Senin, 08 Februari 2010

Peristiwa Memalukan di Ruang Rapat DPRD Kabupaten Bogor

Debat mulut dan ricuh di saat rapat khusus pembahasan galian pasir Gandoang-Cileungsi di DPRD Kab.Bogor, pertengahan pekan lalu, merupakan hal yang sangat memalukan, karena seharusnya adat timur menjunjung tinggi sifat sopan santun dan tata krama. Bukan perkara mudah dalam menjalankan politik beretika, begitu pula dalam demokrasi ada tata cara dan aturannya yang harus diikuti.
Tindakan Albiner Banjarnahor dari Fraksi Demokrat yang melarang rekannya sesama anggota Komisi C dari Fraksi PKS, Sumarli, menyampaikan pendapatnya dalam rapat gabungan khusus membahas galian pasir Gandoang ditengarai sebagai pengebirian hak berpendapat yang di jamin UU No.27 Tahun 2009 tentang hak anggota DPRD untuk berpendapat.
Tak pelak kini, di gedung DPRD telah terkotak-kotak dan terancam menjadi kubu-kubuan. Junaidi Sirait, selaku Ketua Komisi A yang memimpin rapat tersebut seharusnya bisa meredam keributan tersebut, namun tak bisa berbuat apa ketika ada anggota dewan yang menampilkan emosi di ruang rapat. Malahan, dalam pemberitaan di sejumlah media cetak, Junaidi mengatakan kejadian itu hanyalah miss komunikasi.
Pernyataan yang tidak ada makna itu jelas tidak menyelesaikan permasalahan, kegaduhan di ruang rapat pembahasan galian pasir gandoang tersebut merupakan bukti bahwa ada persoalan yang tidak clear dan terkesan ada apa apanya. Selain itu, tersirat dengan jelas bahwa komisi A tidak pro rakyat, kebetulan lagi juga berkembang rumor bahwa ada anggota Komisi A dan C yang mendapat uang haram dari pengusaha pasir gandoang.
Sumarli sendiri, kepada wartawan ketika itu mengaku bahwa Ketua Komisi A tidak memberikan kesempatan bicara kepada dirinya. Malah kesempatan bicara diberikan kepada yang lain saat itu, sehingga ia merasa ada sesuatu yang menghambat agar dirinya tidak bisa menanggapi masalah galian pasir Gandoang tersebut.
Peristiwa memalukan yang terjadi di gedung DPRD Kab.Bogor itu jelas-jelas menunjukan adanya sesuatu yang tidak beres dalam kehidupan demokrasi di gedung wakil rakyat. Ketika seorang anggota Dewan yang diketahui bersikap kritis dihalang-halangi untuk menyampaikan pendapatnya oleh anggota Dewan lainnya, lantas muncul pernyataan dari publik apakah ada "sesuatu" dibalik tindakan Albiner yang melarang rekannya berbicara? Dan mengapa Ketua Komisi A hanya berdiam diri? (Arthur Herman S)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar