawan, bank sentral hanya menghimbau BPD tak membayarkan lagi honor kepada kepala daerah. “Honor ini bukan termasuk korupsi,” ujarnya.
Mantan Gubernur Sumatera Barat ini menilai selama ini masih ada penyamaan honor dengan fee. Seharusnya, ada pembedaan honor dengan fee dari BPD kepada kepala daerah. Gamawan menilai kepala daerah tak bisa menerima fee dari BPD. Pasalnya, fee ini bisa tergolong korupsi dan bisa dimanfaatkan kepala daerah.
Ia menjelaskan, kas daerah bisa tak disimpan di BPD. Kepala daerah bisa saja menyimpan kas di bank swasta yang ada di daerah. Tapi, ada kemungkinan kepala daerah memilih menyimpan kas di BPD sambil meminta jasa dari BPD. “Katakanlah ada jasa giro 2 persen masuk ke rekening pribadi. Ini namanya korupsi,” katanya seraya mempersilahkan aparat hukum menangkap kepala daerah yang menerima fee dari BPD. “Tangkaplah kalau ada yang seperti itu,” tambahnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan terdapat enam BPD yang memberikan fee kepada kepala daerah untuk kepentingan pribadi. Enam BPD itu adalah BPD Sumatera Utara, BPD Jawa Barat-Banten, BPD Jawa Tengah, BPD Jawa Timur, BPD Kalimantan Timur, dan Bank DKI.
Semenmtara itu, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Saut Situmorang menyatakan, lembaganya masih menelusuri dugaan imbalan dari BPD untuk pejabat daerah. Hasil pendalaman itu akan dikomunikasikan dengan berbagai pihak seperti KPK, bank sentral, dan Asosiasi Bank Pembangunan Daerah. “Kami tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah dalam menelusuri fee tersebut,” ujarnya. (Cok)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar