Sabtu, 14 November 2009

Fadel Tuding Penetapan Dirinya Jadi Tersangka Bernuansa Politis

JAKARTA - Menyusul tudingan ada nuansa politis dalam penetapan tersangka atas Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung M Jasman Panjaitan menegaskan, pihaknya menyerahkan penanganan perkara dugaan korupsi dana APBD Gorontalo yang berkaitan dengan fungsionaris Partai Golkar tersebut kepada proses hukum yang berlaku.
"Tidak perlu ada yang ditanggapi. Serahkan saja pada proses hukum yang berjalan," kata Jasman di Jakarta, Senin (30/3) lalu. Menurut Jasman, fakta yang dimiliki Kejaksaan, Fadel Muhammad telah diperiksa sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Gorontalo. Oleh karena itu, komentar yang bermunculan di luar tidak perlu ditanggapi.
Dalam perkara korupsi dana sisa APBD Gorontalo senilai Rp 5,4 miliar, Ketua DPRD Gorontalo Amir Piola Isa sudah dihukum 1,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Gorontalo. Kini ia sedang menunggu putusan kasasi Mahkamah Agung.
Sementara Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad, Kamis (26/3) lalu, membantah dirinya ikut terlibat dalam penggunaan uang sisa APBD tahun 2001 Provinsi Gorontalo. Ia mengaku adanya rekasaya politik tertentu untuk menghancurkan nama baiknya sebagai gubernur.
"Itu ada kesalahan dalam penetapan saya sebagai tersangka dalam kasus sisa dana APBP. Karena, penetapan itu tanpa bukti dan keterangan saksi yang sah secara hukum. Saya sudah datang waktu dipanggil Kejaksaan Tinggi Gorontalo, Rabu (25/3) kemarin. Status saya sudah diubah, bukan sebagai tersangka akan tetapi sebagai terperiksa," kata Fadel.
Menurut Fadel, meskipun tuduhan itu tidak benar, ia bisa menerima cobaan tersebut dalam perjalanan karir politiknya. Dijelaskan Fadel, pada saat ia baru menjadi Gubernur Gorontalo, terdapat sisa anggaran dari periode Gubernur Gorontalo sebelumnya senilai Rp 5,4 miliar.
"Dana itu mau dipakai untuk memobilisasi yang setiap orang anggota DPRD akan mendapat Rp 120 juta. Jumlah anggota waktu itu 25 orang. Waktu itu saya tidak setuju, akan tetapi karena terjadi saya diprotes dan terjadi ribut-ribut, terpaksa akhirnya saya setujui," jelasnya.
Bersama Ketua DPRD waktu itu, lanjut Fadel, ditandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB), yang butir keempatnya tertulis 'jika dikemudian terjadi masalah, maka yang akan bertanggung jawab adalah Ketua DPRD'. "Dana tersebut kemudian dicairkan dan dibagi-bagi. Departemen Dalam Negeri lalu keberatan dan mengirim surat agar dana tersebut dikembalikan. Dana tersebut kemudian dikembalikan secara dicicil," jelasnya.
Suatu saat, tambah Fadel, BPK kemudian memeriksanya dan menemukan kekurangan dana dan menyerahkan ke Kejaksaan Negeri Gorontalo. "Saya memang sempat diperiksa. Pada saat yang sama, Kejati minta izin Presiden untuk memeriksa saya dan Ketua DPRD lama. Waktu itu, yang keluar izinnya dari Presiden adalah Ketua DPRD Amir Viola. Saya tidak, karena saya akhirnya dikeluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) dari Kajati," tambah Fadel.
Amir Viola sempat dihukum karena dianggap menyalahgunakan kekuasaan. Namun, keputusan Pengadilan Tinggi ia dibebaskan. "Sekarang ia masih menunggu proses di Kasasi MA. Namun, empat tahun kemudian, tiba-tiba keluar surat izin dari Presiden untuk memeriksa saya sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Jelas, ini rekayasa politik untuk merugikan nama baik saya. Akan tetapi, ini akan saya hadapi," ujarnya. (KCM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar