Sabtu, 14 November 2009

Kasus Korupsi Lahan SMA Ciomas

BOGOR - Menyusul adanya sinyalemen perlakuan istimewa terhadap para tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengadaan lahan untuk SMA I Ciomas, Kabupaten Bogor, sejumlah kalangan masyarakat mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat untuk segera menahan para tersangka yang sudah ditetapkan Kejati sejak tahun 2008. Sebab jika tidak ditahan, para tersangka akan leluasa menghilangkan jejak atau bukti-bukti keterlibatannya dalam kasus tersebut.
Direktur Eksekutif LSM Komisi Pemantau Aset dan Keuangan Negara, M. Rico Pasaribu mengaku heran dengan sikap Kejati Jawa Barat yang terkesan lamban dan cenderung memberikan perlakuan istimewa terhadap tersangka. "Umumnya, begitu ditetapkan sebagai tersangka segera dilakukan penahanan guna mencegah upaya menghilangkan barang bukti oleh tersangka. Tapi dalam kasus Ciomas ini tidak, jadi kita melihat ada 'sesuatu' dibalik ini semua," katanya menjawab JURNAL METRO baru-baru ini.
Pihak Kejati sendiri, ketika dikonfirmasi mengenai hal itu berdalih belum melakukan penahanan lantaran pihaknya masih terus memperdalam dan melengkapi bukti-bukti. Pihak Kejati mengaku tak ingin gegabah dalam menangani kasus dugaan korupsi senilai Rp 2 milyar itu, sehingga para tersangka nanti tidak bisa bebas bersyarat ketika sudah dalam proses pengadilan.
"Kasus SMA Ciomas masih dalam proses penyidikan guna melangkapi bukti-bukti yang menguatkan keterlibatan para tersangka. Kalau buktinya sudah mencukupi pasti akan ditahan," ungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jawa Barat Dadang Alex kepada wartawan, beberapa waktu lalu. Dadang mengungkapkan para tersangka, antara lain Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor ML, mantan Camat Ciomas RG, seorang pengusaha berinisial ES dan AS mantan kepala desa.
Selain perlakuan istimewa terhadap tersangka, sejumlah pihak juga mempertanyakan kenapa dalam kasus ini mantan Kepala Dinas Pendidikan Kab.Bogor Endang Basuni yang menandatangani SPMU (Surat Perintah Mencairkan Uang) tidak menjadi tersangka. Malahan ML yang sebelumnya menjabat Kabag Tata Usaha dijerat sebagai tersangka utama lantaran ikut membubuhkan paraf pada surat persetujuan pembayaran lahan.
"Saya melihat seperti ada yang ganjil dalam perkembangan kasus korupsi lahan SMA I ciomas tersebut. Kalau tidak, mengapa ada pihak yang seharusnya ikut bertanggung jawab tapi malahan lolos? Jadi kita patut mempertanyakan keseriusan aparat Kejati Jabar dalam menangani kasus ini. Kita berharap tidak ada kongkalingkong antara Jaksa dengan para tersangka dan oknum-oknum yang terlibat dalam kasus ini," imbuh Rico yang berencana mengklarifikasi masalah ini ke Kejaksaan Agung dalam waktu dekat.
Sekedar catatan, indikasi korupsi SMA Ciomas itu muncul dari adanya kenaikan harga Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang mencapai lima ratus persen lebih dalam kurun waktu beberapa bulan dari semula Rp 14.000 menjadi Rp 82.000 permeter. Lahan seluas satu hektar tersebut, terbagi dalam beberapa kapling atas nama empat orang pemilik, yakni Gunawan, Warga Desa Sukaharja-Ciomas, Ny Syarifahana (62 tahun) warga Kelurahan Bojong Kecamatan Tenjo, Ny Sriherawati (61 tahun) warga Jember Jawa Timur dan Ny Rukayah Samsudin Warga Cilendek Kota Bogor.
Keempat pemilik tanah tersebut, memberikan kuasa kepada ES melalui Kantor Notaris Nuke Nurul Soraya, SH yang beralamat di Kota Depok. ES kemudian berhasil meyakinkan Panitia Pengadaan Lahan Pemkab Bogor kalau lahan yang dikuasainya untuk bakal lokasi gedung SMA Ciomas. Akhirnya, tanah tersebut dibeli oleh Disdik dengan nilai Rp 190 ribu/permeter.
Berdasarkan dokumen di kepanitiaan Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, pencairan dana tersebut berdasarkan SPMU nomor 990 /1011/SMP/LS/Disdik/VII /2007, dengan nilai Rp 1,9 miliar. SPMU tersebut ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Endang Basuni yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor. (Arthur/Cok)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar