Minggu, 15 November 2009

Konspirasi Besar dalam Kasus Antasari

Jakarta- Untuk mengungkap motif pembunuhan Nasrudin serta peranan Antasari Azhar dan Rani dalam kasus itu, pengamat kepolisian dan hukum, Irjen Pol (Purn) Sudirman Ail, menyarankan agar polisi lebih memfokuskan penyidikan pada peran Sigid Haryo Wibisono.
Menurut dia, ada konspirasi besar di balik kasus pembunuhan Nasruddin.
Sangat tidak masuk akal, kata mantan Kapolda Sumsel ini, seorang jaksa karier seperti Antasari memerintahkan pembunuhan hanya karena motif asmara, apalagi dia telah mengadukan kasus teror dari Nasruddin tersebut kepada Kapolri. ”Bagaimana mungkin dia sudah mengadu kepada Kapolri dan kemudian memerintahkan pembunuhan. Ini sangat bodoh,” tuturnya kepada wartawan baru-baru ini.
Yang lebih masuk akal, menurut Sudirman Ail, ada pihak tertentu yang mengetahui adanya laporan Antasari kepada Kapolri dan kemudian memanfaatkannya. ”Dunia intelijen itu dunia orang cerdas. Hanya orang cerdaslah yang bisa bermain dengan memanfaatkan orang-orang yang tidak cerdas,” katanya.
Sudirman berpendapat Sigid bisa jadi faktor kunci, bahkan sangat mungkin menjadi figur sentral. Sebab, keterkaitan Antasari dalam kasus tersebut lebih didasarkan pada keterangan Sigid dan Wiliardi.
”Kalau toh disebutkan bahwa ada bukti dalam CCTV bahwa AA dan WW pernah bertemu di rumah SHW, tapi kan belum ada bukti bahwa AA yang menyuruh. Sementara itu peran SHW sangat jelas, dia yang menyediakan uang. Ini fakta. Kalau dia mau membiayai, berarti ada apa-apanya?” ujarnya.
Seperti diberitakan, Sigid yang mantan Staf Ahli Mensos Bachtiar Chamsyah ini membiayai investigasi atas teror Nasrudin kepada Antasari. Adanya teror ini diadukan Antasari kepada Kapolri.
Dalam penembakan Nasruddin, uang untuk para eksekutor sebesar Rp 500 juta yang diberikan oleh Williardi kepada para pelaku lapangan juga berasal dari Sigid.
”Berdasarkan data yang saya baca di media, SHW ini dalam kehidupan sehari-hari mempunyai jaringan yang kuat. Jaringan yang cukup kuat ini memungkinkan dirinya membentuk jaringan intelijen swasta. Dia seolah-olah mampu menggerakkan orang-orang tertentu, termasuk AA dan WW,” ujar Sudirman.
Menjawab pertanyaan tentang adanya rumor bahwa polisi menemukan dana ratusan miliar di rekening Sigid dan Rani—uang titipan dari para pengusaha untuk Antasari—Sudirman mengatakan, tuduhan itu sulit untuk dibuktikan. ”Kalau memang benar ada dana tersebut di rekeningnya, itu semakin membuktikan besarnya peran SHW,” ujarnya.
Sementara itu, sejak penembakan suaminya pada 14 Maret 2009, Rani seperti ditelan bumi. Polisi hanya memberi keterangan bahwa Rani berada dalam perlindungan polisi. Kriminolog Adrianus Meliala menganggap, perlindungan yang diberikan polisi kepada Rani terlalu berlebihan. Dalih polisi bahwa nyawa Rani terancam tidak disertai alasan dan penjelasan yang terbuka.
”Setelah proses pemberkasan seperti sekarang, Polri harus menjelaskan dulu, seperti apa peran Rani, siapa dia, perlihatkan kepada publik. Saya rasa tidak sepantasnya disembunyikan luar biasa seperti ini, ultraprotection,” ujarnya. Menurutnya, dalam melindungi saksi, polisi harus memberikan ruang yang proporsional dan tidak berlebihan.
Senada dengan Adrianus, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) I Ketut Sudiarsa mengatakan, sejauh ini peranan Rani dalam kasus terbunuhnya Nasrudin belum jelas. ”Apakah dia saksi atau bukan, motifnya saja belum jelas dari polisi,” ujarnya. (Ric)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar